BKKBN: Penyandang Disabilitas Rentan Jadi Korban Kekerasan Seksual dan Penyalahgunaan Organ Reproduksi

Sepanjang 2021 terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas. Jenis kekerasan yang paling tinggi jumlah korbannya adalah kekerasan seksual, sebanyak 591 korban.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 02 Agu 2023, 10:09 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2023, 10:08 WIB
BKKBN Sulteng: Penyandang Disabilitas Rentan Jadi Korban Kekerasan Seksual dan Penyalahgunaan Organ Reproduksi
Sepanjang 2021 terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas. Jenis kekerasan yang paling tinggi jumlah korbannya adalah kekerasan seksual, sebanyak 591 korban. Foto: BKKBN.

Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas rentan menjadi korban kekerasan seksual dan penyalahgunaan organ reproduksi karena adanya hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungan.

Hal ini disampaikan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tengah, Tenny C. Soriton.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), sepanjang tahun 2021 terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas. Ini dialami oleh 264 anak laki-laki dan 764 anak perempuan.

Data yang sama mengungkapkan, jenis kekerasan yang paling tinggi jumlah korbannya adalah kekerasan seksual, sebanyak 591 korban.

Di Sulawesi Tengah, selama 2022 ada 235 korban mengalami kekerasan seksual. Termasuk di dalamnya penyandang disabilitas. Salah satunya gadis disabilitas warga Kabupaten Morowali yang diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh pria berusia 70 tahun.

Data tersebut dikemukakan Tenny Soriton saat membuka kegiatan Kesehatan Reproduksi bagi Remaja  Kelompok Risiko Tinggi di Palu belum lama ini.

Untuk itu, menurut Tenny, layanan kesehatan reproduksi (kespro) yang menjangkau remaja disabilitas, termasuk para orangtuanya, sangat dibutuhkan. Salah satunya melalui edukasi kespro bagi para penyandang disabilitas.

“Caranya, dengan memperkenalkan kesehatan reproduksi sejak dini, melalui penggunaan bahasa dan cara yang sangat sederhana.  Sehingga mereka benar-benar mengetahui bagian-bagian privasi diri mereka. Bagian-bagian mana saja yang tidak boleh disentuh oleh orang lain,” kata Tenny dalam keterangan pers dikutip Selasa (1/8/2023).

Tujuan Pembinaan Kesehatan Reproduksi untuk Disabilitas

BKKBN Sulteng: Penyandang Disabilitas Rentan Jadi Korban Kekerasan Seksual dan Penyalahgunaan Organ Reproduksi
Sepanjang 2021 terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas. Jenis kekerasan yang paling tinggi jumlah korbannya adalah kekerasan seksual, sebanyak 591 korban. Foto: BKKBN.

Pembinaan kesehatan reproduksi sendiri bertujuan mencegah dan melindungi remaja dari perilaku seksual berisiko dan perilaku berisiko lainnya. Serta menyiapkan remaja menjalani kehidupan reproduksi yang sehat dan bertanggung jawab.

Upaya ini dapat dilakukan melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), konseling, dan pelayanan klinis medis.

Tenny juga menjelaskan soal makna istilah penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (UU 8/2016).

Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama. Yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Kemandirian Memelihara Kesehatan Reproduksi

BKKBN Sulteng: Penyandang Disabilitas Rentan Jadi Korban Kekerasan Seksual dan Penyalahgunaan Organ Reproduksi
Sepanjang 2021 terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas. Jenis kekerasan yang paling tinggi jumlah korbannya adalah kekerasan seksual, sebanyak 591 korban. Foto: BKKBN.

Sementara itu, Tim Kerja Kesehatan Reproduksi Perwakilan BKKBN Sulteng, Rosalia S. Palinggi lebih jauh menjelaskan bahwa penyandang disabilitas harus mendapatkan kesempatan yang sama. Termasuk dalam pengembangan kemandirian. 

Kemandirian ini juga meliputi kemampuan dalam menjaga dan memelihara kesehatan reproduksi.

Pasalnya, keterbatasan mobilisasi dan akses terhadap informasi tentang kesehatan reproduksi menjadi salah satu penyebab timbulnya kasus pelecehan seksual pada remaja penyandang disabilitas.

Pendidikan seksual mengenai bagian-bagian anggota tubuh, kegunaan, serta cara merawatnya yang masih sering dianggap tabu atau tidak sopan untuk menjadi bahan komunikasi di antara orangtua dan anak, khususnya remaja, juga memunculkan persoalan tersendiri.

Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah dan juga keluarga agar memberikan perhatian terhadap kesehatan reproduksi melalui komunikasi yang interaktif. Tidak hanya pada anak atau remaja yang non disabilitas, tetapi juga yang berkebutuhan khusus.

“Atas dasar tersebut, perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Tengah melaksanakan kegiatan pembinaan kespro bagi remaja untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan perilaku positif kepada kelompok remaja yang tidak mendapatkan pendidikan formal.  Khususnya penyandang disabilitas,” kata Rosalia.

Kespro bagi Remaja Disabilitas

BKKBN Sulteng: Penyandang Disabilitas Rentan Jadi Korban Kekerasan Seksual dan Penyalahgunaan Organ Reproduksi
Sepanjang 2021 terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas. Jenis kekerasan yang paling tinggi jumlah korbannya adalah kekerasan seksual, sebanyak 591 korban. Foto: BKKBN.

Kegiatan edukasi kespro bagi remaja disabilitas merupakan kali kedua yang dilaksanakan pada tahun ini dengan melibatkan forum Generasi Berencana Sulteng.

Forum ini bertindak sebagai fasilitator yang memberikan pembinaan kespro mengenai alat-alat reproduksi dan cara merawatnya. Termasuk pula soal pornografi dan informasi pubertas seperti menstruasi bagi perempuan dan mimpi basah bagi laki-laki.

Proses pembinaan menghadirkan Juru Bahasa Isyarat (JBI) untuk menginterpretasikan percakapan dan informasi yang disampaikan fasilitator kepada penyandang disabilitas sensorik rungu.

Total 34 Peserta binaan mengikuti kegiatan yang didukung BKKBN ini, di antaranya 20 anak disabilitas dengan kondisi disabilitas intelektual, disabilitas fisik dan rungu wicara. Ada pula enam anak/remaja kelompok rentan, tujuh anak yang memerlukan perlindungan khusus dan satu orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas
Infografis Akses dan Fasilitas Umum Ramah Penyandang Disabilitas. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya