Liputan6.com, Jakarta Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansah mengharapkan adanya transparansi terkait mekanisme lelang impor beras yang saat ini dinilai belum sesuai dengan tata kelola.
Ia mengatakan pengadaan impor yang tidak transparan berpotensi menyebabkan kerugian negara karena munculnya biaya tambahan akibat keterlambatan pengembalian peti kemas (demurrage) dan selisih harga dari kesepakatan awal (mark up).
Baca Juga
"Sekarang semua harus diperiksa, karena ada impor tidak benar dan mekanisme pengadaan yang tidak benar," katanya dikutip dari Antara, Selasa (23/7/2024).
Menurut dia, pengadaan impor beras untuk stok dalam negeri tersebut membutuhkan transparansi dan evaluasi untuk mencegah timbulnya hal-hal yang dapat melahirkan kerugian negara.
Advertisement
Ia mengharapkan Perum Bulog, yang sangat berperan dalam mengamankan penyediaan pangan, lebih terbuka kepada publik terkait mekanisme lelang impor beras serta hal-hal lain terkait pengadaan untuk pemenuhan stok nasional.
"Masih sangat jauh dari transparan selama ini. Tidak pernah dibuka. Kadang-kadang beras membusuk di gudang, mau impor lagi, padahal beras kemarin sudah banyak," kata dia.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Dugaan kerugian akibat demurrage muncul karena impor terhambat oleh dokumen pengadaan impor yang tidak layak dan lengkap sehingga menimbulkan biaya denda di sejumlah wilayah kepabeanan tempat masuknya beras impor.
Dugaan Mark Up
Terkait dugaan hal itu, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan pihaknya menghormati adanya aduan kepada KPK mengenai dugaan mark up tersebut.
Ketut memastikan Bapanas dalam menjalankan tugas dan fungsinya senantiasa mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional.
Sementara itu, Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengatakan mekanisme lelang impor sudah dilaksanakan secara terbuka dan ketat, yang diawali dengan pengumuman bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras dari luar negeri.
Para peminat lelang tersebut biasanya tercatat mencapai 80-100 importir. Namun, perusahaan yang mengikuti proses lelang lanjutan umumnya hanya mencapai 40-50 perusahaan, seiring dengan seleksi ketat yang telah diterapkan Perum Bulog.
Advertisement
Dugaan Mark Up Impor Beras, Pengamat Harap Bapanas Perum Bulog Bisa Prioritaskan Stok Dalam Negeri
Sebelunya, Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta Badan Pangan Nasional (Bapanas)-Perum Bulog untuk mengutamakan penyerapan beras produksi dalam negeri guna memenuhi kebutuhan stok pangan nasional.
"Ini sebetulnya beras kita cukup. Beras kita cukup untuk kita sendiri," ujar Uchok melalui keterangan tertulis, melansir Antara, Sabtu (20/7/2024).
Ia mengharapkan Bapanas-Perum Bulog dapat fokus melayani dan meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia melalui penyerapan hasil pangan, terutama jelang musim panen.
"Harusnya Bapanas-Bulog dapat melayani dan meningkatkan kesejahteraan para petani kita sendiri," ucap Uchok.
Oleh karena itu, ia menyayangkan adanya rencana impor beras untuk memenuhi stok domestik hingga Desember 2024 nanti. Apalagi, kata dia, sempat muncul dugaan mark up impor beras.
"Seharusnya impor distop, karena impor ini bukan hanya akan merugikan negara dengan adanya dugaan mark up, tapi juga sangat merugikan petani," terang Uchok.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Bapanas dan Perum Bulog kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu 3 Juli 2024 atas dugaan penggelembungan harga beras impor.
Atas dugaan hal itu, Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Bapanas I Gusti Ketut Astawa mengatakan bahwa pihaknya menghormati adanya aduan kepada KPK mengenai dugaan mark up harga terkait impor 2,2 juta ton beras.
"Bapanas dalam menjalankan tugas dan fungsinya senantiasa mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional," ucap Ketut.
Di samping itu, Perum Bulog mengklaim telah menjadi korban tuduhan dugaan mark up harga terkait impor beras tersebut.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso mengatakan laporan itu membentuk opini buruk di masyarakat terkait perusahaannya tersebut.
Menurut Widiarso, atas laporan tersebut yang dinilai tanpa ada fakta, maka akan merugikan reputasi perusahaan yang telah dibina oleh Perum Bulog.
Mark Up Impor Beras Berpotensi Rugikan Devisa Negara Rp 8,5 triliun
Sebelumnya, Ekonom Gede Sandra meyakini dampak skandal penggelembungan harga atau mark up impor beras akan membebani devisa negara. Apalagi saat ini nilai tukar rupiah dihadapan dolar Amerika Serikat (AS) belakangan ini mengalami pelemahan.
Gede menegaskan, kebijakan impor beras tidak mengantarkan kebaikan untuk rakyat. Mengingat mark up anggaran tersebut berpotensi merugikan negara hingga Rp8,5 triliun.
"Banyaknya impor dengan kurs yang semakin lemah akan menguras devisa dan sekaligus mengurangi pertumbuhan ekonomi," kata Gede di Jakarta, Jumat 19 Juli 2024.
Sebelumnya, Fakta baru mulai terungkap pada polemik beras impor yang tidak saja menghebohkan pemegang kebijakan di Indonesia, tapi juga di negara Vietnam.
Sebagaimana yang pernah disampaikan Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto, yang menyatakan bahwa isu penggelembungan (mark up) harga beras impor itu tidak benar.
“Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini,”ucap Suyamto, di Jakarta, Jumat 19 Juli 2024.
Advertisement