Pengawasan Terintegrasi Diperkuat, Industri Keuangan Semakin Sehat

Pengawasan terintegrasi semakin dibutuhkan untuk mendeteksi risiko industri keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 29 Nov 2022, 20:36 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2022, 20:36 WIB
Ilustrasi Neraca Keuangan atau Laba Rugi. Freepik
Ilustrasi Neraca Keuangan atau Laba Rugi. Pengawasan terintegrasi semakin dibutuhkan untuk mendeteksi risiko industri keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan, mendukung pemulihan ekonomi nasional, serta mengantisipasi dampak gejolak ekonomi global. Freepik

Liputan6.com, Jakarta Pengawasan terintegrasi semakin dibutuhkan untuk mendeteksi risiko industri keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan, mendukung pemulihan ekonomi nasional, serta mengantisipasi dampak gejolak ekonomi global.

Upaya pengawasan terintegrasi ini diperlukan untuk meningkatkan kesehatan industri jasa keuangan serta turut mendukung peran perlindungan konsumen dan masyarakat.

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan, industri keuangan di dalam negeri terus bertumbuh. Oleh karena itu, integrasi pengawasan keuangan semakin hari semakin dibutuhkan dan perlu untuk terus diperkuat agar industri keuangan semakin sehat.

"Tidak hanya produk keuangan konvensional, pertumbuhan juga terjadi di industri keuangan digital dan produk lainnya. Pengawasan terintegrasi dapat mendeteksi secara menyeluruh risiko dalam sistem keuangan," jelasnya, di Jakarta, Selasa (29/11/2022).

Di sisi lain, pengawasan terintegrasi juga diharapkan dapat menjaga stabilitas sektor keuangan terhadap risiko dari kegiatan konglomerasi lembaga jasa keuangan yang menawarkan lebih dari satu produk, seperti perbankan, asuransi, fintech hingga investasi di pasar modal.

Seperti diketahui, untuk pengawasan terintegrasi, OJK sudah menerbitkan ketentuan mengenai penataan konglomerasi keuangan yang diatur dalam POJK Nomor 45/POJK.03/2020 tentang Konglomerasi Keuangan.

 

 

Aturan Lain

20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain POJK konglomerasi, sebelumnya OJK juga sudah menerbitkan ketentuan mengenai Penerapan Manajemen Risiko Terintegrasi melalui POJK 17 tahun 2014 dan Perizinan secara elektronik di Sektor Jasa Keuangan melalui POJK 26 tahun 2019. POJK ini mengatur sistem pelayanan perizinan satu pintu dengan memanfaatkan teknologi informasi.

Lebih jauh, Teuku Riefky mengatakan, DPR saat ini sedang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) atau Omnibus Law di sektor keuangan.

Salah satu ketentuan yang menjadi perhatian, jelasnya, adalah mempertahankan pengawasan terintegrasi yang menjadi salah satu fungsi OJK, yaitu dengan memperkuat kapasitas kelembagaan OJK.

"Tantangan yang perlu diwaspadai adalah institutional capacity. Jika dilihat dari pelaku industri keuangan memang memperhatikan penguatan fungsi OJK. OJK memang masih memiliki beberapa aspek yang perlu untuk terus ditingkatkan," terangnya.

Sementara itu, dari perkembangan stabilitas sistem keuangan, data OJK menunjukkan kinerja bisnis dan intermediasi lembaga jasa keuangan membaik dan berkontribusi terhadap berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.

Kredit perbankan pada September 2022 tumbuh menjadi 11 persen yoy. Pertumbuhan ini ditopang oleh kredit modal kerja dan korporasi yang masing-masing tumbuh sebesar 12,26 persen dan 12,97 persen yoy.

 

Profil Risiko Perbankan

Ilustrasi Bank
Ilustrasi Bank

Profil risiko perbankan di September 2022 masih terjaga. Terlihat dari rasio kredit bermasalah non performing loan (NPL) secara gross turun menjadi 2,78 persen dan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77 persen.

Kredit restrukturisasi Covid-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp23,81 triliun sepanjang September 2022 menjadi Rp 519,64 triliun, dengan jumlah nasabah turun menjadi 2,63 juta nasabah dari 2,75 juta nasabah pada Agustus 2022.

Hingga 25 Oktober 2022, penghimpunan dana di pasar modal masih tinggi, yaitu sebesar Rp190,9 triliun, dengan tambahan sebanyak 48 emiten baru. Di pipeline, masih terdapat 99 rencana Penawaran Umum dengan nilai sebesar Rp83,32 triliun dengan rencana penawaran umum oleh emiten baru sebanyak 61 perusahaan.

Di sektor IKNB, penghimpunan premi sektor asuransi di bulan September 2022 tercatat relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya, dengan penghimpunan premi Asuransi Jiwa sebesar Rp14,6 triliun serta Asuransi Umum sebesar Rp9,1 triliun. Nilai outstanding piutang pembiayaan tumbuh 10,68 persen yoy menjadi sebesar Rp397,42 triliun.

Pada sektor Dana Pensiun tercatat mengalami pertumbuhan aset sebesar 5,01 persen yoy dengan nilai aset mencatat Rp 335,28 triliun. Dari fintech peer to peer (P2P), outstanding pembiayaan tumbuh 77,33 persen yoy naik Rp1,51 triliun menjadi Rp 48,74 triliun pada September 2022.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya