Petani Ngawi Harap Swasta Perluas Kemitraan untuk Serap Gabah

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (Farmer Engagement Program) di wilayah tersebut.

oleh Septian Deny diperbarui 17 Sep 2023, 15:31 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2023, 15:31 WIB
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (Farmer Engagement Program) di wilayah tersebut.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (Farmer Engagement Program) di wilayah tersebut. (Dok. Wilmar)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (Farmer Engagement Program) di wilayah tersebut. Langkah itu bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani.

Menurut Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Ngawi Supardi, pihaknya selalu terbuka kepada investasi dengan syarat petani harus digandeng agar mereka sejahtera.

Sejak awal, pihaknya telah meminta WPI untuk menggandeng langsung petani dalam bisnisnya. Hal itu sesuai dengan semangat pemkab yang ingin memotong mata rantai dalam penjualan gabah.

"Baru Wilmar yang benar-benar bermitra dengan petani. Kalau bisa kami ingin seperti ini sampai seterusnya" kata Supardi saat ditemui.

Dia menilai, kemitraan tersebut terbukti  positif karena petani mendapatkan harga yang layak. Sebelum perusahaan masuk, informasi mengenai harga gabah ke petani sangat terbatas sehingga akses ke pasar minim dan harga lebih banyak ditentukan tengkulak. 

Pihaknya berharap, WPI bersedia menambah luas lahan kemitraan dengan petani yang saat ini mencapai 800 hektare (ha).

Lahan Sawah

Dengan total luas lahan sawah 50.715 ha, produksi gabah di Ngawi saat ini mencapai 882 ribu ton per tahun, yang menempati posisi tertinggi keenam di Indonesia. Kebutuhan beras di Ngawi saat ini sebesar 10 persen per tahun dari total produksi, sehingga perlu ada investasi penggilingan besar agar gabah petani terserap. Tahun ini pihaknya menargetkan produksi gabah meningkat menjadi 850-900 ton.

 "Peluang masih banyak untuk kemitraan," kata Sunardi.

Dia menilai, masuknya WPI tidak menyebabkan pelaku penggilingan di daerah tersebut gulung tikar. Mereka justru bersinergi agar sama-sama hidup dan berkembang.

Hal itu terjadi karena adanya kesadaran yang tumbuh dari pelaku usaha penggilingan yang ingin terus dapat mengikuti perkembangan jaman. "Saat ini ada 135 penggilingan kecil dan empat perusahaan penggilingan besar. Semuanya bersinergi," jelas dia.

 

 

Manfaat Bermitra

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (Farmer Engagement Program) di wilayah tersebut.
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (Farmer Engagement Program) di wilayah tersebut. (Dok. Wilmar)

Terpisah, Ratna Esminar, salah satu pelaku usaha penggilingan di Ngawi menyatakan telah merasakan manfaat bermitra dengan WPI karena adanya kepastian harga, kelancaran pembayaran dan akses pasar. Hal itu tidak hanya berimbas terhadap kelangsungan bisnisnya, tetapi juga para petani yang telah bermitra dengannya.

"Dulu saya harus cari-cari pembeli, minim info harga, sistem pembayaran antar pembeli beda. Kalau saya inginnya ada kontinuitas dan kepastian," tutur Ratna.

Menurut dia, kemitraan tersebut telah membantunya mengembangkan usaha karena kemampuan perusahaan dalam menyerap gabah, terutama saat panen raya.

 

Ikuti Perkembangan Jaman

PT Wilmar Padi Indonesia memulai program dalam membantu meningkatkan kemampuan pelaku usaha penggilingan melalui Mill Engagement Program (MEP).
PT Wilmar Padi Indonesia memulai program dalam membantu meningkatkan kemampuan pelaku usaha penggilingan melalui Mill Engagement Program (MEP).

Dia mencontohkan, sebelum bermitra, dia hanya memproses gabah maksimal 10 ton per hari hanya jika ada pembeli yang pasti. Belum lagi proses pembayaran yang baru cair lima hari kemudian sehingga berimbas terhadap pembayaran ke petani.

"Dulu saya beli sesuai kemampuan penggilingan. Sekarang saya bisa beli sesuai stok gabah. Dulu satu rit (8-10 ton), sekarang bisa 5 rit. Bisnis saya tetap jalan, saya juga membeli gabah petani untuk disuplai ke perusahan," ungkap Ratna, yang telah menjalani usaha penggilingan sejak 1997.

Ratna menambahkan, sebagai pelaku penggilingan, dia menyadari perlunya mengikuti perkembangan jaman karena ada perubahan tuntutan pasar, yang memerlukan update teknologi dalam mengolah gabah.  Sedangkan saat ini hal itu belum dimiliki olehnya. "Yang saya lakukan adalah bagaimana mendapat manfaat dengan adanya perusahaan," kata dia.

infografis hari tani nasional
jumlah petani indonesia turun sejak tiga tahun terakhir (liputan6/yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya