Rumah Sakit Jiwa Terbatas, Salah Satu Kendala Penanganan ODGJ di Indonesia

Saat ini belum semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa sehingga tidak semua orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pengobatan yang seharusnya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 12 Okt 2021, 17:00 WIB
Diterbitkan 12 Okt 2021, 17:00 WIB
Melihat Pasien ODGJ Ikuti Upacara HUT ke-76 RI
Pasien ODGJ Yayasan Al Fajar Berseri mengikuti upacara bendera dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Ke-76 RI di Tambun, Bekasi,Jawa Barat Selasa (17/8/2021). Upacara dan perlombaan tersebut dilakukan untuk memupuk rasa nasionalisme dan kebangsaan. (merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini belum semua provinsi mempunyai rumah sakit jiwa sehingga tidak semua orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pengobatan sebagaimana mestinya.

Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Dr. Celestinus Eigya Munthe.

Menurutnya, permasalahan lain, adalah terbatasnya sarana prasarana dan tingginya beban akibat masalah gangguan jiwa.

“Masalah sumber daya manusia profesional untuk tenaga kesehatan jiwa juga masih sangat kurang, karena sampai hari ini jumlah psikiater sebagai tenaga profesional untuk pelayanan kesehatan jiwa kita hanya mempunyai 1.053 orang,” ucapnya dalam keterangan pers, Selasa (12/10/2021).

Artinya, satu psikiater melayani sekitar 250 ribu penduduk. Menurutnya, ini suatu beban yang sangat besar dalam upaya meningkatkan layanan kesehatan jiwa di Indonesia, sambungnya.

Tak hanya itu, masalah kesehatan jiwa di Indonesia juga terkendala stigma dan diskriminasi.

“Kita sadari bahwa sampai hari ini kita mengupayakan suatu edukasi kepada masyarakat dan tenaga profesional lainnya agar dapat menghilangkan stigma dan diskriminasi terhadap orang dengan gangguan jiwa, serta pemenuhan hak asasi manusia kepada orang dengan gangguan jiwa,” tutur Celestinus.

Prevalensi ODGJ

Celestinus juga menjelaskan tingginya prevalensi ODGJ berkaitan dengan masalah kesehatan jiwa.

Untuk saat ini Indonesia memiliki prevalensi orang dengan gangguan jiwa sekitar 1 dari 5 penduduk, artinya sekitar 20 persen populasi di Indonesia itu mempunyai potensi-potensi masalah gangguan jiwa.

“Ini masalah yang sangat tinggi karena 20 persen dari 250 juta jiwa secara keseluruhan potensial mengalami masalah kesehatan jiwa,” katanya.

Memprioritaskan Isu Kesehatan Jiwa

Dalam keterangan yang sama, Plt. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan, situasi tersebut mendorong pemerintah untuk memastikan isu kesehatan jiwa bisa lebih diprioritaskan dari sebelumnya.

Pemerintah daerah harus menjadikan program dan pelayanan kesehatan jiwa menjadi fokus perhatian, tentunya dengan menyediakan berbagai sarana dan prasarana terkait kesehatan jiwa yang memadai.

“Kepada masyarakat, agar menjaga kesehatan diri dan tetap patuh dan disiplin dengan protokol kesehatan agar tidak tertular COVID-19, serta selalu menjaga kesehatan jiwa dengan mengelola stres dengan baik, menciptakan suasana yang aman, nyaman bagi seluruh anggota keluarga,” ujarnya.

 

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya