Liputan6.com, Jakarta - Pergerakan pasar kripto tampaknya belum sepenuhnya optimal. Padahal sejak awal pekan lalu, sejumlah aset kripto reli kencang, namun mulai kehabisan “bensin” untuk meneruskan lajunya ke zona hijau.
Misalnya saja, Bitcoin (BTC) sempat melewati level psikologisnya di harga USD 30.000 atau sekitar Rp 434,1 juta, tapi tidak berlanjut bullish dan kembali anjlok ke USD 29.850 dari pantauan situs Coinmarketcap pada Kamis.
Baca Juga
Melihat pergerakan pasar saat ini bagaimana potensi Bitcoin dan kripto lainnya memasuki Juni 2022?
Advertisement
Analis sekaligus Trader Tokocrypto, Afid Sugiono menjelaskan tren kripto Bitcoin dan altcoin lainnya pada Juni ini masih tertekan dan belum bisa reli kencang. Investor tampak masih takut dengan pergerakan nilai Bitcoin, terlihat dari Bitcoin Fear & Greed Index yang masih melemah di posisi Extreme Fear (Ketakutan Ekstrem) sehingga aksi beli sulit dilakukan.
Meskipun begitu, Afid menjelaskan jika dilihat dari US Dollar Index (DXY) yang terlihat sudah naik secara signifikan dalam beberapa bulan terakhir, nantinya akan ada sedikit pullback. Ini tidak berarti kenaikan dolar berhenti, namun sedikit pullback bisa menaikan aset berisiko seperti Bitcoin dan saham dalam beberapa minggu ke depan.
“Selain DXY, ada alasan lain yang menyebabkan Bitcoin bisa naik, yaitu Nasdaq. Jika melihat situasi di Nasdaq kini sudah melebihi resistensi dan ini adalah sebuah tanda-tanda bullish. Namun, Bitcoin masih belum naik, karena disebabkan oleh para trader berpikir equity lebih aman daripada kripto,” ujar Afid kepada Liputan6.com, Kamis (2/6/2022).
Namun menurut Afid, momentum kenaikan harga BTC ini, bisa menjadi bull trap, ketika dimanfaatkan trader jangka pendek untuk merealisasikan keuntungan. Tak heran, jika aksi jual mereka menghambat reli aset kripto BTC dan altcoin lainnya. Oleh karena itu, investor harus siap dengan volatilitas yang terjadi.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sentimen yang Pengaruhi
Situasi market kripto saat ini masih dipengaruhi oleh makroekonomi, di mana muncul sikap pelaku pasar yang lagi-lagi menghindari aset berisiko (risk aversion). Mereka diduga melakukan hal tersebut karena mengantisipasi ancaman resesi plus kebijakan moneter The Fed ke depan.
“Menanggapi potensi inflasi, saat ini belum melihat itu akan mereda, karena AS diperkirakan tengah menuju puncak dari inflasi dan akan butuh waktu lebih lama bagi ekonomi AS untuk pulih dan memperbaikinya,” jelas Afid.
“Inflasi harus di bawah 8 persen untuk Bitcoin rally dan jika inflasi masih diatas 8.3 persen, harga Bitcoin akan terus merosot. Pada tanggal 14-15 Juni, The Fed akan melakukan pertemuan lagi. Semua trader masih menunggu tanggal tersebut,” lanjut Afid.
Advertisement
Sentimen Regulasi Masih Membayangi
Di samping itu, sentimen regulasi masih menjadi awan mendung bagi market kripto. Seperti, China yang dilaporkan memberi sinyal untuk meregulasi aset kripto dan stablecoin lebih ketat karena drama yang menimpa aset kripto besutan ekosistem Terra, UST dan LUNA.
Selain itu, pemerintah India dilaporkan juga tengah memfinalisasi makalah konsultasinya tentang aset kripto yang dibantu dua lembaga global, International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia. Sehingga, otoritas negara tersebut selangkah lebih dekat untuk menghasilkan satu paket regulasi aset kripto terbaru yang bisa menjadi sentimen negatif.
“Namun, perlu diingat market yang bearish pun banyak dipandang sebagai waktu terbaik bagi investor untuk memperbanyak portofolio mereka. Nantinya, ketika sentimen pada akhirnya berbalik menjadi hijau kembali, memberikan pengembalian maksimal karena harga memulai naik dan investor bisa taking profit lebih banyak,” pungkas Afid.
Bitcoin Menguat, Yakin Investor Bakal Beli?
Sebelumnya, Bitcoin telah melonjak di atas USD 32.000 atau sekitar Rp 464,97 juta pada Selasa, 31 Mei 2022 level tertinggi sejak 10 Mei. Bitcoin diperdagangkan di sekitar USD 32.071 atau sekitar Rp 466,03 juta (asumsi kurs Rp 14.531 per dolar Amerika Serikat), naik 4,5 persen selama 24 jam terakhir.
Namun, bitcoin telah turun lebih dari 50 persen dari level tertinggi sepanjang masa yang terjadi pada November lalu, di tengah aksi jual aset berisiko yang luas.
Meskipun kini harga lebih rendah, Glassnode menilai pasar bitcoin belum menarik banyak investor baru untuk membeli atau ‘buy the dip’. Melansir Yahoo Finance, Rabu (1/6/2022), jumlah alamat dompet bitcoin dengan saldo non-zero tidak mengalami perubahan selama beberapa minggu terakhir.
Glassnode mengatakan, hal itu karena investor tetap khawatir tentang ketidakpastian makroekonomi. Ini konsisten dengan aksi jual pada musim panas 2021, dengan pertumbuhan dompet bitcoin tak beranjak selama sekitar empat bulan. Sementara itu, jumlah alamat aktif dan entitas yang memegang bitcoin telah stagnan selama beberapa bulan terakhir.
"Penjualan baru-baru ini, dan harga yang lebih rendah belum menginspirasi masuknya pengguna baru ke ruang angkasa, dan hanya HODLer yang tersisa,” tulis para analis Glassnode.
HODLers adalah istilah yang mengacu pada investor yang melakukan aksi beli dan tahan. Menurut para analis, HODLer atau entitas yang ada di jaringan menambah kepemilikan mereka secara signifikan pada situasi semacam ini.
Advertisement