Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada awal perdagangan Kamis ini. Penguatan rupiah ini didukung peningkatan minat pelaku pasar terhadap lelang obligasi negara.
PAda Kamis (5/9/2024) pagi, rupiah dibuka naik 64 poin atau 0,41 persen menjadi 15.416 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.480 per dolar AS.
Baca Juga
"Dari dalam negeri, peningkatan indeks saham dan lelang obligasi negara yang oversubscribed kemarin turut mendukung penguatan rupiah," kata analis Bank Woori Saudara Rully Nova dikutip dari Antara.
Advertisement
Rully menuturkan peningkatan minat lelang obligasi negara sebesar Rp 45 triliun atau dua kali dari target. Sementara indeks saham naik 0,74 persen menjadi 7,672.
Selain itu, rupiah pada perdagangan hari ini diperkirakan meningkat, juga dipengaruhi oleh data pembukaan lapangan kerja AS JOLTS yang lebih rendah dari bulan sebelumnya.
Data pembukaan lapangan kerja AS JOLTS turun dari 8,1 juta menjadi 7,7 juta per Juli 2024.
Ia memproyeksikan nilai tukar rupiah menanjak di kisaran 15.420 sampai dengan 15.470 per dolar AS.
Proyeksi Rupiah
Sebelumnya, Chief Economist Mandiri Sekuritas, Rangga Cipta prediksi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS bisa menguat di bawah 16.000 atau di kisaran 15.900 pada kuartal tiga 2024.
Pergerakan Rupiah, menurut Rangga sangat bergantung pada pemangkasan suku bunga The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS).
"Ekspektasi The Fed memangkas suku bunga pada akhir tahun ini. Bulan lalu market ekspektasi apa penurunan 2-3 kali. Prediksi market sekarang The Fed akan melakukan penurunan hingga 5 kali. Semakin besar harapan pemangkasan. Sisa 3 meeting The Fed kemungkinan akan memotong lebih besar dari 25 basis poin," ujar Rangga, dalam acara Mandiri Sekuritas Economic and Market Outlook, Rabu (7/8/2024).
Penurunan Bunga Fed
Meskipun Rupiah diproyeksikan menguat pada kuartal tiga, Rangga memperkirakan nilai tukar rupiah akan kembali di level Rp 16.000 pada kuartal IV. Dia menuturkan, pada periode tersebut, nilai tukar rupiah akan mengalami tekanan dari dalam dan luar negeri.
Adapun jika The Fed melanjutkan penurunan suku bunga hingga semester pertama 2025, maka Rupiah akan kembali menguat.
Dari luar negeri, Rangga menuturkan nilai tukar rupiah akan mengalami tekanan dari Pemilu AS. Salah satunya survei yang menunjukkan calon presiden AS dari Republik, Donald Trump mengungguli bakal calon dari Demokrat, Kamala Harris.
"Ini menimbulkan kekhawatiran Amerika akan agresif terhadap China. Kita tahu kita ekspor ke China itu hampir 25 persen. Jadi kalau ekonomi China makin terganggu, pasti ekspor kita ke sana juga terganggu,” ujar dia.
Sedangkan dari dalam negeri penyebabnya adalah peralihan pemerintahan baru seperti pengumuman kabinet terkait ekonomi dan kebijakan ekonominya.
Advertisement