Liputan6.com, New York - Sekitar 100 tahun sebelum keruntuhannya, Kerajaan Aztec mengalami perubahan besar.
Tlacaelel, sang putra raja, menyatakan bahwa dewa perang bernama Huitzilopochtli dijadikan yang tertinggi di antara para dewa.
Sejak saat itu, bangsa Aztec hidup untuk melayani sang dewa perang. Korban tumbal manusia pun menjadi bagian penting dalam masyarakat Aztec.
Advertisement
Â
Baca Juga
Sebanyak ratusan ribu warga Aztec menjadi tumbal manusia setiap tahunnya demi memenuhi tuntutan sang dewa.
Dikutip dari listverse.com pada Selasa (27/12/2016), berikut ini adalah 8 'alasan' yang mendasari tumbal manusia:
1. Perang-perangan Mencari Tumbal Manusia
Tugas mulia bangsa Aztec adalah untuk memuaskan tuntutan para dewa mereka melalui tumbal manusia. Biasanya, bangsa Aztec menggunakan tawanan yang kalah perang sebagai tumbal korban manusia. Tapi, ketika tidak banyak peperangan, hanya sedikit tawanan yang diperoleh.
Bangsa Aztec membuat kesepatakan dengan negara-kota Tlaxcala dan menjadikan tetangganya itu sebagai pembiakan manusia. Dua pasukan mengatur pertempuran-pertempuran hanya untuk mendapatkan tawanan guna keperluan tumbal manusia.
Pengaturan tersebut menjadi kesepakatan dua pihak. Pihak yang kalah tidak menangisi kekalahan mereka ataupun berkeluh kesah. Mereka menyadari bahwa kekalahan merupakan bagian dari kesepakatan.
Advertisement
2. Sukarelawan
Bagi mereka yang bernyali, menjadi tumbal manusia yang dipersembahkan kepada para dewa merupakan kehormatan. Bahkan, ketika bangsa Spanyol datang dan mencoba membebaskan para tawanan Aztec, beberapa di antara mereka malah marah karena gagal mendapatkan kehormatan menjalani kematian mulia.
Tapi bukan hanya tawanan yang dijadikan tumbal dalam upacara. Para kriminal dan orang berutang juga dipersembahkan sambil menanggung malu.
Ada juga yang memang mendaftar dengan semangat karena menginginkan kehormatan mati demi para dewa. Secara tradisi, kelompok-kelompok pelacur mendaftar untuk dikorbankan kepada dewi cinta.
Dalam masa kekeringan, sebagian bagsa Aztec terpaksa menjual anak-anak mereka menjadi budak dengan harga 400 ikat jagung. Jika anak-anak itu tidak becus, mereka bisa dijual lagi.
Kalau sudah dua kali dijual sebagai budak, anak-anak itu bisa menjadi sesembahan bagi para dewa.
3. Festival Toxcatl
Selama bulan Toxcatl, satu orang pria dipilih berdasarkan tampilannya. Pria itu haruslah ramping, mulus, dan memiliki rambut lurus dan panjang.
Selam setahun setelah terpilih, pria itu diperlakukan seperti dewa dan diberi pakaian seperti dewa the god Tezcatlipoca. Kulitnya dicat hitam. Ia diberi mahkota bunga, perisai kerang, dan banyak perhiasan.
Pria itu juga dihadiahi 4 istri yang boleh diperlakukan sesukanya. Ia pun ditugaskan berkeliling kota memainkan seruling dan menciumi bunga agar orang bisa memberikan penghormatan.
Setelah 12 bulan berlalu, ia menaiki tinggi Piramida Agung dan mematahkan serulingnya ketika sedang mendaki. Sambil disaksikan oleh warga yang menonton dari bawah, seorang imam membantunya berbaring di atas altar batu yang panjang.
Kemudian, para imam mencabik jantung dari dalam tubuh pria tersebut. Setelah itu, dipilihlah seorang Tezcatlipoca dan proses 12 bulan dimulai lagi.
Advertisement
4. Peresmian Piramida Agung
Tidak setiap tumbal merupakan hal normal. Ada beberapa perkecualian dan tumbal dilakukan secara berbeda. Atau, dalam jumlah besar. Tumbal paling banyak adalah ketika peresmian Piramida Agung Tenochtitlan.
Bangsa Aztec memerlukan waktu bertahun-tahun untuk membangun kuil di ibukota. Pada 1487, selesailah Piramida Agung tersebut dan diresmikan secara besar-besaran, termasuk dengan pengorbanan banyak tumbal manusia.
Bangsa Aztec mengaku mengorbankan 84 ribu orang hanya dalam waktu 4 hari. Selama masa kekuasaan Aztec, diduga ada rata-rata 250 ribu orang yang menjadi tumbal di seluruh Meksiko setiap tahunnya.
5. Festival Menguliti Manusia
Salah satu festival Aztec yang paling horor adalah Tlacaxipehualiztli, yang diterjemahkan bebas sebagai "Festival Menguliti Kaum Pria". Acara itu diabdikan kepada Xipe Totec, yang artinya "Dia yang Dikuliti".
Empat puluh hari sebelum festival, seorang pria mendapatkan kehormatan mengenakan pakaian seberti Xipe Totec. Ia diberi hiasan bulu merah dan perhiasan emas selama masa penghormatan 40 hari sebagai dewa.
Kemudian, pada hari festival, ia dan 8 orang lain pemeran dewa-dewa dibawa ke puncak kuil-kuil dan dibunuh. Para imam kemudian menguliti tubuh para tumbal seperti menguliti kulit pohon dari batangnya.
Kulit para tumbal kemudian dicelup warna kuning hingga berwarna keemasan. Sebagian kulit itu diberikan kepada para imam yang menari sambil mengenakannya.
Sebagian lain kulit-kulit itu diberikan kepada para pemuda yang mengenakannya selama 20 hari untuk mengemis.
Advertisement
6. Tumbal Melalui Pertarungan
Pada masa perayaan Festival Menguliti Kaum Pria, beberapa pria diberik kesempatan membela dirinya. Tapi, agar bisa hidup, mereka harus mengalahkan para juara hebat Aztec melalui pertarungan bersenjata, padahal pertarungan itu amat tidak seimbang.
Para petarung tumbal itu digiring ke batu melingkar yang disebut temalacatl. Mereka diijinkan menggunakan senjata kayu yang tidak lebih dari sekedar mainan, walaupun dibuat berbentuk seperti belati. Musuh-musuh mereka bersenjata lengkap.
Menurut legenda Aztec, seorang pria bernama Tlahuicol berhasil selamat. Hanya berbekal pedang kayu itu, ia membunuh 8 petarung Aztec bersenjata lengkap.
Bangsa Aztech tercengang dan menawarkannya menjadi pemimpin pasukan mereka. Menurutnya, tawaran itu merupakan penghinaan, karena ia ditakdirkan lebih mulia, yaitu menjadi tumbal bagi para dewa.
7. Kematian Para Kembar
Bangsa Aztec memiliki pandangan yang ganjil yang bertentangan tentang pasangan kembar. Mitos-mitos bangsa itu penuh dengan kisah pasangan kembar yang biasanya diperlakukan sebagai mahluk suci yang layak disembah manusia. Pasangan kembar hadir sebagai pembantai monster, pahlawan, atau bahkan pencipta dunia.
Tapi, pasangan-pasangan kembar sesunggunya malah diperlakukan dengan hina. Bangsa itu memiliki satu dewa, Xoloyl, suatu sosok dewa anak kembar yang buruk rupa, karena bangsa Aztec memandang pasangan kembar sebagai seorang anak cacat.
Mereka memandang anak kembar sebagai ancaman seumur hidup bagi orangtua. Membiarkan hidup pasangan kembar berarti akhir hidup seseorang. Jadi, banyak orangtua memilih satu dari anak pasangan kembar dan 'mengirim' kembali kepada para dewa.
Advertisement
8. Tumbal Anak
Di jantung ibukota Aztec, Tenochtitlan, ada kuil kembar dan di salah satu puncak yang diabdikan kepada Tlaloc, dilangsungkanlah ritual Aztec paling mengerikan dan menyedihkan.
Tlaloc adalah dewa hujan dan petir yang haus anak-anak. Dalam masa akhir musim dingin di bulan Atlcahualo, bangsa Aztecs membawa anak-anak mereka ke kuil Tlaloc dan memaksa mereka memanjat tangga.
Anak-anak itu bukan sukarewalawan dan mereka menangis tersedu-sedu sambil mendaki. Jika anak-anak itu menangis, bangsa Aztec percaya bahwa Tlaloc akan memberkahi mereka dengan hujan. Jadi, kalau tidak menangis, orangtua akan memaksa anak-anak itu menangis.
Setelah semua itu, anak-anak dibawa ke dalam gua di luar kota. Mereka dibaringkan menurut bentuk lingkaran di bawah suatu langit-langit terbuka. Di sana, di bawah udara terbuka, air hujan yang turun karena tumbal anak-anak membasahi jasad-jasad mereka.