Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI 7-Day Reverse Repo Rate menjadi 5,75 persen dikhawatirkan akan ikut mendongkrak suku bunga kredit perbankan. Untuk diketahui, sejak tengah tahun lalu BIÂ menaikkan BI7DRRR total 225 basis poin.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan, likuditas di Bank BCA terhitung masih memadai sejak bunga acuan BI mengalami kenaikan per Agustus 2022. Â
Baca Juga
"Likuiditas kita sejak Agustus tahun lalu masih banyak. Lalu suku bunga deposito baru baik 0,10 persen, jadi bunga kredit belum perlu naik. Kecuali, dengan base Jibor (Jakarta Interbank Offered Rate), karena Jibor sudah naik," kata Jahja kepada Liputan6.com, Jumat (20/1/2023).
Advertisement
Senada, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menuturkan, likuiditas perbankan masih mencukupi. Sehingga belum akan langsung berimbas terhadap suku bunga perbankan, baik kredit maupun deposito.Â
"Likuiditas masih ample, jadi belum akan ke-translate ya," ujar Faisal kepada Liputan6.com.Â
Sebelumnya, Bank Indonesia menilai likuiditas perbankan masih memadai. Kondisi ini membuat kenaikan suku bunga kredit tidak terlalu tinggi, meskipun kebijakan BI Rate mengalami penyesuaian.Â
Menurut catatan BI, suku bunga kredit perbankan hanya naik 21 bps pada Juli-Desember 2022. Pada saat yang sama, suku bunga acuan bank sentral terdongkrak 200 bps yang direspon oleh kenaikan bunga deposito 1 bulan perbankan sebesar 108 bps pada Desember 2022.
Pada Desember 2022, rasio alat liuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap tinggi mencapai 31,20 persen. Nilai itu meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 30,42 persen.Â
Di sisi lain, secara loan to deposit ratio (LDR) terjadi pengetatan tipis di perbankan dari 77,13 persen di Desember 2021 menjadi 79,6 persen. BI juga tetap mempertahankan kewajiban giro wajib minimum (GWM) di level 9 persen.
Tok! BI Naikkan Suku Bunga Acuan jadi 5,75 Persen
Sebelumnya, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikan suku bunga acuan BI, atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 0,25 basis poin (bps), dari sebelumnya 5,50 persen menjadi 5,75 persen.
"Berdasarkan hasil asesmen dan proyeksi menyeluruh, rapat dewan gubernur Bank Indonesia pada tanggal 18-19 Januari 2023 memutuskan untuk menaikan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 bps menjadi 5,75 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo saat membacakan hasil RDG BI, Kamis (19/1/2023).
Selain suku bunga acuan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Januari 2023 juga mengangkat suku bunga deposit facility naik sebesar 25 bps menjadi 5 persen, dan suku bunga landing facility sebesar 25 bps menjadi 6,5 persen.
Perry menjabarkan, putusan kenaikan suku bunga acuan ini dibuat untuk menjaga lonjakan inflasi yang potensial terjadi ke depan, seiring pergolakan ekonomi di tingkat global.
"Keputusan kenaikan suku bunga yang lebih terukur ini merupakan langkah lanjutan untuk secara front loaded, pre emptive dan forward looking dalam memastikan terus berlanjutnya penurunan ekspektasi inflasi dan inflasi ke depan," ungkapnya.
Sebagai catatan, Bank Indonesia telah menaikan BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 225 bps secara akumulatif sejak Agustus 2022 hingga menjadi 5,75 persen.
"Ini memadai untuk memastikan inflasi inti tetep berada di 3 plus minus 1 persen pada semester I 2023, dan inflasi indeks harga konsumen (IHK) kembali dalam sasaran 3 plus minus 1 persen pada semester II 2023," terang Perry.
Advertisement
BI Janji Tak Agresif Naikkan Suku Bunga Acuan seperti AS
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) berjanji tidak akan lagi menaikkan suku bunga acuan secara berlebihan. Lantaran, BI memprediksi tingkat inflasi akan menurun diangka 3 persen pada 2023.
Hal itu disampaikan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam seminar outlook perekonomian Indonesia 2023 dengan tema resiliensi ekonomi melalui transformasi struktural, di Jakarta, Rabu (21/12/2022).
"Kami tidak perlu menaikkan suku bunga berlebihan, agresif seperti Amerika Serikat atau negara lain. Kami secara terukur, pastikan inflasi inti kembali di bawah 4 persen pada semester I/2023. As early as possible," tegas Perry.
Perry menyebut kenaikan inflasi tentu tidak akan terus-menerus terjadi, sebab Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam menanggulangi inflasi.
Disisi lain, The Fed pun dinilai tidak akan terus menerus melakukan pengetatan kebijakan moneternya.  Oleh karena itu, Perry yakin hal itu akan berimbas terhadap Indonesia dan inflasi di dalam negeri turut mereda.
Bos BI memprediksi inflasi inti diyakinii akan mengalami penurunan yang cukup signifikan, yaitu di bawah 3 persen pada semester I tahun 2023. Begitupun inflasi secara keseluruhan diprediksi secara tahunan dapat berada diangka 3 persen.
"Akhir tahun depan inflasi kami perkirakan adalah di sekitar 3 persen, Indeks Harga Konsumen ya. Kalau inflasi inti sudah di bawah 3 persen pada semester I tahun 2023, tetapi kalau IHK karena dampak based, akhir tahun depan sekitar 3 persen," ujarnya.
Sementara itu, adanya peranan fiskal.dengab pemberian subsidi mendorong tekanan inflasi bisa cukup terjaga. Sehingga mampu mengimbangi ketika suku bunga di Amerika Serikat masih berada di level tertinggi. Â