Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali merosot terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Kamis, 16 Januari 2025. Sejumlah sentimen data ekonomi Amerika Serikat bayangi rupiah.
Rupiah ditutup melemah 50 poin terhadap dolar AS, setelah sempat melemah 70 poin di level 16.376, dari penutupan sebelumnya di level 16.325.
Advertisement
Baca Juga
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp.16.360 - Rp.16.430," ungkap Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Kamis (16/1/2025).
Advertisement
"Rilis data inflasi indeks harga konsumen untuk bulan Desember terbaca sedikit lebih rendah dari yang diharapkan. CPI utama sesuai dengan estimasi, sementara CPI inti hanya meleset dari ekspektasi. Namun, data yang keluar hanya sehari setelah data indeks harga produsen yang lebih lemah dari yang diharapkan," ia menambahkan.
Rendahnya data Consumer Price Index (CPI) meningkatkan spekulasi pelonggaran inflasi AS akan memberi The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral Amerika Serikat (AS) lebih banyak keyakinan untuk memangkas suku bunga tahun ini.
"Bank sentral diproyeksikan akan memangkas suku bunga dua kali pada tahun 2025, setengah dari total penurunannya pada tahun 2024," beber Ibrahim.
Di sisi lain, dengan kembalinya Donald Trump menjabat sebagai Presiden AS mulai pekan depan, para analis memperkirakan beberapa kebijakannya akan mendorong pertumbuhan serta meningkatkan tekanan harga.
Ibrahim menambahkan, The Federal Reserve (the Fed) akan sangat berhati-hati untuk melanjutkan pemotongan suku bunga hingga ada kepastian mutlak inflasi akan kembali turun. Adapun sanksi yang lebih luas pada produsen minyak dan tanker Rusia. Sanksi-sanksi AS mendorong Rusia untuk menjajaki pasar baru minyak.
"Fokus minggu ini akan tertuju pada beberapa indikator ekonomi utama yang akan memberikan wawasan tentang kinerja ekonomi Tiongkok pada penutupan tahun 2024. Angka Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut untuk tahun 2024 akan dirilis pada hari Jumat. Selain itu, data produksi industri Desember, dan angka penjualan ritel juga akan dirilis pada hari Jumat," imbuh Ibrahim.
Ekonomi Domestik
Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan mencapai kisaran 4,7-5,5 persen.
Proyeksi tersebut lebih rendah daripada ekspektasi sebelumnya di 4,8-5,6 persen karena mencermati kondisi dinamika ekonomi yang bergejolak.
Pada kuartal IV/2024, pertumbuhan ekonomi Indonesia sedikit di bawah perkiraan dipengaruhi oleh lebih rendahnya permintaan domestik, baik konsumsi maupun investasi.
"Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi 2024 sedikit lebih rendah dari titik tengah, masih di atas 5 persen, namun di bawah 5,1 persen. Berkaca dari itu, pertumbuhan ekonomi pada 2025 juga lebih rendah dari perkiraan sebelumnya," papar Ibrahim.
Perkiraan itu karena ekspor diperkirakan lebih rendah seiring dengan melambatnya permintaan negara-negara mitra dagang utama, kecuali AS.
Konsumsi Masyarakat RI Masih Loyo
Ibrahim juga menyoroti konsumsi rumah tangga yang masih lemah, khususnya golongan menengah ke bawah, sehubungan dengan belum kuatnya ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja.
"Pada saat yang sama, dorongan investasi swasta juga belum kuat karena masih lebih besarnya kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan, baik domestik maupun ekspor," katanya.
Advertisement
Rupiah Cuma Melemah 1% di Awal 2025, Lebih Baik Dibanding Rupee hingga Bath
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengungkapkan bahwa nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Januari 2025 (hingga 14 Januari 2025) hanya melemah sebesar 1,00% (ptp) dari level nilai tukar akhir 2024.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, nilai tukar rupiah tetap terkendali di tengah ketidakpastian global yang tinggi, didukung oleh kebijakan stabilisasi Bank Indonesia.
Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS juga relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, yakni Rupee India 1,20%, Peso Filipina 1,33%, dan Baht Thailand 1,92%.
“Sebaliknya, nilai tukar Rupiah tercatat menguat terhadap mata uang kelompok negara maju di luar Dolar AS, dan stabil terhadap mata uang kelompok negara berkembang,” ungkap Perry, dalam konferensi pers RDG Januari 2025, Rabu (15/1/2025).
Dikatakannya, perkembangan tersebut sejalan dengan kebijakan stabilisasi BI serta didukung oleh aliran masuk modal asing yang masih berlanjut, imbal hasil instrumen keuangan domestik yang menarik, serta prospek ekonomi Indonesia yang tetap baik.
“Ke depan, nilai tukar Rupiah diprakirakan stabil didukung komitmen Bank Indonesia menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, imbal hasil yang menarik, inflasi yang rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap baik” jelas Perry.
Ia menambahkan, bahwa seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI, untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk investasi portofolio asing dan mendukung stabilitas nilai tukar rupiah.
Rupiah Menguat terhadap Dolar AS di Tengah Rencana Tarif Perdagangan Donald Trump
Sebelumnya, Rupiah menunjukkan penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Selasa, 14 Januari 2025. Lalu bagaimana prediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Rabu, 15 Januari 2025?
Rupiah ditutup menguat 13 poin terhadap dolar Amerika Serikat (USD), setelah menguat 35 poin di level Rp 16.270 dari penutupan sebelumnya di level Rp 16.283.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang Rupiah fluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 16.126–Rp 16.320,” ungkap Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi dalam keterangan di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Ibrahim menuturkan, pedagang berspekulasi tentang seberapa parah tarif perdagangan yang direncanakan Presiden Terpilih AS Donald Trump dan juga menunggu lebih banyak isyarat tentang suku bunga AS dari data inflasi utama yang akan dirilis minggu ini, dengan dolar tetap mendekati level tertinggi dua tahun untuk mengantisipasi data tersebut.
Selain itu, tim Donald Trump sedang mempersiapkan rencana untuk penerapan tarif perdagangan secara bertahap dalam beberapa bulan mendatang. Hal ini meskipun belum jelas apakah presiden terpilih AS itu akan menindaklanjuti rencana tersebut.
Tarif impor tersebut akan melibatkan kenaikan tarif antara 2% hingga 5% setiap bulan, dan bakal memberi Washington lebih banyak pengaruh dalam negosiasi perdagangan, sekaligus mencegah lonjakan inflasi yang tiba-tiba karena bea masuk.
"Namun, hal ini sebagian besar diimbangi oleh kekhawatiran bahwa tarif juga akan menjadi faktor inflasi yang lebih tinggi, sehingga suku bunga tetap bertahan lebih lama. Trump telah berjanji untuk mengenakan tarif impor yang tinggi sejak "hari pertama" menjabat sebagai presiden, dengan janji bea masuk sebesar 60% terhadap Tiongkok menjadi perhatian utama,” lanjut Ibrahim.
Advertisement
Data Ekonomi AS
Data inflasi indeks harga konsumen AS pada Desember 2024 akan menjadi fokus pekan ini, yang akan dirilis pada Rabu, 15 Januari 2025. Data tersebut diharapkan dapat memberikan lebih banyak petunjuk tentang suku bunga.
"Inflasi yang tinggi dan kekuatan di pasar tenaga kerja diharapkan dapat memberi Federal Reserve lebih banyak ruang untuk mempertahankan suku bunga tetap tinggi - tren yang menjadi pertanda buruk bagi aset yang tidak memberikan imbal hasil seperti emas dan logam lainnya,” tambah Ibrahim.