Liputan6.com, Jakarta Kabar soal kecelakaan truk atau angkutan berlebih muatan, alias over dimension over load (ODOL) kian mengemuka. Teranyar, insiden kecelakaan terjadi di Gerbang Tol Ciawi 2, Kota Bogor pada Selasa (4/2/2025) malam, melibatkan truk pengangkut galon air mineral yang diduga masuk kategori ODOL.
Menanggapi kejadian tersebut, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Eko SA Cahyanto mengemukakan, kecelakaan akibat truk ODOL itu tidak ada kaitannya dengan Kemenperin.
Baca Juga
"Itu enggak ada hubungannya dengan Kemenperin. Berapa banyak kecelakaan di jalan setiap hari," ujar Eko di Kantor Kementerian Perindustrian, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Advertisement
Menurut dia, rentetan kecelakaan truk ODOL yang terus terjadi buka menjadi ranah Kemenperin untuk menjawab. Sebab, kendaraan yang kerap mengalami kecelakaan merupakan milik perusahaan transporter (jasa angkut).
"Ini tidak ada kaitannya dengan Kementerian Perindustrian. Kan kegiatan jasa angkutan," sebut Eko.
Dia pun sanksi jika kecelakaan dari truk obesitas jadi pertanda bahwa pelaku industri belum siap atas kebijakan zero ODOL. "Saya enggak yakin itu," imbuhnya.
"Kita sedang bagaimana berupaya agar kinerja tidak turun. Pelayanan publik tetap berjalan sepenuhnya," Eko menambahkan.
Adapun wacana zero ODOL sudah mengemuka sejak beberapa tahun lalu. Program ini sudah mulai dipersiapkan sejak 2019. Melalui melalui Surat Edaran Menteri Perhubungan Nomor 21 Tahun 2019 tentang Pengawasan terhadap Mobil Barang atas Pelanggaran Muatan Lebih (Over Loading) atau Pelanggaran Ukuran Lebih (Over Dimension).
Â
Menhub Tolak Usul Menperin
Pada Januari 2020, Menteri Perhubungan (Menhub) kala itu, Budi Karya Sumadi, menyatakan tak akan menuruti permintaan Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita, yang ingin penerapan zero ODOL diundur.
"Saya informal sudah bicara dengan Menperin, kami mungkin akan mentolerir dari segi waktu. Dia (Menperin) mintanya 2024, tapi kami mungkin akan kasih sampai 2022," kata Budi Karya Sumadi.
Pernyataan itu diberikan setelah Agus Gumiwang meminta kepada Budi Karya melalui surat, agar zero ODOL ditunda sampai 2023 atau 2025. Agus beralasan, program itu bakal menurunkan daya saing industri. Lantaran pelaku usaha harus mengeluarkan ongkos tambahan untuk menambah jumlah angkutan.
Tak hanya itu, Agus juga menyebut ada potensi kemacetan, meningkatkan konsumsi bahan bakar, menaikan emisi, menambah angka kecelakaan, hingga meninggikan biaya logistik.
Â
Advertisement
Permintaan Pengusaha
Klaim Kemenperin itu turut dibenarkan oleh Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pada 2022, yang ikut mengusulkan agar kebijakan zero ODOL diundur dari 2023 menjadi 2025.
Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, penerapan zero ODOL sulit dilaksanakan pada 2023. Imbas masa pandemi Covid-19, yang juga berdampak terhadap industri nasional.
"Kita tahu semua bahwa perekonomian selama pandemi sangat terpuruk. Karenanya, kami usul kebijakan zero ODOL ini diundur paling tidak dua tahun atau di Januari 2025," kata Hariyadi beberapa waktu lalu.
Hariyadi bilang, pemerintah perlu menyiapkan sejumlah insentif bagi dunia usaha agar kebijakan itu bisa direalisasikan. Akibat adanya alokasi dana cukup besar yang harus dikeluarkan pengusaha untuk peremajaan truk dan investasi truk baru.
Kemenhub dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta dapat menyiapkan insentif bagi industri yang banyak menggunakan truk pengangkut. Sejingga harganya bisa kompetitif, baik berupa keringanan pajak untuk pembiayaan pembelian truk baru maupun pembebasan bea masuk.
Selain itu, pemerintah perlu memberikan subsidi kepada pelaku usaha yang meremajakan truk lama dan pengadaan truk baru. "Anggaran subsidi ini bisa diambilkan dari pos anggaran pemeliharaan jalan," imbuhnya.
Â