Liputan6.com, Paris - Presiden Prancis Francois Hollande mengambil sejumlah kebijakan dan langkah penting pasca-penyerangan kantor majalah satire Charlie Hebdo di Paris pekan lalu. Salah satunya adalah dengan memperketat penjagaan. Ribuan tentara dan aparat pun dikerahkan ke zona yang dianggap rawan.
Selain itu, Presiden Hollande juga bersumpah akan melindungi seluruh umat agama di negaranya, terutama agama Islam, yang menurut dia menjadi korban fanatisme.
"Muslim di Prancis memiliki hak yang sama seperti umat agama lain. Kami memiliki kewajiban untuk melindungi mereka," ujar Hollande, seperti dimuat BBC, Kamis (15/1/2015).
Dia menjelaskan, langkah konkret yang akan dilakukan pemerintah untuk melindungi seluruh umat beragama, yakni dengan menempatkan personel keamanan di tempat ibadah, baik masjid, gereja, maupun sinagog.
"Pemerintah mengecam keras tindakan anti-Muslim dan anti-Semit di negara ini," tegas Hollande.
Sebelumnya Paris diguncang aksi teror yang diawali dengan penyerangan kantor Charlie Hebdo di Paris hingga mengakibatkan 12 orang tewas, termasuk sang Pemimpin Redaksi Stephane Charbonnier. Beberapa hari kemudian, seorang polisi wanita, Clarissa Jean-Philippe tewas ditembak.
Insiden terakhir terjadi di supermarket Yahudi (kosher) di Paris. Seorang pria melakukan penyanderaan terhadap sejumlah orang. Akibatnya 4 orang tewas. Total korban jiwa akibat rangkaian aksi teror itu mencapai 17 orang.
Sementara itu, kakak-beradik yang menjadi tersangka penyerangan di Charlie Hebdo, Cherif dan Said Kouachi tewas dalam penyerbuan polisi. Penyandera di supermarket, Amedy Caulibaly juga meregang nyawa saat diserbu aparat.
Usai rangkaian kejadian tersebut, Charlie Hebdo menerbitkan kembali cover Nabi Muhammad -- meski dengan nada sopan. Pemuatan itu menuai kecaman dari sejumlah pihak, termasuk dari Perdana Menteri Turki Ahmet Davutoglu dan juga Pemerintah Iran.
Media satire tersebut sebelumnya juga pernah memuat karikatur Nabi Muhammad. Sementara, tweet terakhir mereka menyindir Abu Bakr al-Baghdadi, pemimpin ISIS -- kelompok militan yang merajalela di Suriah dan Irak. (Riz/Ein)