Liputan6.com, Jakarta - Saat Rapat Kerja bersama Komisi VIII DPR RI pada 13 November 2023, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 atau biaya haji naik menjadi Rp 105 juta.
Sedangkan pada 2023 ini, biaya haji dipatok Rp 90,05 juta. Artinya, kenaikan biaya haji dari realisasi 2023 ke usulan 2024 mencapai Rp 15 juta. Bukan angka yang kecil.
Baca Juga
"Jadi ini masih usulan awal yang akan dibahas di Panitia kerja (Panja) DPR dan pemerintah. Kalau sudah ditelaah dan dikaji harga-harga di lapangan, baru disepakati dan ditetapkan berapa yang dibayar jemaah haji (Bipih) dan berapa yang diambilkan dari nilai manfaat setoran awal jemaah," jelas Yaqut Cholil Qoumas dikutip dari laman resmi Kemenag, Kamis (16/11/2023).
Advertisement
Staf Khusus Menteri Agama bidang Media dan Komunikasi Publik Wibowo Prasetyo menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah mengatur bahwa BPIH merupakan sejumlah dana yang digunakan untuk operasional penyelenggaraan ibadah haji.
Di Pasal 44 menyebutkan, BPIH bersumber dari biaya perjalanan ibadah haji yang harus dibayar jemaah (Bipih), anggaran pendapatan dan belanja negara, nilai manfaat, dana efisiensi, dan atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Jadi Bipih yang harus dibayar jemaah itu adalah bagian dari BPIH. Kalau Kemenag sampaikan usulan awal BPIH sebesar Rp 105 juta, bukan berarti sejumlah itu juga yang harus dibayar langsung jamaah," jelas Wibowo dikutip dari keterangan resmi Kemenag, Kamis (16/11/2023).
"Berapa biaya yang akan dibayar jemaah haji 2024 belum ditentukan, masih akan dibahas. Sabar," sambungnya
Menag Yaqut Cholil Qoumas melanjutkan, kenaikan biaya haji 2024 tersebut karena ada perbedaan dalam skema pengusulan biaya haji 2024 dengan tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah tidak lagi menghitung komposisi besaran Bipih yang akan dibayar jemaah haji dan Nilai Manfaat.
"BPIH yang diusulkan pemerintah ini selanjutnya akan dibahas secara lebih detil setiap komponennya oleh Panja BPIH. Setelah BPIH disepakati, baru akan dihitung komposisi berapa besaran Bipih yang dibayar jemaah dan berapa yang bersumber dari Nilai Manfaat," papar Yaqut.
Menengok ke belakang pada 2023, pemerintah mengusulkan BPIH dengan rata-rata sebesar Rp 98,89 juta. Setelah serangkaian pembahasan melalui Panja BPIH dan peninjauan harga, pada akhirnya disepakati BPIH 2023 rata-rata sebesar Rp 90,05 juta dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp 15.150 dan 1 SAR sebesar Rp 4.040.
Selanjutnya, disepakati biaya Bipih yang dibayar jemaah pada 2023 rata-rata sebesar Rp 49,81 juta atau 55,3%, sedang yang bersumber dari nilai manfaat sebesar rata-rata Rp 40,23 juta atau 44,7%.
Penyebab Kenaikan
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab biaya haji 2024 naik kurang lebih Rp 15 juta dari 2023.
Faktor-faktor penyebab biaya haji naik antara lain kenaikan kurs, baik Dolar AS maupun Riyal, dan penambahan layanan.
"Biaya Haji 2023, disepakati dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp 15.150 dan 1 SAR sebesar Rp 4.040. Sementara Usulan Biaya Haji 2024 disusun dengan asumsi kurs 1 USD sebesar Rp 16.000 dan 1 SAR sebesar Rp 4.266," jelas Hilman, dalam keterangan resmi Kemenag, dikutip pada Kamis (16/11/2023).
Selisih kurs ini berdampak pada kenaikan biaya layanan yang bisa diklasifikasikan dalam tiga jenis.
Pertama, layanan yang harganya tetap atau sama dengan tahun 2023. Kenaikan dalam usulan BPIH 2024 terjadi karena adanya selisih kurs.
"Misalnya, transportasi bus salawat. Kami mengusulkan biaya penyediaan transportasi bus salawat tahun ini sama dengan 2023, sebesar SAR 146. Tapi asumsi nilai kursnya berbeda. Sehingga ada kenaikan dalam usulan," Hilman menjelaskan.
Kedua, layanan yang harganya memang naik dibanding tahun lalu. Kenaikan usulan terjadi karena kenaikan biaya dan selisih kurs. Sebagai contoh, akomodasi di Madinah dan Makkah.
"Pada 2023, sewa hotel (jamaah haji) di Madinah rata-rata SAR 1.373, tahun ini kita usulkan SAR 1.454. Demikian juga di Makkah, ada kenaikan usulan dari tahun sebelumnya," ujar Hilman.
Ketiga, layanan yang harganya naik dan volumenya bertambah. Kenaikan usulan terjadi karena selisih harga, selisih volume, dan juga selisih kurs.
Contohnya konsumsi di Makkah, tahun lalu disepakati dengan Komisi VIII DPR hanya 44 kali makan, meski pada akhirnya bisa disesuaikan menjadi 66 kali makan.
"Tahun ini kami usulkan layanan konsumsi di Makkah menjadi 84 kali makan, dengan rincian 3 kali makan selama 28 hari. Sehingga ada selisih volume. Harga konsumsi per satu kali makan pada tahun lalu dibanding tahun ini juga naik. Kenaikan bertambah seiring adanya perbedaan kurs," bebernya.
Selain itu, Hilman Latief juga mengatakan ada tren kenaikan biaya tiket penerbangan haji dari tahun ke tahun. Misalnya, pada 2017, ada kenaikan 5 persen, tahun 2018 ada kenaikan 5,2 persen, tahun 2019 ada kenaikan 9,2 persen.
"Tahum 2022 ada kenaikan 6,6 persen atau Rp 29,6 juta dan tahun lalu itu pasca covid-19 itu ada kenaikan 10,5 persen," kata dia dalam Rapat Panja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Komisi VIII DPR RI.
Dia mengusulkan, untuk ibadah haji 2024, biaya penerbangan haji naik sebesar 10 persen. Meski, dia berharap pada keputusan final nantinya bisa lebih rendah dari angka tersebut.
"Saat ini kami usulkan 10 (persen), tapi kami berharap bisa jauh lebih rendah dari nilai tersebut. Sesuai kesepakatan kita ingin memberikan pelayanan dengan biaya yang terjangkau tapi juga dengan layanan yang tetap baik," paparnya.
Jika menghitung dengan usulan kenaikan biaya tadi, angka yang didapat untuk tiket penerbangan ibadah haji 2024 menjadi sebesar Rp 35,9 juta. Pada haji 2023 lalu, Garuda Indonesia sebagai maskapai pun mematok tiket penerbangan haji sebesar Rp 32,7 juta.
Dia berharap, patokan harga tiket penerbangan haji yang lebih rendah bisa mempengaruhi biaya ibadah haji secara keseluruhan menjadi lebih terjangkau.
"Harapan kami sebagai penyelenggara, kami harap mendapatkan harga yang lebih rasional proporsional dan berdampak kepada BPIH yang lebih terjangkau," ungkapnya.
Penerbangan Haji
Sedangkan Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkap hitung-hitungan biaya yang dibutuhkan untuk angkutan ibadah haji 2024. Menurut datanya, ada kemungkinan kenaikan 4,7 persen dari sebelumnya.
Irfan menegaskan angka ini masih mengacu pada asumsi pergeseran harga dari sejumlah komponen pembentuk harga. Utamanya terkait kurs atau nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Komponen biaya haji, dan tahun lalu disepakati Rp 32.742.992 per jamaah dengan asumsi harga fuel 93 sen per liter dan kurs Rp 15.150," ujarnya dalam Rapat Panja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Komisi VII DPR RI, di Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Dia mengasumsikan nilai tukar rupiah berada di Rp 16.000 per dolar AS. Dengan kurs ini, maka akan ada peningkatan biaya sekitar 4,7 persen. Dia menegaskan, jika dalam perjalanan diskusi ada perubahan, maka bisa dipastikan juga angkanya ikut berubah.
"Dan memang bila kita menggunakan kurs Rp 16000 akan terjadi peningkatan 4,7 persen dibandingkan harga per jamaah tahun lalu. Ini masih sementara. Kami masiih menunggu. Artinya begitu ini turun berarti komponen juga berubah," jelasnya.
biaya bahan bakar avtur untuk kebutuhan pesawat tercatat berkontribusi sebesar 41,98 persen dari seluruh biaya. Kemudian, biaya sewa pesawat, yang bergantung dengan kurs sebesar 37,28 persen.
"Tapi yang jelas untuk komponen yang lain-lainnya kita gak naik. Problem-nya komponen valuta asing kita di harga kita cukup besar memang 70 persen," kata dia.
Irfan tetap membuka kemungkinan kalau nantinya kurs yang diputuskan untuk penetapan biaya haji 2024 bisa berubah atau bahkan turun. Ini menegaskan kembali kalau kurs Rp 16.000 per dolar AS adalah asumsi sementara.
Â
Advertisement
DPR Menolak
Panitia Kerja Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (Panja BPIH) Komisi VIII DPR RI menolak usulan biaya haji 2024 dipatok sebesar Rp 105 juta per jemaah. Salah satu alasannya, karena belum ditemukan kenaikan biaya dari sejumlah komponen pembentuk harga tersebut.
Misalnya yang menjadi sorotan adalah biaya penerbangan jemaah haji dari Indonesia ke Arab Saudi dan sebaliknya. Diketahui, secara sederhana, biaya penerbangan mencakup sekitar sepertiga dari biaya total BPIH yang ditentukan.
Panja BPIH pun sudah menggelar rapat dengan sejumlah pihak terkait, diantaranya, Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan. Lalu, operator bandara PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, AirNav Indonesia dan PT Pertamina. Kemudian, dilanjutkan bahasan dengan maskapai Garuda Indonesia dan Saudi Airlines.
"Dari hasil rapat dapat menyimpulkan bahwa semua institusi yang berkenaan dengan ini tidak menyatakan bahwa ada kenaikan harga. Sekali lagi saya sampaikan, tidak ada kenaikan harga," kata Anggota Panja BPIH Komisi VIII Jhon Kenedy Azis, di Kompleks DPR RI, Jakarta, ditulis Kamis (16/11/2023).
"Kecuali Pertamina. Tetapi, Pertamina untuk avtur akan mencoba menyesuaikan harga avtur di 2023 akan sama harga avtur di tahun 2024 yang akan datang," sambungnya.
Mengutip keterangan maskapai Garuda Indonesia, estimasi biaya avtur untuk penghitungan saat ini dipatok sebesar 93 sen per liter. Angka ini lebih rendah dari penghitungan rata-rata biaya avtur untuk penerbangan reguler di sejumlah titik embarkasi haji.
Meski tak menampik ada pengaruh pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, John menegaskan kontribusinya tidak akan terlalu besar pada besaran ongkos penerbangan haji 2024.
"Sebagaimana anda ketahui Garuda Indonesia menaikkan di tahun 2023 ongkosnya Rp32 juta, sekarang menaikkan Rp36 juta. Kalau toh naik kembali, saya sampaikan karena ada kenaikan USD terhadap rupiah hanya sekitar satu koma sekian persen seharusnya nilai naiknya tidak sesignifikan itu," bebernya.
Â
Kondisi Ekonomi Rakyat
Di sisi lain, Anggota Panja BPIH Komisi VIII Marwan Dasopang menyoroti soal kondisi ekonomi masyarakat yang berada dalam kondisi yang tak begitu baik. Dengan biaya haji yang tinggi, dia khawatir banyak masyarakat tak mampu melunasi biaya tersebut, meski hingga saat ini belum diputuskan berapa nominal yang harus dibayar jemaah.
"Khawatir kita nanti kuota tambahan 20 ribu, malah jadi sia-sia karena nanti orang tidak mampu membayar, membayar dengan waktu yang cukup singkat apalagi suasana menurut Komisi VIII saat ini ada tambahan lagi, ada program El Nino, itu pertanda dan petunjuk bahwa masyarakat sesungguhnya dalam keadaan ekonominya tidak baik," bebernya.
Marwan menegaskan, angka ideal yang bisa didapat masih pada kisaran Rp 90 juta untuk BPIH-nya. Dengan begitu, bisa diambil kesimpulan kalau biaya yang yang dibayar jemaah tak terlalu besar mengingat porsi antara tanggungan jemaah dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang akan ditentukan kemudian.
"Maka itu yang harus kita pertimbangkan tapi kami pasti akan mengamankan keuangan haji untuk memperhatikan jemaah pun tidak boleh mengambil hak orang lain dari kelolaan BPKH. Jadi subsidinya lebih besar tidak mungkin, inilah yang akan dipertimbangkan, jadi menimbang ini semua Komisi VIII harus hati-hati memutuskan ongkos haji tahun ini," urainya.
Respons Calon Jemaah
Seorang jemaah haji asal Bogor, Mawarni (59) mengungkapkan ia keberatan dengan usulan biaya haji 2024. "Saya sangat keberatan dengan rencana kenaikan biaya haji tahun depan karena saya menjadi salah satu jamaah yang akan berangkat tahun depan ke Tanah Suci," ungkap Mawarni kepada Liputan6.com, dikutip Kamis (16/12/2023).
Salah satu yang memberatkan jemaah dari naiknya biaya, menurut Mawarni, lantaran banyaknya jamaah haji di kalangan lansia dari menengah ke bawah. "Saya berharap biaya haji di tahun depan tetap sama seperti tahun ini. Begitu pula porsi pembiayaan antara jamaah dan Pemerintah," ujarnya.
Dia juga menyebut, biaya Haji di tahun ini saja sudah cukup berat. "Pemerintah harusnya bisa lebih peka melihat ekonomi masyarakat sekarang. Selepas pandemi Covid-19 meskipun sudah memasuki masa transisi, dampak terhadap pendapatan dan nilai uang saat ini itu terasa sekali, kalau dibilang orang inflasinya naik," jelas Mawarni.
Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) menilai usulan kenaikan biaya haji 2024 tersebut akan membebankan para calon jemaah haji.
"Pasti kenaikan ini akan menjadi beban yang berat buat para calon jemaah haji, di mana mereka diwajibkan untuk melunasi biaya haji yang kenaikannya sangat signifikan," kata Wakil Sekretaris Jenderal Sapuhi Adji Mubarok kepada Liputan6.com, Kamis (16/11/2023).
Menurut dia, meskipun pemerintah menjamin ada perubahan dari segi fasilitas dan lainnya. Namun, Sapuhi mengusulkan agar pemerintah perlu mengkaji lebih lanjut, apakah kenaikan biaya haji tahun depan itu sudah tepat atau tidak.
"Tapi menurut saya hal ini pun perlu dikaji dengan kemampuan para calon jemaah haji Indonesia apakah mereka sanggup melunasi hal ini," ujarnya.
Sapuhi berharap, jangan sampai kenaikan biaya haji itu membuat para calon jemaah mengurungkan niatnya untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci lantaran biaya yang semakin mahal.
"Jangan sampai ibadah haji ini hanya untuk kalangan berduit saja, dan akhirnya mereka yang sejak dari awal menabung harus kembali memendam keinginan untuk berhaji, dikarenakan pelunasan haji yang cukup tinggi," ujarnya.
Advertisement
Biaya Haji Indonesia Lebih Mahal dari Malaysia
Pengamat Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat mengatakan, kenaikan biaya haji menjadi Rp 105 juta membuat biaya haji di Indonesia lebih mahal dari Malaysia.
Sebagai gambaran, ongkos Haji Malaysia senilai RM 30,850 atau setara Rp102 juta rupiah.
"Pemerintah Malaysia mengungkapkan biaya haji per jamaah untuk warga negaranya yakni sebesar MYR 30.850 atau setara dengan Rp 102,5 juta (kurs Rp 3.325) dengan kuota haji 31,600 jamaah," jelasnya dikutip Kamis (16/11/2023).
Menurut dia, dandingkan Indonesia dengan kuota haji lebih banyak 7,6 kali lipat atau sejumlah 241.000 jemaah pada tahun 2024 daripada Malaysia.
"Biaya Haji Indonesia Rp105 juta/jamaah, jauh lebih mahal dari Malaysia yaitu Rp102,5 juta/jamaah. Padahal semakin banyak jamaah seharusnya biaya haji dapat ditekan lebih murah lagi.
Jamaah Haji Indonesia 2024 lebih banyak 7,6 kali lipat daripada Jamaah Malaysia sebesar 31,600 jamaah bandingkan dengan 241 ribu jamaah Indonesia.
"Jelas bahwa penyelenggaraan Haji Indonesia tidak efesien, tidak efektif dan tidak berhemat seperti halnya penyelenggara Haji Malaysia," terangnya.