Penghentian operasional pemerintah federal Amerika Serikat (shutdown) sebagian akan mengurangi biaya di Amerika Serikat sekitar US$ 300 juta.
Sebagian kecil itu dari perekonomian negara sekitar US$ 15,7 triliun. Dampak harian shutdown kemungkinan akan terus menekan keyakinan dan pengeluaran bisnis dan konsumen.
Berdasarkan IHS, perkiraan pertumbuhan ekonomi tahunan 2,2% pada kuartal keempat. Pertumbuhan itu berkurang 0,2 poin dari shutdown selama seminggu.
"Belanja pemerintah menyentuh setiap aspek ekonomi. Gangguan pengeluaran lebih dari hilangnya pendapatan langsung, dan mengancam untuk merusak kepercayaan investor dan bisnis dengan cara serius. Hal itu dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi," tutur Guy Lebas, Chief Fixed Income Strategist, Janney Montgomery Scott LLC, demikian mengutip dari Bloomberg, Selasa (1/10/2013).
Pemerintah Amerika Serikat menghadapi pertama kali sebagian shutdown dalam 17 tahun. Partai Republik dan Demokrat tetap berselisih mengenai apakah ada perubahan untuk dana perawatan terjangkau yang ada di undang-undang kesehatan dari dana pemerintah.
Sementara itu, Eric Green, Head of Foreign Exchange TD Securities menuturkan, semakin lama shutdown berlangsung maka kepercayaan terhadap bisnis dan kepercayaan konsumen semakin rusak. "Ketika Departemen Keuangan memperkirakan plafon utang akan perlu dibangkitkan akan memperbesar kemungkinan memukul kegiatan ekonomi dengan menaikkan resiko hasil buruk pada plafon utang," kata Eric.
Kongres dan Gedung Putih akan menghadapi plafon utang negara mencapai US$ 16,7 triliun. Departemen Keuangan mengatakan, kemampuannya untuk meminjam akan berakhir pada 17 Oktober kecuali batas meningkat. Menteri Keuangan Jacob J. Lew menuturkan, kegagalan untuk menaikkan batas akan mengambil resiko. Selain itu, Amerika Serikat juga berpotensi default dan dapat menjadi bencana.
Para ekonom memperkirakan, shutdown akan memperlambat ekspansi. Hal itu karena para pekerja mengurangi pengeluaran mereka. "Setiap hari shutdown berlanjut, karyawan federal tidak bekerja dalam waktu dekat, dan mereka akan menarik kembali pengeluaran mereka," kata Mark Zandi, Chief Economist Moodys Analytics Inc. (Agm/Igw)
Sebagian kecil itu dari perekonomian negara sekitar US$ 15,7 triliun. Dampak harian shutdown kemungkinan akan terus menekan keyakinan dan pengeluaran bisnis dan konsumen.
Berdasarkan IHS, perkiraan pertumbuhan ekonomi tahunan 2,2% pada kuartal keempat. Pertumbuhan itu berkurang 0,2 poin dari shutdown selama seminggu.
"Belanja pemerintah menyentuh setiap aspek ekonomi. Gangguan pengeluaran lebih dari hilangnya pendapatan langsung, dan mengancam untuk merusak kepercayaan investor dan bisnis dengan cara serius. Hal itu dapat membahayakan pertumbuhan ekonomi," tutur Guy Lebas, Chief Fixed Income Strategist, Janney Montgomery Scott LLC, demikian mengutip dari Bloomberg, Selasa (1/10/2013).
Pemerintah Amerika Serikat menghadapi pertama kali sebagian shutdown dalam 17 tahun. Partai Republik dan Demokrat tetap berselisih mengenai apakah ada perubahan untuk dana perawatan terjangkau yang ada di undang-undang kesehatan dari dana pemerintah.
Sementara itu, Eric Green, Head of Foreign Exchange TD Securities menuturkan, semakin lama shutdown berlangsung maka kepercayaan terhadap bisnis dan kepercayaan konsumen semakin rusak. "Ketika Departemen Keuangan memperkirakan plafon utang akan perlu dibangkitkan akan memperbesar kemungkinan memukul kegiatan ekonomi dengan menaikkan resiko hasil buruk pada plafon utang," kata Eric.
Kongres dan Gedung Putih akan menghadapi plafon utang negara mencapai US$ 16,7 triliun. Departemen Keuangan mengatakan, kemampuannya untuk meminjam akan berakhir pada 17 Oktober kecuali batas meningkat. Menteri Keuangan Jacob J. Lew menuturkan, kegagalan untuk menaikkan batas akan mengambil resiko. Selain itu, Amerika Serikat juga berpotensi default dan dapat menjadi bencana.
Para ekonom memperkirakan, shutdown akan memperlambat ekspansi. Hal itu karena para pekerja mengurangi pengeluaran mereka. "Setiap hari shutdown berlanjut, karyawan federal tidak bekerja dalam waktu dekat, dan mereka akan menarik kembali pengeluaran mereka," kata Mark Zandi, Chief Economist Moodys Analytics Inc. (Agm/Igw)