Indonesia Butuh Peningkatan Daya Saing Industri Nikel, Begini Caranya

Industri tambang di Indonesia didorong untuk mendapatkan audit dari Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), salah satunya industri nikel.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 18 Okt 2024, 14:15 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2024, 14:15 WIB
Nikel sulfat produksi PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL). (Dok NCKL)
Nikel sulfat produksi PT Halmahera Persada Lygend (PT HPL). (Dok NCKL)

 

Liputan6.com, Jakarta Di tengah meningkatnya tuntutan global terhadap keberlanjutan dan praktik pertambangan yang bertanggung jawab, audit independen menjadi langkah penting bagi industri nikel Indonesia untuk menjaga reputasi dan daya saingnya di pasar internasional.

Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), sebagai auditor dengan standar pertambangan yang sangat ketat, kini menjadi acuan bagi industri nikel dalam menunjukkan komitmen terhadap praktik berkelanjutan.

Pakar sekaligus Chief Executive Officer Landscape Indonesia, Agus P. Sari menyatakan bahwa audit oleh IRMA bukan hanya soal memenuhi kewajiban, tetapi juga kesempatan bagi perusahaan nikel untuk membuktikan bahwa operasi mereka sejalan dengan standar global.

“Dalam IRMA, banyak organisasi non-pemerintah (NGO) yang sangat kritis dan tegas, sehingga audit ini menjadi validasi nyata atas komitmen keberlanjutan perusahaan,” jelas Agus, Jumat (18/10/2024).

Perkuat Kepercayaan Pasar

Audit IRMA tidak hanya memperkuat kepercayaan pasar terhadap nikel Indonesia, tetapi juga melindungi industri ini dari tudingan dirty nickel yang sering kali muncul akibat praktik penambangan yang tidak ramah lingkungan.

Agus menekankan bahwa di pasar global, terutama di Eropa dan Amerika Serikat, keberlanjutan menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi keputusan pembeli. Jika standar keberlanjutan tidak terpenuhi, Indonesia berisiko kehilangan pangsa pasar yang signifikan.

"Para pembeli nikel sekarang semakin kritis. Jika Indonesia tidak mampu membuktikan bahwa industrinya berkelanjutan, mereka akan mencari pasokan dari negara lain," ujar Agus. Ia juga menekankan bahwa audit IRMA yang dilakukan pada Harita Nickel menjadi preseden positif bagi industri nikel Indonesia. Harita Nickel, yang beroperasi di Pulau Obi, Halmahera Selatan, telah memulai langkah penting dengan menjalani audit IRMA pertama di Indonesia.

Menurut Agus, tantangan dalam menjalani audit IRMA memang besar, namun hasilnya akan sangat berharga bagi perusahaan nikel Indonesia yang ingin bersaing di kancah global. Proses audit ini tidak hanya menilai aspek lingkungan, tetapi juga mencakup tanggung jawab sosial dan praktik bisnis yang transparan.

"Ini adalah proses yang rumit dan sensitif, tetapi jika berhasil, perusahaan akan mendapatkan pengakuan internasional yang dapat membuka banyak peluang pasar," tambahnya.

 

Disambut Baik Pemerintah

Nikel
Ilustrasi Nikel

Pemerintah Indonesia juga menyambut baik inisiatif ini. Septian Hario Seto, Deputi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marinves), menyatakan bahwa audit IRMA penting untuk memastikan bahwa industrialisasi nasional berjalan seiring dengan standar global.

“Keberlanjutan bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga tentang menciptakan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan industri,” jelas Septian.

Dengan meningkatnya kesadaran global terhadap isu-isu keberlanjutan, industri nikel Indonesia perlu terus memperkuat komitmen terhadap praktik tambang yang bertanggung jawab.

Audit IRMA menjadi salah satu cara paling efektif untuk menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya mampu memproduksi nikel dalam jumlah besar, tetapi juga mematuhi standar keberlanjutan internasional yang ketat.

Kesuksesan audit pertama oleh Harita Nickel diharapkan akan diikuti oleh perusahaan-perusahaan nikel lain di Indonesia. Hal ini tidak hanya akan memperbaiki citra industri nikel Indonesia, tetapi juga meningkatkan daya saing produk nikel di pasar global yang semakin kritis terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya