Disabilitas Akibat Diabetes Jadi Hal Mengerikan, Ini Pentingnya Dukungan Tim Multidisiplin Rumah Sakit

Diabetes dapat memicu disabilitas fisik yang permanen dan tak dapat dipulihkan seperti semula. Tak sedikit pasien diabetes harus diamputasi dan kehilangan bagian tubuhnya akibat luka yang tak kunjung sembuh.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 12 Apr 2022, 13:00 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2022, 13:00 WIB
Ilustrasi diabetes sebabkan amputasi dan disabilitas
Ilustrasi diabetes sebabkan amputasi dan disabilitas Foto oleh Anna Shvets dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta Diabetes dapat memicu disabilitas fisik yang permanen dan tak dapat dipulihkan seperti semula. Tak sedikit pasien diabetes harus diamputasi dan kehilangan bagian tubuhnya akibat luka yang tak kunjung sembuh.

Menurut konsultan senior di Tan Tock Seng Hospital (TTSH) Singapura, Dr Tjan Soon Yin, operasi pengangkatan anggota tubuh dan dampaknya bisa menjadi berita yang menghancurkan.

Pengumuman itu menimbulkan ketakutan pada setiap pasien diabetes. Baik ketakutan akan rasa sakit, penderitaan, maupun ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di masa depan.

Setelah amputasi, berbagai pertanyaan di bidang sosial kadang membuat pasien lebih terpukul. Misalnya soal pekerjaan, bagaimana mendukung keluarga dengan kondisi tersebut, bagaimana membayar tagihan dan pinjaman lain, serta membayar tagihan medis.

Namun tidak seperti dulu, pasien saat ini memiliki hasil yang lebih baik untuk diharapkan. Seperti di sebagian besar rumah sakit umum di Singapura, mereka memiliki tim multidisiplin yang merawat pasien amputasi. Tim ini terdiri dari terapis, prosthetist, podiatrist, pekerja sosial dan perawat spesialis yang bekerja dengan para dokter.

Ada pula relawan dari Amputee Support Group (ASG), yang banyak di antaranya adalah pasien amputasi. Dengan demikian, para pasien baru bisa terhubung dengan pasien lama untuk saling membantu.

Setelah pasien menyelesaikan operasi, tim mengambil alih dan hal pertama yang dilakukan adalah mendidik mereka tentang perjalanan rehabilitasi mereka.

Mereka akan diberikan informasi tentang bagaimana mereka dapat berjalan dengan bantuan prostesis atau kaki dan tangan buatan. Saran-saran juga akan diberikan terkait pemilihan dan biaya pembuatan prostesis, durasi yang diperlukan untuk latihan berjalan dan bagaimana menjadi mandiri kembali.

“Semua ini membantu pasien menemukan harapan dan keberanian untuk menghadapi hidup setelah amputasi,” kata Tjan mengutip Channel News Asia, Senin (11/4/2022).

Pentingnya Pengalaman Pasien Lain

FOTO: Semangat Penyandang Disabilitas Pembuat Kaki Palsu
Ronald Regen (33), perajin yang juga penyandang disabilitas memasangkan kaki palsu ke pelanggan di Dusun IV Rawailat, Desa Dayeuh, Cileungsi, Bogor, Selasa (29/3/2022). Dia berharap pemerintah membantu 200 penyandang disabilitas sekitar Bogor yang belum memiliki kaki palsu. (merdeka.com/Arie Basuki)

Pengalaman pasien lain dan informasi dari penyedia layanan kesehatan penting bagi pasien baru dan keluarganya untuk memahami bagaimana perjalanan rehabilitasi akan terlihat, lanjut Tjan.

Dalam 10 tahun terakhir, lebih banyak bantuan keuangan telah diperkenalkan dan tersedia untuk pasien yang membutuhkan prostetik, perangkat mobilitas, dan bantuan di rumah mereka. Prioritasnya adalah agar pasien dipasangi prostetik dan memungkinkan mereka berjalan lagi.

Setiap keterlambatan dalam mendapatkan prostetik dapat menunda perawatan rehabilitasi mereka dan menyebabkan peningkatan kecemasan dan depresi. Daftar prostetik bersubsidi yang diperluas dengan lebih banyak opsi bantuan keuangan juga membantu pasien bekerja lebih cepat.

“Satu bagian yang sedikit diketahui dari pekerjaan yang kami lakukan adalah bahwa pasien pada akhirnya dapat menjalani kehidupan penuh – mereka dapat melanjutkan pekerjaan dan bahkan mengambil bagian dalam kegiatan olahraga.”

“Tim dokter, fisioterapis, terapis okupasi, prosthetist, dan pekerja sosial medis kami bekerja untuk menetapkan tujuan perawatan yang disesuaikan. Seorang pasien yang ingin kembali ke olahraga adaptif seperti bowling akan diresepkan prostesis yang sesuai,” tambahnya.

Mendukung Kebutuhan Pasien

ilustrasi penyandang disabilitas olahraga
ilustrasi penyandang disabilitas olahraga. Photo by Kampus Production from Pexels

Bagi pasien lain yang ingin kembali mengemudi setelah amputasi juga akan direkomendasikan program perawatan untuk membantunya mencapai hal ini.

Bagi sebagian orang, ini juga merupakan mata pencaharian mereka dan penting bagi mereka untuk kembali bekerja jika memungkinkan.

Pendekatan multi-disiplin diperlukan untuk membantu orang yang diamputasi yang ingin kembali bekerja mengakses pilihan mereka, melakukan pelatihan khusus pekerjaan di atas pelatihan gaya berjalan dan konseling kerja.

Kolaborasi antara praktisi rumah sakit dan mitra masyarakat serta dukungan pertemanan dari ASG dapat membantu dalam aspek ini.

“Kami menemukan bahwa pasien mendapat manfaat besar dari ASG. Diluncurkan pada tahun 2010, anggota aktifnya dilatih untuk menjadi teman yang memberikan nasihat kepada pasien yang diamputasi.”

“Program ASG telah menjangkau lebih dari 200 pasien, anggota keluarga dan pengasuh orang yang diamputasi.”

Bisa Disebabkan Hal Sepele

ilustrasi amputasi
Ilustrasi amputasi Foto oleh cottonbro dari Pexels

Sebelumnya, dijelaskan bahwa diabetes yang berujung pada amputasi dapat disebabkan hal-hal kecil yang bisa terjadi sehari-hari.

“Bagi banyak pengidap diabetes yang diamputasi, penyebab amputasi bisa saja berawal dari hal kecil yang dialami sehari-hari. Misalnya, terbentur pintu, lecet kecil karena berjalan terlalu lama atau akibat sepasang sepatu baru yang tidak pas.”

Kejadian tak terduga ini segera menyebabkan demam, pembengkakan dan rasa sakit yang tidak kunjung hilang atau luka yang tidak kunjung sembuh. Dan sebelum pasien mengetahuinya, dokternya acap kali memiliki kabar buruk yakni anggota badan harus diamputasi.

Di Indonesia, diabetes masih menjadi tantangan yang nyata. Begitu pula di negara lain seperti Singapura yang kasus diabetes melitusnya sedang meningkat.

“Dari 2019 hingga 2020, prevalensi kasar diabetes (di Singapura) adalah 9,5 persen, meningkat dari 8,8 persen pada 2017 meskipun perang melawan diabetes telah berlangsung selama lima tahun.”

Menurut laporan Federasi Diabetes Internasional tahun 2021, Singapura terus memiliki prevalensi diabetes mellitus yang tinggi sebesar 11,6 persen, dibandingkan dengan rata-rata global 9,8 persen, rata-rata Amerika 10,7 persen dan rata-rata Australia 6,4 persen.

 

Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta
Infografis Tunjangan Khusus Penyandang Disabilitas di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya