Penetapan tarif listrik tidak tetap seperti harga pertamax pada empat golongan pelanggan dinilai bakal membingungkan penyedia listrik yaitu PT PLN (Persero) dan pelanggan sebagai pengguna listrik.
Pengamat listrik dari Universitas Indonesia Iwa Garniwa menjelaskan, salah satu komponen yang menjadi landasan penetapan tarif listrik tidak tetap yaitu nilai tukar (kurs) rupiah. Menurut dia, faktor inilah yang akan mempersulit perhitungan perubahan tarif listrik.
"Penyedia pasokan listrik bingung menghitungnya bagaimana untuk perubahan tarif per kWh karena kurs itu kan naik turun," kata Iwa saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, seperti yang ditulis, Jumat (31/1/2013).
Baca Juga
Tak hanya penyedia listrik, masyarakat juga dibuat bingung karena tidak lagi memiliki kejelasan patokan tarif listrik yang akan dibayar setiap bulannya.
Advertisement
"Tapi secara transaksi haru deal, berapa selayaknya, ini merepotkan. Masyarakat juga jadi tidak tahu persis bagaimana menghitungnya, lalu siapa yang menentukan itu, masa listrik yang sudah menjadi monopoli diperlakukan seperti valuta asing," jelasnya.
Iwa juga memandang tarif listrik tidak tetap tersebut menyalahkan Undang-undang (UU) Ketenagalistrikan yang menyebutkan kenaikan dan penurunan tarif listrik yang dilakukan pemerintah harus berdasarkan persetujuan DPR.
"Kapan naik turun itu diperbincangkan, padahal naik turun itu disetujui DPR," tuturnya.
Sekadar informasi, pemerintah dan Komisi VII DPR telah sepakat mengunkan mekanisme tarif listrik tidak tetap untuk empat golongan pelanggan yang sudah dicabut subsidinya tahun lalu. Nantinya tarif ke empat golongan ini akan berubah setiap bulannya.
Keempat golongan pelanggan tersebut adalah rumah tangga besar (R3) dengan daya 6.600 VA ke atas, bisnis menengah (B2) dengan daya 6.600 sampai 200 kVA, bisnis besar (B3) dengan daya di atas 200 kVA, dan kantor pemerintah sedang (P1) dengan daya 6.600 hingga 200 kVA. (Pew/Ndw)