Liputan6.com, Jakarta - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencium adanya peluang investasi dari kebijakan OPEC+, yang memangkas produksi minyak harian menjadi 2 juta barel per hari.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto tak memungkiri, kebijakan tersebut memang telah menimbulkan gesekan antar negara, lantaran membuat harga minyak dunia sulit turun.
Baca Juga
"Tentu dalam hal masalah pengurangan produksi oleh OPEC+, maka kita melihat dampaknya harga oil and gas masih akan relatif berada di level tinggi. Jadi kan harusnya kemarin sudah turun usd 80, terus ke USD 60, tapi kemudian diarahkan naik lagi ke USD 90," ujarnya di Kantor SKK Migas, Jakarta, Senin (17/10/2022).
Advertisement
Namun, Dwi Soetijpto mengatakan, itu bisa jadi kesempatan emas bagi Indonesia untuk menarik potensi investasi di sektor hulu minyak dan gas (migas).
"Kalau buat Indonesia di hulu migas dia akan bagus, karena dengan demikian motivasi orang untuk berinvestasi akan baik, karena keekonomiannya lebih bagus," kata dia.
"Buat Indonesia sendiri juga sebenarnya akan jadi bagus, karena kita teman dari kedua-duanya, ke Amerika teman, ke Arab Saudi teman. Jadi kita tidak berada dalam konflik itu. Oleh karena itu, mustinya bagus, karena kita jadi alternatif untuk berinvestasi," tuturnya.
Kendati begitu, para pelaku hulu migas masih punya PR untuk menghadirkan upaya-upaya transformasi dalam memperbaiki iklim investasi di Tanah Air.
Selain itu, dengan harga migas yang masih tinggi pun perlu dihitung lebih lanjut terkait ongkos impor minyak, termasuk untuk hasil produksinya sebagai bahan bakar minyak, alias BBM.
"Tentu saja menjadi costly, karena dengan harga crude yang lebih mahal. Di level manakah keseimbangan benefit yang diperoleh dari upstream dengan cost yang muncul untuk subsidi," ungkapnya.
"Tentu itu yang perlu dicari. Tapi kira-kira dari sisi upstream, maintaning kondisi harga sampai beberapa saat akan mempengaruhi iklim investasi di Indonesia," pungkas Dwi Soetjipto.
OPEC Pangkas Produksi Minyak Dunia Mulai November, Terbesar Sejak Awal Pandemi Covid-19
OPEC mengatakan akan memangkas produksi minyak sebesar 2 juta barel per hari. Ini menandai pemotongan produksi minyak dunia terbesar sejak awal pandemi Covid-19, ketika harga BBM di sejumlah negara melonjak.
Dilansir dari CNN Business, Kamis (6/10/2022) OPEC, kelompok produsen minyak utama, yang meliputi Arab Saudi dan Rusia, mengumumkan pengurangan produksi setelah pertemuan pertama secara langsung sejak Maret 2020.
Pengurangan tersebut setara dengan sekitar 2 persen dari permintaan minyak global, yang akan mulai berlaku pada November 2022. Dalam sebuah pernyataan, OPEC menjelaskan bahwa keputusan untuk memangkas produksi minyak dilakukan "mengingat ketidakpastian yang mengelilingi prospek ekonomi dan pasar minyak global".
Menyusul berita pemangkasan produksi, harga minyak mentah Brent naik 1,5 persen menjadi lebih dari USD 93 per barel, menambah keuntungan Pean ini menjelang pertemuan para menteri perminyakan dunia.
Harga minyak AS juga naik 1,7 persen menjadi USD 88 per barel.
OPEC dan sekutunya, yang mengendalikan lebih dari 40 persen produksi minyak dunia, berharap untuk mencegah penurunan permintaan barel mereka dari perlambatan ekonomi yang tajam di China, Amerika Serikat dan Eropa.
Advertisement
Produksi Rusia
Produksi minyak Rusia sekarang bertahan lebih baik dari yang diperkirakan, dengan pasokan dialihkan ke China dan India.
Tetapi Amerika Serikat dan Eropa sekarang sedang mencari cara untuk menerapkan perjanjian G7 yang membatasi harga ekspor minyak mentah dari Rusia ke negara-negara lain.
Pejabat senior pemerintahan Presiden Joe Biden dikabarkan tengah melobi rekan-rekan mereka di Kuwait, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk menolak pemotongan produksi minyak, menurut para pejabat.