Liputan6.com, Lima - Pada 1600 SM tidak ada internet, televisi, ataupun media cetak. Dengan demikian, orang pada masa itu menyebarkan pesan menggunakan ukiran-ukiran di gua-gua, termasuk temuan di utara Peru.
Di masa kini, para ahli masih bertanya-tanya tentang pesan yang hendak disampaikan dalam ukiran-ukiran di Cerro Sechin di Peru.
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari Ancient Origins pada Selasa (13/12/2016), lebih dari 300 gambar yang ada menggambarkan pengorbanan manusia dan kekejian peperangan.
Kisah yang tertera menggambarkan kemenangan ksatria yang sekaligus imam atas musuh-musuh yang tubuh-tubuhnya digambarkan tercerai-berai.
Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan gambar-gambar demikian. Sejumlah pihak menyebutkannya sebagai bukti penelitian anatomi, sebagian lagi menyebutkannya sebagai perang mitos di kalangan para dewa.
Jika dilihat secara keseluruhan, gambar-gambar itu diduga menggambarkan prosesi ketika para ksatria melintasi jasad-jasad tercincang orang-orang biasa.
Hal itu mengundang pandangan bahwa rangkaian gambar itu menunjukan perang bersejarah. Pihak lain menyebutkannya sebagai pembasmian pemberontakan rakyat jelata.
Apapun alasannya, terlihat ada satu pihak yang menang mutlak atas pihak lain dan para pemenangnya meluapkan dendam pada pihak pecundang tanpa ampun, mungkin menjadi bagian ritual korban pasca- kemenangan.
Tingkat kekerasannya mengejutkan. Ada kepala-kepala, lengan, dan kaki yang terlepas. Lalu ada bola-bola mata yang dicungkil dari tengkorak. Mayat yang berdarah-darah dan tulang belulang yang mengering di bawah sinar matahari.
Yang menakjubkan adalah ketepatan penggambaran bagian-bagian tubuh secara anatomis, terutama organ bagian dalam seperti lambung, ginjal, tenggorokan, dan usus.
Ketepatan seperti ini bisa saja berasal dari pembedahan ilmiah, dan jelaslah bahwa pelukisnya cukup mengerti tentang tubuh yang terpotong-potong.
Kawasan Kompleks yang Luas
Cerro Sechin berada di pengunungan granit di Lembah Casma, sekitar 270 kilometer di utara Lima, ibukota Peru. Ukiran-ukiran Cerro Sechin adalah salah satu bagian dari Kompleks Sechin yang lebih luas lagi.
Kompleks itu mencakup kawasan dengan luas antara 120 hingga 160 hektar. Termasuk di dalamnya adalah Sechin Alto dan Sechin Bajo.
Sechin Alto sendiri merupakan kompleks besar bangunan yang dipakai sebagai kuil dan merupakan monumen pra-Kolumbia terbesar di Peru.
Sechin Bajo adlah alun-alun melingkar yang menjadi bagian tertua dalam Kompleks Sechin. Para pakar menduga bahwa kawasan itu menjadi tempat berkumpul untuk keperluan sosial dan peribadatan.
Situs arkeologis itu pertama kali ditemukan pada 1937 oleh Julio C. Tello, seorang ahli arkeologi ternama di Peru. Kompleks itu diduga menjadi tempat monumen publik dan pusat upacara.
Sungai Sechin membelah kompleks tersebut dan ada bukti irigasi kecil-kecilan untuk pertanian di kawasan itu, Kedekatan dengan samudera Pasifik—13 kilometer jauhnya—menengarai bahwa para penghuni kompleks itu memiliki akses ke kota-kota pantai dan benda-benda kelautan.
Cerro Sechín membentang sepanjang 50 ribu meter di dalam Kompleks Sechin, dalam bentuk "platform segi empat berjenjang 3 tingkat yang masing-masing diapit oleh dua bangunan yang lebih kecil", demikian menurut Slovak pada 2003.
Masih menurut Slovak, monument itu "dibangun dalam beberapa tahap menggunakan bangunan kerucut, yaitu bata-bata yang dikeringkan di bawah matahari dengan landasan melingkar yang besar dan puncak mengerucut, yang kemudian direkat menggunakan tanah liat dan dibalurkan untuk menjadi permukaan dinding."
Tidak banyak yang diketahui tentang arsitek Kompleks Sechin, namun mereka diduga merupakan masyarakat yang sangat maju. Pantai barat laut Peru diduduki oleh suku Casma/Sechin sejak kira-kira 2000 SM hingga 900 SM, sehingga didugal mereka mendahului suku Inca di Peru.
Tidak seperti yang biasanya dimengerti tentang masyarakat pra-Kolumbia, bukti yang ada di Sechin mengungkapkan bahwa peradaban Amerika berkembang dan maju pada saat yang sama dengan Mesopotamia di belahan lain dunia.
Kota-kota di sana memiliki antar hubungan politik yang kompleks dan praktik-praktik keagamaan yang matang. Ada perdagangan yang ramai antara kawasan pantai dan pedalaman.
Teknologi anyaman tekstil dan irigasi telah dikuasai dan merupakan bagian perdagangan komersial. Populasi pada umumnya tenang-tenang saja di bawah kendali kaum elit politis, keagamaan, dan budaya.
Peperangan dan penjarahan antar kota diduga cukup lazim pada masa itu dan kekerasan yang kerap terjadi meningkatkan keahlian para seniman melukiskan pengorbanan manusia tersebut.
Budaya Casma/Sechin surut pada waktu yang hampir bersamaan dengan meredupya pusat-pusat upacara lain di seantero Peru. Dengan demikian, dapat diduga adanya penyebab yang meluas, semisal kekeringan atau kelaparan.
Advertisement