Pemimpin Negara Tetangga Indonesia Ini Dukung Trump, Ada Apa?

Putin pernah memuji Trump sebagai sosok yang berbakat, sementara Trump menyebut bos Kremlin adalah pemimpin yang lebih baik dibanding Obama.

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 03 Nov 2016, 16:52 WIB
Diterbitkan 03 Nov 2016, 16:52 WIB
PM Kamboja Hun Sen
PM Kamboja Hun Sen. (Reuters)

Liputan6.com, Phnom Penh - Perdana Menteri (PM) Kamboja, Hun Sen mengatakan ia ingin calon presiden yang akan memerintah Gedung Putih adalah Donald Trump. Menurutnya, hanya Trump yang mampu mengurangi tensi dengan Rusia dan baik untuk perdamaian dunia.

Hun Sen adalah pemimpin dengan gaya unik yang telah memerintah selama 3 dekade. Ia sempat meradang pada AS ketika dikritik tentang kondisi hak asasi manusia dan korupsi di Kamboja.

Dikutip dari Reuters, Kamis (3/11/20116), Uni Eropa, AS, dan PBB makin khawatir atas perseteruan antara pemerintahan Hun Sen dan oposisi menjelang pemilu 2018.

"Saya benar-benar ingin Trump menang," kata Hun Sen kepada ribuan petugas polisi di akademi kepolisian.

"Jika Trump menang, dunia akan berubah dan situasi mungkin akan membaik. Karena Trump adalah pebisnis, jadi tentunya ia tak suka berperang. Juga ada pertemanan antara Trump dan Putin," tambahnya.

Putin sebelumnya memuji Trup sebagai sosok yang berbakat, sementara capres dari Partai Republik itu mengatakan bos Kremlin adalah pemimpin yang lebih baik dibanding Presiden AS, Barack Obama.

Lawan Trump, Hillary Clinton, telah menuduh miliarder nyentrik itu dekat Putin dan mempertanyakan kepentingan bisnisnya di Rusia. Baru-baru ini sebuah laporan terkuak, bahwa Trump sebenarnya telah 'dibina' oleh Putin 5 tahun sebelum pilpres.

Hun Sen, yang kerap bertemu Hillary di berbagai kesempatan termasuk saat menjadi menlu, mengkritik Nyonya Clinton karena telah menyarankan Obama untuk menyerang Suriah.

Menurut PM Hun Sen, hubungan antara AS dan Rusia bakal memburuk jika Hillary menang.

Sementara itu, Rusia diketahui telah mendukung Kamboja selama satu dekade terakhir setelah pemerintahan Khmer Merah -- yang didukung China-- jatuh di awal 1979 dibantu oleh tentara Vietnam.

Kedua negara itu --Kamboja dan Vietnam-- kini menjalin hubungan erat dengan Rusia yang kini diduga tengah mengincar dominasi di kawasan Asia Tenggara.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya