Liputan6.com, Jakarta Badan Intelijen Pertahanan Amerika Serikat (DIA) dikabarkan menulis cuitan bernada menyindir China di media sosial Twitter. Peristiwa ini terjadi tak lama setelah otoritas kedua negara terlibat 'insiden' di Hangzhou, Tiongkok di mana KTT G-20 berlangsung.
"Classy as always China," cuit DIA seperti dikutip dari BBC, Senin (5/9/2016).
Menurut artikel yang dilansir New York Times, cuitan tersebut berhubungan dengan insiden di bandara Hangzhou. Sementara the Wall St Journal mengatakan, apapun tujuannya, cuitan itu telah memperburuk situasi.
Segera setelah itu, mereka menyampaikan permintaan maaf. DIA mengatakan cuitan tersebut 'Tidak mewakili sikap badan intelijen. Kami meminta maaf'.
Presiden AS, Barack Obama bersama dengan 19 pemimpin dunia lainnya dijadwalkan berkumpul di Hangzhou untuk menghadiri KTT G-20 yang berlangsung pada 4-5 September. Namun sesaat setelah Air Force One mendarat, ketegangan terjadi antara AS dan China.
Mengutip laporan Reuters, seorang pejabat China dilaporkan berusaha mencegah Penasihat Keamanan Nasional Obama, Susan Rice bergabung dalam iring-iringan presiden. Ia menegur Rice dengan nada marah dan peristiwa ini telah memaksa Secret Service turun tangan.
Lantas pejabat yang sama berteriak kepada koordinator pers Gedung Putih. Saat itu yang bersangkutan tengah memberikan instruksi kepada wartawan tentang posisi mereka saat menyaksikan Presiden Obama turun dari pesawat.
"Ini adalah negara kami. Ini adalah bandara kami," ujar pejabat tersebut dalam bahasa Inggris kepada koordinator pers Gedung Putih.
Obama diperlakukan 'berbeda'?
Sejak awal Presiden Obama menegaskan, tidak ada ketegangan antara AS dan China. Namun upacara penyambutannya di Hangzhou memicu sejumlah tanda tanya.
Ketika Presiden Obama tiba di bandara Hangzhou, kabarnya ia tak disediakan red carpet dan tangga. Suami dari Michelle itu bahkan sampai harus turun dari pesawat melalui pintu di bagian perut Air Force One.
Terkait dengan insiden yang dialaminya itu, Obama meminta wartawan untuk tidak menanggapinya terlalu jauh. Menurutnya, apa yang terjadi tak lebih karena AS memiliki kebijakan pers yang berbeda dibanding negara lainnya.
"Kami pikir penting bagi pers untuk memiliki akses terhadap pekerjaan yang kita lakukan, bahwa kesempatan bagi mereka untuk melontarkan pertanyaan," jelas Obama.
Sementara itu beberapa jurnalis yang berada dalam rombongan Obama mengatakan bahwa sejumlah petugas keamanan China berusaha menghalangi mereka menyambut Obama turun dari pesawat.
Mereka mengaku tak biasa menyaksikan Presiden AS turun dari pesawat melalui pintu belakang -- sesuatu yang lazimnya dilakukan dalam perjalanan yang membutuhkan keamanan tingkat tinggi seperti misalnya kunjungan ke Afghanistan.
"Kami tiba-tiba saja dihadapkan pada garis biru, yang diperketat oleh petugas keamanan. Selama enam tahun menjadi wartawan Gedung Putih, saya tidak pernah melihat tuan rumah di negara asing mencegah awak media menyaksikan Obama turun dari pesawat," ujar wartawan New York Post, Mark Landler.
The South China Morning Post memuat dalam laporannya bahwa sebenarnya China menggelar red carpet untuk menyambut setiap pemimpin dunia yang tiba. Namun pihak AS menolak fasilitas tersebut dan bersikeras tidak membutuhkan tangga yang disediakan oleh bandara.
Tak sampai di situ, ketegangan antar kedua negara berlanjut di West Lake State House di mana Obama bertemu Presiden Xi Jinping. Petugas protokol AS dan Secret Service kabarnya terlibat perselisihan terkait berapa banyak pejabat AS yang diizinkan masuk ke gedung tersebut sebelum kedatangan Obama.
New York Times melaporkan ada kekhawatiran pada satu titik konfrontasi ini terjadi lewat fisik.
Diceritakan Obama, bukan kali ini saja 'ketegangan' dengan Tiongkok terkait isu keamanan dan akses media terjadi selama perjalanannya.
"Namun kali ini, sedikit lebih dari biasanya," imbuh presiden AS tersebut.
Advertisement