Kadin Tak Ingin Industri Tekstil Makin Lemah Akibat Ulah Importir Nakal

Masuknya barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) menghambat pertumbuhan sektor tersebut untuk mendominasi pasar dalam negeri.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 25 Jun 2024, 20:50 WIB
Diterbitkan 25 Jun 2024, 20:50 WIB
Pabrik Tekstil
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan fasilitas kawasan berikat telah berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Faktanya, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia. (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menyoroti kinerja sektor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang kian melemah.

Dalam melihat pelemahan ini, ia mempertanyakan impor-impor barang yang ada. Arsjad curiga penurunan kinerja ini lantaran adanya sejumlah oknum yang membuat barang impor tekstil gampang masuk ke pasar domestik.

"Bagaimana pembatasan daripada impor, karena jangan sampai barang dari negara-negara tertentu bebas masuk karena oknum-oknum tertentu, yang akibatnya mengakibatkan yang larinya kepada industri tekstil," ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Selasa (25/6/2024).

"Karena sekarang dalam konteks pertekstilan, bukan hanya di pabriknya, tapi juga ada yang home industry, yang dimana itu banyak teman-teman saudara kita UMKM," kata Arsjad.

Sebelumnya, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengatakan masuknya barang impor tekstil dan produk tekstil (TPT) menghambat pertumbuhan sektor tersebut untuk mendominasi pasar dalam negeri.

Direktur Eksekutif API Danang Girindrawardana mengatakan, sejak 2 tahun lalu industri tekstil dan produk tekstil terpaksa mengurangi hampir 100 ribu pekerjanya, dan mulai berangsur membaik pada tahun 2022.

Namun ia mengatakan regulasi relaksasi barang impor yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 berpotensi membuat pasar domestik didominasi oleh produk garmen dan tekstil impor.

Gempuran tersebut membuat industri TPT belum mampu menjadi tuan rumah di negara sendiri. Selain itu, pemangku kepentingan di industri TPT juga sudah berulang kali mengingatkan pemerintah untuk menghentikan impor tekstil dan garmen.

"Dalam 5 bulan terdapat empat kali perubahan Permendag sampai dengan Permendag 8 tahun 2024 ini," ujar dia kutip dari Antara, beberapa waktu lalu.

 

Lartas Impor

Pabrik Tekstil
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan fasilitas kawasan berikat telah berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Faktanya, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia. (Dok. Istimewa)

Pihaknya berharap pemerintah mau menerapkan kembali larangan dan pembatasan (lartas) impor. Sehingga bisa menjaga iklim sektor TPT agar dapat mendominasi pasar domestik dan internasional.

Di sisi lain, Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga menyangkal asumsi jika Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor membuat pelaku industri tekstil sengsara. Menurut dia, aturan baru pengganti Permendag 36/2023 ini justru dimaksudkan untuk memudahkan para pelaku usaha, bukan malah menyulitkan. Sejumlah pelaku usaha terkait pun disebutnya telah mendukung regulasi ini.

"Pada prinsipnya Permendag 8/2024 itu dimaksudkan untuk mempermudah. Ini bisa dicek di beberapa asosiasi dan juga beberapa pelaku usaha, mereka menyambut baik terbitnya Permendag 8, karena lebih simpel, lebih cepat dan lebih banyak kesempatan untuk mereka bisa men-submit ini secara efisien," urainya di Kantor Kemendag, Jakarta, Kamis (13/6/2024).

 

 

Impor Tekstil Masih Butuh Pertek

Investasi Teksil Meningkat Saat Ekonomi Lesu
Pekerja memotong pola di pabrik Garmen,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Jerry sebelumnya melihat banyak barang impor yang tertahan tidak bisa masuk Indonesia gara-gara butuh pertimbangan teknis (pertek). Melalui Permendag 8/2024, beberapa produk tidak lagi memerlukan pertimbangan tersebut, cukup dengan persetujuan impor dari Kementerian Perdagangan.

"Tapi masih ada juga yang masih membutuhkan (pertek), seperti tekstil, produk tekstil. Kalau produk tekstil itu betul masih memerlukan pertimbangan teknis," ujar dia.

Namun, Kemendag tidak punya wewenang untuk mengeluarkan pertek. Ranah itu berada di kementerian terkait lainnya, sementara Kemendag berada di bagian akhir untuk persetujuan impor jika proses itu telah selesai.

"Jadi kami itu adalah kementerian yang di ujung. Ketika syarat-syarat teknis sudah selesai, diajukan ke kami, nah kami bisa lakukan approval itu. Nah ini tentunya harus sinergi antar kementerian/lembaga, enggak bisa kerja sendiri, perlu koordinasi, komunikasi, sinergi yang paling penting, supaya enggak miskom," ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya