Kontribusi UMKM ke PDB Indonesia Tembus Rp 9.580 Triliun

Kontribusi UMKM kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 61% atau senilai Rp 9.580 triliun

oleh Septian Deny diperbarui 06 Agu 2024, 20:55 WIB
Diterbitkan 06 Agu 2024, 20:53 WIB
UMKM Diajak Manfaatkan Fasilitas GSP Ekspor Produk ke AS
Pekerja membuat mebel di kawasan Tangerang, Selasa (3/11/2020). Generalized System of Preference (GSP) atau fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk memungkinkan produk UMKM lebih banyak diekspor ke Amerika Serikat. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Data Kementerian Koperasi dan UKM, Indonesia memiliki 65,5 juta usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Sebagai pilar penting pembangunan, UMKM berkontribusi besar bagi perekonomian bangsa.

Sektor UMKM memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 61% atau senilai Rp9.580 triliun, sementara kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja mencapai 97% dari total tenaga kerja.

Bank Dunia pada 2023 memproyeksikan, dalam tiga tahun ke depan, ekonomi Indonesia tumbuh lebih dari 0,1% setiap tahunnya, dan UMKM sebagai penggerak ekonomi Indonesia akan bertambah mencapai 83,3 juta pelaku pada 2034.

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop UKM) mengatakan program pendampingan terhadap para pelaku usaha mikro, secara langsung membantu skala bisnis di sektor tersebut meningkat, karena bisa memberikan pengetahuan, serta kedisiplinan bisnis yang efektif.

"Jadi proses pendampingan ini memang sudah lazim, kami sendiri dari Kementerian Koperasi dan UKM juga meyakini melalui proses pendampingan lebih efektif dibandingkan dengan model diklat yang sifatnya itu tidak berkelanjutan," kata Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Arif Rahman Hakim dikutip dari Antara, Selasa. (6/8/2024).

Arif mengatakan, berdasarkan pantauan Kemenkop UKM terhadap para pelaku usaha atau komunitas yang melakukan pendampingan, kegiatan itu secara berangsur bisa menaikkan skala bisnis ke level yang lebih tinggi, seperti yang pada awalnya menargetkan pasar di tingkat kabupaten, naik ke level provinsi, serta meningkat kembali ke level nasional.

"Memang pendampingan itu butuh waktu sampai dengan tiga tahun. Jadi tiga tahun itu sudah kemudian ada yang dari usaha mikro menjadi usaha menengah, dan besar," katanya.

Oleh karena itu guna memacu peningkatan skala usaha mikro, pihaknya bersama dengan Danone dan Yayasan Pendidikan Umar Usman menyelenggarakan Damping Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menyasar para pelaku UMKM untuk meningkatkan kemampuan berbisnis dan peningkatan kapasitas.

Government and External Scientific Affairs Director Danone Indonesia Rachmat Hidayat menyampaikan, program tersebut bertujuan untuk memacu pelaku UMKM untuk bisa memberikan inspirasi, inovasi, dan berdampak positif kepada lingkungan sekitar dari usaha yang dijalankannya.

Pihaknya mencatat sudah ada 8.000 lebih alumni pelaku usaha dari program Damping UMKM yang kini skala usahanya lebih baik dan lebih berkembang. "Bermula di 2020 untuk membantu UMKM bangkit dari keterpurukan COVID-19, Damping UMKM dirancang untuk mendorong UMKM Indonesia kembali menemukan potensinya agar bertahan, berinovasi, bertumbuh dan berkembang," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


KemenkopUKM Sebut Serbuan Produk Impor Ilegal Bikin Rugi Pajak Rp 6,2 Triliun

FOTO: Ekspor Impor Indonesia Merosot Akibat Pandemi COVID-19
Aktivitas bongkar muat kontainer di dermaga ekspor impor Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Menurut BPS, pandemi COVID-19 mengkibatkan impor barang dan jasa kontraksi -16,96 persen merosot dari kuartal II/2019 yang terkontraksi -6,84 persen yoy. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) menduga 50 persen impor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) asal China tidak tercatat. Produk impor TPT yang tidak terdaftar itu merupakan barang ilegal.

Hal itu Plt. Deputi Bidang UKM KemenKopUKM, Temmy Setya Permana saat acara Sharing Session terkait Serbuan Produk Impor di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Selasa (6/8/2024). "Ada 50 persen nilai impor yang tidak tercatat, artinya kita menduga mengindikasikan ada produk yang masuk secara ilegal karena tidak tercatat," ujar Temmy.

Temmy menuturkan, potensi impor tidak tercatat terbesar pada HS (60-63) berupa pakaian jadi. "Terdapat selisih yang besar pada HS Code pakaian jadi (61-63)," ujar Temmy.

Adapun potensi kerugian atas impor TPT asal China yang tidak tercatat mencapai sekitar Rp 29,7 triliun pada 2021. Angka estimasi kerugian ini diperoleh dari proyeksi total ekspor China ke Indonesia mencapai Rp58,1 triliun, sementara yang tercatat secara resmi hanya Rp28,4 triliun.

Sedangkan, potensi kerugian atas impor TPT asal China yang tidak tercatat sekitar Rp 29,5 triliun pada 2022. Prediksi kerugian ini diperoleh dari proyeksi total ekspor China ke Indonesia mencapai Rp61,3 triliun, sementara yang tercatat secara resmi hanya Rp31,8 triliun.

Secara luas, serbuan produk impor ilegal tersebut juga berdampak pada kehilangan potensi serapan 67 ribu tenaga kerja dengan total pendapatan karyawan Rp 2 triliun per tahun. Selain itu, terdapat potensi kehilangan PDB multi sektor TPT sebesar Rp11,83 triliun per tahun.

"Ada juga kerugian negara pada sektor pajak sekitar Rp6,2 triliun terdiri dari pajak Rp1,4 triliun dan Bea Cukai Rp4,8 triliun," ujar dia.

 


Rekomendasi Kemenkop UKM

Acara Sharing Session terkait Serbuan Produk Impor di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Selasa (6/8/2024). (Foto: Tim Bisnis)
Acara Sharing Session terkait Serbuan Produk Impor di Kantor Kemenkop UKM, Jakarta, Selasa (6/8/2024). (Foto: Tim Bisnis)

Untuk mengatasi serbuan barang impor ilegal, Kemenkop UKM merekomendasikan kebijakan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) sebesar 200 persen untuk produk yang dikonsumsi akhir atau pada kode HS 58-65. Kemudian, KemenKop UKM mendukung usulan Kemenko Perekonomian tentang insentif restrukturisasi mesin dalam bentuk pembebasan bea impor terhadap mesin.

“Jadi memang 200 persen itu oke, tapi kita mengusulkan agar hati-hati pada produk akhir bukan terhadap bahan baku, industri sehingga industri tetap berkembang," tutur dia.

Untuk diketahui, data tersebut berasal dari internal KemenkopUKM yang berasal dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) hingga Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI).

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya