PM Libya Marah, Umumkan 'Angkat Kaki' Saat Wawancara TV

Selama wawancara TV, Thinni marah ketika tuan rumah membombardirnya dengan pertanyaan bernada kritik terhadap pemerintahannya.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 12 Agu 2015, 14:43 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2015, 14:43 WIB
PM Libya 'Angkat Kaki' Saat Wawancara TV
Selama wawancara TV, Thinni marah ketika tuan rumah membombardirnya dengan pertanyaan bernada kritik terhadap pemerintahannya.

Liputan6.com, Tripoli - Perdana menteri (PM) Libya yang diakui secara internasional, Abdullah al-Thani, membuat publik terkejut. Ia mengumumkan pengunduran dirinya dalam sebuah wawancara televisi yang disiarkan langsung pada Selasa 11 Agustus 2015 waktu setempat.

"Jika keluarnya saya menjadi solusi, maka saya umumkan di sini," kata al-Thani selama talk show seperti dikutip dari Business Insider, Rabu (12/8/2015).

"Saya resmi mengundurkan diri dan saya akan mengajukan pengunduran diri saya ke DPR pada hari Minggu 16 Agustus," katanya kepada Libya Channel, sebuah stasiun TV swasta dalam sebuah wawancara yang disiarkan Selasa seperti dikutip dari Reuters.

Selama wawancara TV, Thinni marah ketika tuan rumah membombardirnya dengan pertanyaan bernada kritik terhadap pemerintahannya. Ia dianggap kurang memberikan rasa aman, melayani masyarakat dan tak sigap dengan penanganan bantuan bagi pengungsi.

Ketika presenter bertanya apa yang akan ia lakukan jika ada protes, saat itulah Thinni menyampaikan bahwa dirinya 'angkat kaki' dari jabatan yang disandang.

"Orang-orang tidak perlu memprotes, karena saya resmi mengundurkan diri dari posisi saya. Mereka bisa membawa PM baru dengan sihir untuk memecahkan semua masalah di Libya," ucap PM Abdullah al-Thani.

Juru bicara kabinet, Arabi, membantah bahwa Thinni akan mengundurkan diri. "Perdana menteri belum mengundurkan diri secara resmi. Dia mengatakan selama wawancara televisi bahwa ia akan mengundurkan diri jika dituntut hal itu," katanya kepada Reuters.

"Pengunduran diri itu harus diserahkan secara tertulis kepada parlemen, yang nantinya memutuskan akan menerima atau menolaknya," jelas Arabi.

Kondisi Libya tidak stabil sejak sang pemimpin Moammar Khadafi digulingkan pada Oktober 2011. Sejak saat itu, banyak milisi mengatur sendiri wilayah kekuasaan mereka. Sementara pemerintah berjuang untuk melakukan kontrol kepada mereka.

PM Al-Thinni mencoba untuk memerintah dari Tobruk setelah diusir dari ibukota, Tripoli, oleh milisi pada tahun 2014. Kekuasaannya ditantang oleh pembentukan badan lain di Tripoli, yang mengklaim sebagai pemerintah yang sah. (Tnt/Rie)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya