Jelang Pemilu Thailand, 2 Kubu Berebut Dukungan Petani Padi

Dukungan petani padi menjadi rebutan antara pemerintahan junta militer dan mantan PM Thailand, Yingluck Shinawatra.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 04 Nov 2016, 21:00 WIB
Diterbitkan 04 Nov 2016, 21:00 WIB
Mantan PM Thailand, Yingluck Shinawatra
Mantan PM Thailand, Yingluck Shinawatra (Reuters)

Liputan6.com, Bangkok - Kekuatan politik petani padi menjadi 'medan pertempuran' baru antara junta militer dan mantan perdana menteri Thailand yang digulingkan, Yingluck Shinawatra.

Jelang pemilu yang akan berlangsung pada 2017 mendatang, kedua pihak berusaha meraih dukungan dari para petani padi. Yingluck pun menyerang paket bantuan yang dikucurkan pemerintah junta militer senilai US$ 1,70 miliar yang bertujuan menstabilkan rendahnya harga beras demi menjaga stabilitas jelang pemilihan umum.

"Langkah-langkah terbaru yang dilakukan pemerintah untuk menjamin harga beras tidak berbeda dengan yang saya lakukan dulu," ujar Yingluck di luar pengadilan di Bangkok, seperti dikutip dari Reuters, Jumat (4/11/2016).

Pada Kamis 3 November waktu setempat, Yingluck dilaporkan mengunjungi petani padi di Ubon Ratchathani. Dalam kesempatan tersebut para petani padi tradisional disebut menyatakan dukungan mereka terhadap keluarga Shinawatra.

"Rendahnya harga beras adalah fakta dan sebuah beban bagi mereka orang-orang yang tidak seharusnya. Dan tanggung jawabnya ada pada pemerintah," ujar Chayika Wongnapachant, keponakan sekaligus ajudan Yingluck melalui akun Twitternya di mana pada saat bersamaan ia memosting sebuah foto yang menampilkan Yingluck didampingi sejumlah petani tengah menangis.

Menanggapi pernyataan dari pihak Yingluck, juru bicara pemerintahan junta militer, Sansern Kaewkamnerd memperingatkan mantan PM Thailand tersebut untuk tidak memanfaatkan petani untuk kepentingan politik.

"Saya percaya banyak orang akan merasa tidak nyaman dengan fakta bahwa persoalan petani dimanfaatkan sebagai alat politik," kata Kaewkamnerd.

Yingluck digulingkan oleh militer pada 2014 lalu atas tuduhan melakukan korupsi. Saat ini ia tengah berjibaku dengan dakwaan melakukan kelalaian atas skema subsidi beras yang diluncurkan pemerintahannya di mana petani dibayar di atas tarif beras di pasaran.

Para kritikus mengatakan skema yang menjadi salah satu pemicu Yingluck terguling tersebut merugikan negara miliaran dolar. Pada bulan lalu, pihak berwenang menjatuhkan denda senilai US$ 1 miliar atas kasus tersebut.

Negeri Gajah Putih merupakan eskportir beras terbesar di dunia. Dukungan para petani padi pula yang menjadi salah satu pendorong kemenangan Yingluck dalam pemilu di mana ia tercatat oleh sejarah sebagai perdana menteri perempuan pertama di Thailand.

Setelah digulingkan, junta militer tak mengizinkan Yingluck mengikuti berbagai kegiatan politik selama lima tahun, menyebabkan ia terancam tak dapat mengikutip pemilu pada 2017. Namun itu tak menghentikan Yingluck untuk melakukan serangkaian perjalanan di dalam negeri demi menjaga popularitasnya di mata publik.

Selama lebih dari satu dekade terakhir, Thailand telah diguncang oleh bentrokan antara pendukung Yingluck dan sang kakak yang juga merupakan mantan PM, Thaksin Shinawatra yang digulingkan melalui sebuah kudeta pada 2006 dengan mereka yang mendukung pemerintahan junta militer.

Meski tengah berduka menyusul mangkatnya, Raja Bhumibol Adulyadej, junta militer sempat menegaskan jadwal pelaksanaan pemilu akan berjalan sesuai dengan rencana. Meski demikian tak disebutkan kapan pastinya pemilu akan berlangsung.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya