Liputan6.com, Manila - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte melancarkan serangan kontra-terorisme pertamanya setelah ia dilantik menjadi pemimpin negara itu pada akhir Juni lalu.
Penyerbuan itu disebut menewaskan 40 anggota kelompok ekstremis Abu Sayyaf dan melukai 25 lainnya dalam dua peristiwa terpisah.
Baca Juga
Juru bicara militer regional Mayor Jenderal (Mayjen) Filemon Tan mengatakan puluhan anggota kelompok bersenjata Abu Sayyaf tewas dalam serangan di Provinsi Sulu.
Advertisement
"Sebanyak 22 anggota militan tewas sementara 16 lainnya terluka dalam serangan yang dimulai sejak pekan lalu di hutan di Provinsi Sulu. Satu tentara juga tewas dalam peristiwa itu," ujar Mayjen Tan seperti dikutip dari Asian Correspondent, Selasa (12/7/2016).
Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa operasi militer memang diintensifkan, berkoordinasi dengan polisi dan pemerintah Provinsi Sulu dan Basilan. "Hal ini dilakukan untuk menetralisir kelompok Abu Sayyaf," imbuhnya.
Sementara di Provinsi Basilan, 18 anggota kelompok itu tewas dan sembilan lainnya terluka.
Sebelumnya, Presiden Duterte telah memperingatkan kelompok Abu Sayyaf untuk menghentikan penculikan yang berujung pada permintaan tebusan dan menegaskan pada akhirnya ia akan menghadapi mereka.
Pemimpin militer negara itu juga sempat mengungkapkan, serangan yang dilancarkan pihaknya akan membuat para ekstremis 'terguncang dan terpana'.
Kelompok bersenjata Abu Sayyaf diketahui kerap melakukan penculikan terhadap warga negara asing dan hal ini selalu berlanjut dengan permintaan tebusan. Beberapa sandera bahkan tak segan dieksekusi jika pemerintah yang bersangkutan menolak membayar sejumlah uang yang mereka minta.
Beberapa hari lalu, penculikan kembali menimpa 3 ABK WNI di perairan Malaysia. Meski identitas para penculik belum diungkapkan, namun menurut Menlu Retno Marsudi, posisi ABK WNI itu kini sudah berada di Filipina.
Sebanyak tujuh ABK WNI yang diculik akhir Juni lalu hingga kini juga masih disandera kelompok bersenjata. Pemerintah Indonesia melakukan berbagai upaya untuk membebaskan mereka, termasuk langkah Presiden Jokowi untuk berkomunikasi dengan Duterte.