Kisah Orang AS Pertama Temui Kaisar China Atas Restu dari Batavia

Andreas Everardus van Braam Houckgees bisa masuk ke Forbidden City pada 1795. Sebuah keistimewaan yang tak didapat semua orang kala itu.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 29 Mei 2014, 12:04 WIB
Diterbitkan 29 Mei 2014, 12:04 WIB
Forbidden City
Forbidden City (Wikipedia)

Liputan6.com, Ontario - Pameran dan simposium tentang Kota Terlarang China sedang digelar di Royal Ontario Museum, Kanada. Tak hanya menampilkan karya seni Tiongkok, dari acara itu juga terungkap kisah luar biasa tentang warga Amerika Serikat pertama yang masuk ke Kota Terlarang (Forbidden City) dan bertemu dengan Kaisar Qianlong -- sebuah keistimewaan yang tak didapat semua orang kala itu.

Dari analisis artefak dan sebuah jurnal kuno berusia 200 tahun diketahui, pada 1795, dalam sebuah misi diplomatik hasil 'tipu-tipu' yang bisa menghilangkan nyawanya, Andreas Everardus van Braam Houckgees bisa masuk ke Forbidden City, kompleks istana raksasa yang terdiri dari 900 bangunan dan terlarang untuk dimasuki. Dikisahkan, kala itu China sedang berada dalam masa keemasan, ada di puncak kekuasaan.

Kaisar juga menunjukkan ruangan favoritnya pada Houckgeest, dengan pemandangan gunung yang ditutupi kuil-kuil.

Dalam jurnal yang yang diterjemahkan dalam Bahasa Inggris pada Abad ke-18, Houckgees menulis, "Karya ini seperti merepresentasikan upaya besar-besaran untuk menyamai surga: setidaknya batu menumpuk di atas lainnya mengingatkan pada fiksi kuno. Kumpulan bangunan dan hiasan indah pada pegunungan sulit dilukiskan dengan kata-kata dan diwakili tulisan."

Bruce MacLaren, spesialis seni China  di firma Bonhams, telah meneliti kisah Houckgeest dan mempresentasikan temuan baru-baru ini di sebuah simposium di Royal Ontario Museum, Toronto, Kanada.

Maclaren sedikit memodifikasii terjemahan naskah berusia 200 tahun itu agar lebih dimengerti dalam konteks masa kini.

Naturalisasi

Andreas van Braam Everardus Houckgeest  yang lahir pada 1739 awalnya adalah warga negara Belanda yang menghabiskan sebagian besar hidupnya bolak-balik antara Eropa dan China, melaksanakan tugas dari perusahaannya Dutch East India Co.

Pada 1783, saat Perang Revolusi Amerika berakhir, Houckgeest memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Charleston, Carolina Selatan, dan mengawali kehidupannya yang baru.

"Ia mencintai ide demokrasi Amerika, dari Belanda mengamati bagaimana ide Thomas Paine terjadi. Dari sekadar minat,  Houckgeest memutuskan pindah agar bisa menjadi bagian dari itu," kata MacLaren seperti Liputan6.com kutip dari situs sains LiveScience, Kamis (29/5/2014).

Pada 1784, Houckgeest mengambil sumpah setia dan menjadi warga negara naturalisasi Amerika Serikat.

Hidup di Amerika ternyata sulit bagi Houckgeest, ia harus kehilangan tiga dari anak-anaknya karena tipus. Perkebunan berasnya dekat Charleston menemui banyak kendala. Kesulitan keuangan memaksanya kembali ke China pada tahun 1790-an.

Minta Restu Batavia

Houckgeest menemukan jalan keluar dari masalahnya: kembali ke China. Namun, masalah utama yang dihadapi pedagang Eropa adalah ketatnya aturan Tiongkok.

Kaum pedagang dibatasi pada satu area di  Pearl River Delta. Pada 1793, misi Inggris untuk Kaisar Qianlong, pria yang memerintah China, gagal total. gara-garanya, sang duta besar George Macartney menolak untuk melakukan kowtow -- bersujud di depan Kaisar.



Houckgeest lantas membuat proposal yang ditujukan kepada pejabat Belanda di Batavia yang kini menjadi Jakarta, ibukota Indonesia. Isinya, ia akan memimpin misi menemui kaisar dengan tujuan agar para pedagang Belanda mendapatkan akses yang lebih baik di China. Ulang tahun ke-60 kaisar bertahta pada 1795 akan menjadi momentum tepat.

Houckgeest juga mengklaim bahwa delegasi dari negara-negara Eropa lainnya akan mengunjungi China pada tahun itu.

Namun, dalam penelitiannya, MacLaren menemukan bahwa tidak ada misi negara lain yang direncanakan kala itu. Houckgeest tampaknya telah membuat klaim ini untuk menekan Belanda agar menyetujui misinya.

Para pejabat Belanda menyetujui proposal Houckgeest, tapi memutuskan bahwa ia hanya sebagai orang kedua, bukan pemimpin misi.

Pada 24 November 1974, Houckgeest berangkat ke Kota Terlarang. Para pembantu, sekretaris, pengawal, juga sekitar 1.300 buruh dikerahkan untuk menempuh perjalanan dari Kanton menuju Beijing. Berusaha mencapai Kota Terlarang saat Tahun Baru China.

Rombongan berhasil tiba pada 9 Januari 1795. Dalam, kondisi lelah bukan main. "Sejumlah buruh tewas selama perjalanan," kata MacLaren. Saat memasuki Kota Terlarang, para pengunjung bak memasuki dunia yang fantastis. Dalam jurnalnya, Houckgeest mengaku kesulitan membedakan mana istana, kuil, dan pemandangan lain yang ia lihat di dalam dan di dekat Kota Terlarang.

Konon saat itu, topi Houckgeest jatuh saat ia membungkuk, yang berhasil membuat kaisar tertawa terbahak-bahak. Rombongan juga disuguhi demonstrasi yang menampilkan kemampuan memanah tentara di atas es.

Namun, makanan yang disajikan amat payah. Para tamu disuguhi daging bekas gigitan kaisar -- yang oleh warga China diartikan sebagai sebuah kehormatan besar. Di sisi lain, para tamu bingung menentukan hadiah apa yang akan diberikan pada penguasa Tiongkok. Kereta berisi hadiah, termasuk peti minuman keras, rusak dalam perjalanan.

Meskipun misi tersebut tak membuka jalan mudah bagi pedagang Belanda, namun kaisar menyambut hangat para tamunya.

Meski Houckgeest melakukan perjalanan ke China sebagai wakil dari Belanda, dia pulang ke Philadelphia. Tetap menjadi warga negara Amerika. Ia pulang membawa sekitar 1.800 lukisan yang menggambarkan China. Juga satu set cangkir untuk ibu negara Martha Washington sebagai hadiah.

Houckgeest membangun sebuah rumah di sebelah utara dari Philadelphia yang arsitekturnya terinspirasi oleh China, termasuk kubah di atap yang berbentuk seperti pagoda.

Tapi sekali lagi, kehidupan Houckgeest sengsara di AS. Pada 1797, ia terlilit masalah keuangan dan setahun kemudian meninggalkan Amerika menuju London dan tak pernah kembali. Koleksi seni miliknya dijual dalam lelang dan akhirnya saat ini tersebar di seluruh dunia.

Houckgeest meninggal pada 1801 di Amsterdam, masih sebagai  warga negara Amerika. Di tahun-tahun terakhir kehidupannya, ia menjadi sasaran kritik gara-gara menyembah dan sujud di depan kaisar. (Yus)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya