Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan perangkat lunar Ethereum, Consensys melanjutkan gugatan terhadap Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) Amerika Serikat (AS). Perusahaan menggungat soal kejelasan pengaturan terkait mata uang kripto.
Gugatan ini dilayangkan usai SEC AS telah menyelesaikan penyelidikannya terhadap Ethereum 2.0. Pendiri Consensys, Joseph Lubin, mengakui keputusan SEC untuk mengakhiri penyelidikan pada awal pekan ini sebagai langkah positif bagi masyarakat. Namun, dia mengklaim hal itu belum memberikan kejelasan hukum yang diperlukan bagi industri.
Baca Juga
"Penghentian investigasi SEC terhadap peralihan Ethereum ke model bukti kepemilikan memicu perdebatan mengenai klasifikasi Ether sebagai sekuritas," sebagaimana dikutip dari Yahoo Finance, Sabtu (22/6/2024).
Advertisement
Joseph menilai, meski penyelidikan telah selesai, masih ada ketidakpastian mengenai implikasinya terhadap mata uang kripto lain dengan mekanisme serupa. Gugatan Consensys juga bertujuan untuk mengatasi ambiguitas peraturan ini.
SEC mulai meneliti Ethereum 2.0 pada 28 Maret 2023, memeriksa pembelian dan penjualan Ether selama peralihannya ke mekanisme konsensus bukti kepemilikan.
Pada April, Consensys menerima pemberitahuan Wells, yang menunjukkan niat SEC untuk melakukan tindakan penegakan hukum. Consensys menggugat SEC pada April tahun ini, mengklaim SEC tidak memiliki wewenang untuk mengatur Ether.
Consensys menggambarkan keputusan SEC baru-baru ini sebagai potensi perubahan sikap regulator terhadap status Ether sebagai sekuritas.
Pengusaha AS Ditangkap Jalankan Bisnis Kripto Ilegal
Sebelumnya, Departemen Kehakiman (DOJ) dan Kantor Kejaksaan Amerika Serikat (AS) Distrik Utah mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendakwa dua individu karena menjalankan bisnis dan transaksi kripto tak berizin. Dua terdakwa tersebut adalah Brian Garry Sewell dan Keen Lee Ellsworth yang menjalankan bisnis di St. George, Utah, AS.
Kelola Bisnis Pengiriman Uang
Mengutip News.bitcoin.com, Kamis (20/6/2024) Sewell dan Ellsworth didapati mengubah dana senilai USD 2,5 juta atau sekitar Rp 40,9 miliar menjadi mata uang kripto, antara Maret hingga September 2020.
Penangkapan kedua terdakwa ini dilakukan pada akhir pekan di Washington County. Dokumen pengadilan mengungkapkan selama periode tersebut, Sewell dan Ellsworth mengelola bisnis pengiriman uang tanpa izin, dengan Ellsworth menggunakan entitasnya Ellsworth & Associates untuk mentransfer lebih dari Rp 40,9 miliar ke Sewell.
Belum Berizin
Kemudian, Sewell mengubah dana tersebut menjadi mata uang kripto melalui entitasnya, Rockwell Capital Management. Namun, kedua bisnis tersebut ternyata belum memperoleh izin.
Dalam periode Juni 2020 hingga Mei 2021, Sewell juga menggunakan Rockwell Capital Management untuk mentransfer lebih dari Rp 42,6 miliar atas nama entitas lain.
"Sewell menerima dana melalui transfer kawat dan kemudian mengubah dana tersebut menjadi mata uang kripto," kata DOJ.
Dalam kasus terpisah, Sewell muncul di pengadilan pekan lalu, menyusul dakwaan dewan juri federal. Berbagai tuduhan federal dihadapi Sewell termasuk penipuan kabel, membuat pernyataan palsu sehubungan dengan pinjaman, dan pencucian uang.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
JPMorgan Ragu Izin ETF Kripto Bakal Bertambah Usai Bitcoin dan Ethereum
Sebelumnya, bank investasi asal Amerika Serikt, JPMorgan mengungkapkan keraguannya terkait persetujuan izin ETF kripto spot lainnya selain bitcoin dan Ether oleh Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC).
Direktur pelaksana JPMorgan dan ahli strategi pasar global, Nikolaos Panigirtzoglou, melihat keputusan SEC untuk menyetujui perizinan ETF Ether tidak akan meluas mengingat ketidakpastian tentang apakah Ethereum harus diklasifikasikan sebagai sekuritas.
“Kami ragu. Keputusan SEC untuk menyetujui ETF ETH sudah terlalu besar mengingat adanya ambiguitas tentang apakah Ethereum harus diklasifikasikan sebagai keamanan atau tidak,” kata Direktur pelaksana JPMorgan dan ahli strategi pasar global, Nikolaos Panigirtzoglou, dikutip dari News.bitcoin.com, Selasa (28/5/2024).
“Kami tidak berpikir SEC akan melangkah lebih jauh dengan menyetujui Solana atau token ETF lainnya mengingat SEC memiliki pendapat yang lebih kuat (relatif terhadap Ethereum) bahwa token di luar Bitcoin dan Ethereum harus diklasifikasikan sebagai sekuritas,” jelas fia.
Panigirtzoglou menyoroti sifat kontroversial dari keputusan SEC mengenai ETF Ethereum, yang diyakini beberapa analis dipengaruhi secara politik.
Dia menjelaskan bahwa, jika pembuat kebijakan AS meloloskan undang-undang yang mendefinisikan sebagian besar mata uang kripto sebagai non-sekuritas, SEC kemungkinan besar tidak akan menyetujui ETF spot mata uang kripto lainnya.
Tidak Antisipasi SEC
Banyak pengusaha di industri kripto, termasuk penerbit ETF spot Ether, tidak mengantisipasi SEC akan menyetujui permohonan mereka.
Sebelum persetujuan, Panigirtzoglou memperkirakan kemungkinan 50% SEC menyetujui izin ETF spot Ether. Meskipun demikian, pada tanggal 23 Mei, SEC menyetujui delapan formulir 19b-4 untuk ETF spot Ether.
Ketua SEC Gary Gensler secara konsisten menyatakan sebagian besar token kripto, kecuali Bitcoin, adalah sekuritas. Namun, ia belum secara eksplisit mengkonfirmasi bahwa eter bukanlah suatu sekuritas.
Dokumen pengadilan di AS baru-baru ini mengungkapkan bahwa SEC memulai penyelidikan formal terhadap Ether sebagai potensi keamanan tahun lalu.
Advertisement