Liputan6.com, Beijing - Sejak tahun 4.000 Sebelum Masehi, perempuan Mesir menggunakan arsenik untuk menyingkirkan bulu-bulu dalam tubuh mereka -- demi tujuan estetika juga menghindari kutu-kutu yang bikin gatal. Dan pada tahun 500 SM, para wanita Romawi berlatih menggunakan batu apung atau pisau cukur versi primitif untuk mengenyahkan rambut yang tak dikehendaki.
Kebiasaan mencukur janggut di kalangan kaum adam bahkan bisa ditelusuri hingga zaman purba, sekitar tahun 30.000 SM. Menggunakan alat dari batu. Sudah lama manusia, baik pria maupun wanita, terlibat hubungan cinta dan benci dengan bulu atau rambut di tubuh. Â
Kepopuleran gaun tanpa lengan, pisau cukur perempuan dan alat perontok bulu yang mulai ditawarkan sejak 1922 seakan 'mengharuskan' perempuan memiliki pangkal lengan yang mulus tanpa bulu.
Dan pertanyaan soal itu terus mengusik benak Xiao Meili, "Apakah harus bagiku untuk mencukur bulu ketiak?"
Aktivis hak-hak perempuan di Tiongkok itu mengatakan, para gadis sering dilanda cemas gara-gara bulu ketiak mereka yang kadang tak terpantau panjangnya. "Seakan-akan itu adalah tanda bahwa seseorang jorok atau tak beradab," kata Xiao, seperti dikutip dari BBC, Selasa (9/6/2015).
"Menurutku, kita harus mendapat kebebasan untuk memilih untuk menerima atau tak menerima sesuatu yang tumbuh secara alami dalam tubuh kita."
Xiao Meili ingin, para perempuan menegaskan haknya atas tubuhnya sendiri. Untuk itulah ia mengadakan "Armpit Hair Competition" alias kompetisi bulu ketiak di situs mikroblog serupa Twitter yang populer di China, Weibo.
Xiao menjelaskan, di kalangan pria memiliki rambut di tubuh dianggap 'jantan' sejak lama. Namun, ketiak tanpa rambut bahkan tidak masuk kategori cantik dalam tradisi China.
Sebab, Konfusius mengatakan, tubuh kita, rambut, juga kulit diberikan kepada kita oleh orangtua, dan seharusnya tidak dirusak.
Orang China di masa lalu kerap menganggap kilasan rambut ketiak adalah sesuatu yang misterius dan menawan. Bahkan aktris tahun 1930-an tak ragu menunjukkannya dalam peran yang dimainkannya.
Namun, tak semua setuju dengan pendekatan feminisme Xiao. "Kompetisi macam apa itu? Tak ada satu pun yang memaksaku mencukur bulu ketiak. Aku melakukannya karena merasa itu kotor," kata seorang perempuan di Weibo.
"Tak sopan membiarkan bulu ketiak tak dicukur, tak peduli laki-laki maupun perempuan."
Penghinaan dan kritik bukannya tak diantisipasi Xiao. Namun, yang mengejutkan adalah banyak yang antusias tentang kompetisi yang diadakannya. Ribuan orang meramaikan diskusi, pro maupun kontra.
"Saya seorang mahasiswi. Aku menyukai bulu ketiakku. Dan aku mendukung tumbuhnya bulu-bulu alami dalam tubuh, merasa percaya diri, dan merasa setara," kata salah seorang peserta kontes, menyertakan fotonya yang bersandar pada tempat tidur di asrama, dengan tangan terangkat.
Baca Juga
Li Tingting, aktivis hak perempuan lain memposting fotonya, setengah telanjang dan menunjukkan ketiaknya. "Hukum pelaku kekerasan dalam rumah tangga dan cintai bulu ketiakmu," tulis dia.
Li Tingting dan 4 aktivis lain baru mendapat pembebasan bersyarat. Mereka ditahan polisi selama lebih dari sebulan karena mengorganisir khalayak untuk meningkatkan kesadaran tentang pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga.
Advertisement
"Saya pikir kompetisi ini sangat berarti. Konsumerisme berbasis gender. Pasar dipenuhi segala jenis produk cukur untuk wanita," kata dia.
"Kita perlu berpikir kembali, mengapa perempuan seakan diwajibkan untuk mencukur bulu-bulu di tubuhnya -- selain rambut."Â
Bagaimana menurut Anda? (Ein/Yus)