Liputan6.com, Manila - Presiden Rodrigo Duterte mengatakan pihaknya telah memerintahkan militer Filipina untuk menyerang para ekstremis. Yang paling anyar dilakukan oleh Abu Sayyaf, menyandera sejumlah kapal dan awaknya termasuk dari Indonesia.
Duterte memerintahkan untuk mengebom para penculik yang berusaha kabur. Ia juga menyebut perintahnya itu mungkin membahayakan warga sipil, namun ia mengatakan itu adalah dampak dari collateral damage-- kerusakan yang mengirinya--semata.
Baca Juga
Sebelumnya, Duterte mengatakan kepada Indonesia dan Malaysia bahwa tentaranya bisa saja meledakkan militan yang telah menyandera ABK WNI beserta kapalnya.
Advertisement
"Saya sudah meminta AL dan penjaga pantai, jika ada penculik yang mencoba kabur, bom saja mereka," kata Duterte seperti dikutip dari AP pada Minggu (15/1/2017).
Dikritik bahwa tindakan itu akan membahayakan sandera, ia menjawab, "Mereka bilang itu 'sandera', tapi maaf itu bagian dari collateral damage'."
Ketika ditanya soal potensi korban di wilayah Filipina, Duterte menjawab enteng, "Ya jangan biarkan Anda diculik."
Pernyataan Duterte itu merefleksikan betapa putus asanya Filipina, Malaysia, dan Indonesia terkait dengan gencarnya penyanderaan yang dilakukan Abu Sayyaf.
Pada Sabtu lalu, kelompok Abu Sayyaf membebeaskan kapten asal Korea Selatan dan kru mereka warga Filipina setelah 3 bulan disandera setelah mendapat uang tebusan.
Abu Sayyaf menyerahkan Kapten Park Chul-hong dan Glen Alindajao kepada negosiator mereka, Moro National Liberation Front atau MNLF agar diserahkan ke pemerintah Filipina.
MNLF dahulu adalah kelompok pemberontak yang berbasis di Jolo, Provinsi Sulu.
Pada tahun 1996 MNLF menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah. Kini, kelompok itu menjadi negosiator antara kelompok militan Abu Sayyaf dan pemrerintah
Terkait pembebasan warga Korsel itu, penasihat politik Duterte, Jesus Dureza mengatakan ia tak tahu apakah ada pembayaran uang tebusan.
Dureza juga menambahkan masih ada 27 sisa sandera di tangan Abu Sayyaf.