Kisah Noor Traavik, Mantan Pengungsi Penggagas Voice of Children

Konser amal 'Voice of Children' digelar Sabtu malam. Untuk anak Indonesia yang tak punya akte kelahiran dan para bocah pengungsi Rohingya.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 20 Okt 2015, 08:00 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2015, 08:00 WIB
20151017-Konser Voice Of Indonesia-Jakarta
Suasana kemeriahan konser amal "Voice Of Indonesia", Jakarta, Sabtu (17/10/2015). Konser tersebut sebagai aksi peduli kepada masa depan anak Indonesia. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Pada dekade 1980-an, Afghanistan terkoyak oleh konflik. Lebih dari sejuta nyawa melayang, jutaan lainnya memilih mengungsi ke negara lain, demi mencari selamat.

Kala itu, 1 dari 2 pengungsi di dunia adalah orang Afganistan. Di antara para pencari suaka, ada seorang bocah perempuan, yang kini dikenal sebagai Noor Sabah Nael Traavik, istri Duta Besar Norwegia untuk Indonesia.

Noor Traavik menceritakan, ia baru berusia 6 tahun saat perang memaksanya lari dari kampung halamannya. Meninggalkan masa kecilnya, terpisah dari teman-teman dan keluarga. Tercerabut dari 'akar'.

Kaki-kaki kecilnya melangkah jauh. "Melewati pegunungan, di bawah terik matahari, selama 12 jam, tanpa makanan dan air, sembari menggendong adik lelaki saya yang masih bayi," kata dia, dengan mata berkaca-kaca, kepada Liputan6.com di sela-sela acara konser amal 'Voice of Children' di Studio 6 Emtek City, Sabtu 17 Oktober 2015.

"Saya tak akan melupakan kenangan itu. Pengalaman tersebut mungkin menjadi trauma bagi saya."

Noor Traavik tiba di Norwegia pada tahun 1986. Meski mengalami masa-masa sulit saat kecil, ia berhasil menjadi seorang insinyur di bidang bioteknologi. Dan, pengalaman di masa lalu menjadikannya sosok yang peduli kemanusiaan.

Aktivitasnya di bidang kemanusiaan berlanjut di Indonesia, saat mendampingi sang suami Stig Traavik, yang menjabat sebagai Dubes Norwegia.

Noor Traavik menggagas konser amal 'Voice of Children' yang bertujuan menggalang dana untuk anak-anak yang membutuhkan. Dalam konser pertama tahun lalu, terkumpul lebih dari US 500.000 dolar. Donasi tersbeut untuk membantu anak-anak di 5 negara yang dilanda konflik.

Konser amal Voice of Children kembali digelar tahun 2015. "Kali ini, saya ingin  melakukan sesuatu untuk Indonesia, kata Noor Traavik.

Dana yang berhasil dikumpulkan akan dikelola ke Dompet Dhuafa dan UNHCR, yang nantinya akan disalurkan untuk anak-anak Indonesia yang tak mempunyai akte kelahiran, juga dan membantu anak pengungsi Rohingya yang kini berada di Tanah Air.

"Saya mendapat informasi bahwa ada 38 juta anak Indonesia yang tidak memiliki akte kelahiran," kata Noor Traavik. Padahal, tanpa selembar kertas itu, anak-anak sulit mendapatkan haknya -- untuk bersekolah, mengakses layanan kesehatan, untuk membangun masa depannya.

Voice of Children menuai pujian. Duta Besar Inggris untuk Indonesia, Moazzam Malik, mengatakan bahwa masalah pengungsi adalah masalah dunia. Dan acara tersebut membangkitkan kepedulian pada sesama. Hal serupa juga diungkap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan mantan Dubes RI untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal.

Langkah Noor Traavik pun juga diapresiasi oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise.

Menteri Yohana menilai, Noor Traavik bisa menjadi inspirasi bagi para perempuan di Indonesia. "Ibu Noor sudah memberikan contoh pada kita perempuan Indonesia. Mudah-mudahan ke depan, saya akan mengajak perempuan-perempuan untuk membuat aksi-aksi seperti ini," kata dia.

Saksikan video feature konser amal 'Voice of Children' dan penuturan Noor Traavik tentang kisah masa lalu yang membuatnya menjadi sosok yang peduli kemanusiaan:

 

(Ein)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya