Soal Pembatasan Pertalite, Menteri ESDM: Nanti, Napas Dulu

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menargetkan proses pembahasan revisi Perpres 191 kembali dilakukan pada Juni 2024. Terlebih, saat ini harga minyak mentah dunia terancam kembali naik akibat konflik Iran dan Israel.

oleh Tim Bisnis diperbarui 19 Apr 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2024, 17:00 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengadakan pertemuan dengan  awak media di Gedung Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/4/2024). (Sulaeman/Merdeka.com)
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengadakan pertemuan dengan awak media di Gedung Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/4/2024). (Sulaeman/Merdeka.com)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah sejak beberapa tahun lalu berencana untuk membatasi pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi agar penyalurannya lebih tepat sasaran. Namun ternyata sampai saat ini rencana tersebut belum berjalan juga.  

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan alasan pembatasan pembelian BBM subsidi tersebut belum terlaksana. Menurutnya, ada sejumlah persolan yang menyebabkan lambatnya progres revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014.

Beleid ini mengatur mengenai Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Nantinya, revisi ini akan mengatur kategori kendaraan yang bisa mengkonsumsi Solar dan Pertalite.

Persoalan pertama terkait pertimbangan baru pulihnya perekonomian masyarakat pasca pandemi covid-19. Pemerintah menilai masih membutuhkan waktu transisi sebelum memperketat pembelian BBM subsidi.

"Kita baru recovery dari covid-19, ini kan biar napas dulu ini," ujarnya kepada awak media di Gedung Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (19/4/2024).

Persoalan kedua ialah berlangsung masa pemilihan umum daerah hingga presiden beberapa waktu lalu. Keberlangsungan pemilu tersebut membuat proses pembahasan revisi Perpres 191 tahun 2014 menjadi terhambat.

"Kan (kemarin) ada pemilu," tegas Arifin.

Dia menargetkan proses pembahasan revisi Perpres 191 kembali dilakukan pada Juni 2024 mendatang. Terlebih, saat ini harga minyak mentah dunia terancam kembali naik akibat konflik Iran dan Israel.

"Juni ini bisa kita bahas dulu lah, sebelumnya kan ada pembahasan, kalau perkembangan situasi makin tidak (terkendali)," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Aturan Hampir Rampung, Beli Pertalite Dibatasi Tahun Ini

Detik-Detik Kenaikan Harga BBM Bersubsidi di SPBU
Antrean kendaraan sesaat jelang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi di SPBU Kawasan Jalan Siliwangi, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (3/9/2022). Pemerintah resmi menaikkan harga BBM Bersubsidi pada Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB. Harga BBM Subsidi jenis Pertalite naik dari Rp 7650 ke Rp 10.000,- dan Pertamax dari Rp 12.500 ke Rp 14.500,-(Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pembahasan regulasi pembatasan BBM Subsidi sudah hampir rampung. Setelah itu, dia menargerkan aturan itu akan berlaku tahun ini.

Diketahui, ketentuan pembatasan itu diatur dalam revisi Perpres 191 Tahun 2014. Nantinya pengguna BBM subsidi seperti Pertalite dan Solar akan diatur lebih ketat.

"Mudah-mudahan (selesai kuartal II-2024)," ucap Arifin Tasrif di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (8/3/2024).

Pembahasan revisi Perpres 191/2014 itu harus selesai tahun ini. Mengingat lagi draf revisi sudah dibahas sejak satu tahun lalu. Setelah itu selesai, pembatasan beli Pertalite dan Solar akan semakin ketat.

"Harus selesai tahun ini lah harus jalan, beberapa bulan ini harus selesai, kan udah 1 tahun draf-nya," tuturnya.

Dia menjelaskan, aturan hasil revisi itu memastikan lagi BBM Bersubsidi dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite digunakan oleh kalangan yang berhak. Jika tidak, pemerintah akan menanggung kerugian imbas dari subsidi yang tidak tepat sasaran.

"Itu supaya alokasi BBM tepat sasaran, kan harus tepat sasran ya, kalau eggak kan rugi pemerintah kemudian yang menikmati orang yang gak tepat," jelasnya.

Aturan baru nantinya akan memuat kategori kendaraan apa saja yang boleh menggunakan Pertalite dan Solar.

"Nanti ada kategori kendaraan yang kelas mana yang boleh pake Solar, Pertalite, umumnya yang dikasih Solar itu kendaraan yang angkut bahan pangan, bahan pokok angkutan umum supaya tidak menambah beban masyarakat yang memerlukan," pungkasnya.

 


Tunggu Bahasan

FOTO: Harga Pertalite Turun Setara Premium Jadi Rp 6.450 per Liter
Petugas SPBU mengisi bahan bakar jenis pertalite kepada pengguna sepeda motor di Pamulang, Tangerang Seatan, Banten, Senin (21/9/2020). Pertamina memberi diskon harga BBM jenis pertalite di Tangerang Selatan dan Bali, dari Rp 7.650 menjadi Rp 6.450 per liter. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM)bersubsidi jenis Pertalite masih menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM. Hal tersebut diungkap oleh Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (disingkat BPH Migas) Erika Retnowati.

“Jadi kita tunggu, nanti kalau sudah ada terbit dari revisi Perpresnya, kita baru bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan Pertalite,” kata Erika dikutip dari Antara, Selasa (9/1/2024).

Perlu ada pengaturan yang lebih rinci terkait klasifikasi konsumen pengguna Pertalite. Saat ini, regulasi yang berlaku, yakni Perpres Nomor 191 tahun 2014, baru mengatur konsumen pengguna untuk Solar. Revisi Perpres tersebut dibutuhkan karena di dalamnya akan ditetapkan siapa saja konsumen yang berhak menggunakan Pertalite.

BPH Migas mengakui bahwa saat ini telah mengusulkan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 agar memiliki landasan hukum yang jelas terkait ketentuan penggunaan Pertalite.

“Jadikan pengaturan untuk BBM bersubsidi itu akan diatur di dalam Perpres. Di dalam Perpres akan ditetapkan siapa konsumen penggunanya,” kata Erika.

“Kalau sudah ada terbit dari revisi Perpresnya baru bisa melakukan pengaturan untuk pembatasan pertalite,” ucap Erika menambahkan.

Usulan revisi Perpres yang mengatur tata niaga BBM itu sudah diajukan sejak pertengahan 2022 lalu. Revisi Perpres tersebut dinilai penting oleh berbagai pihak untuk mengendalikan konsumsi BBM subsidi Pertalite agar tidak melampaui kuota yang ditetapkan dalam APBN.

  

Infografis Wacana Pertamax Jadi BBM Bersubsidi Gantikan Pertalite, Ini Klarifikasi Menteri ESDM. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Wacana Pertamax Jadi BBM Bersubsidi Gantikan Pertalite, Ini Klarifikasi Menteri ESDM. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya