Liputan6.com, Jakarta - Pada April tahun lalu, Siberian Times melaporkan temuan mumi seorang wanita yang mengenakan sepatu bercorak garis-garis merah, mirip dengan tampilan sepatu merek Adidas di masa kini.
Sejak temuan itu, mumi wanita Mongolia telah dibersihkan dan diteliti. Tapi para ahli arkeologi dan etnografi masih penasaran dengan tampilan 'modis' mumi berusia 1.100 tahun tersebut.
Dikutip dari Ancient Origins pada Kamis (13/4/2017), seorang pakar busana setempat mengatakan, "Secara keseluruhan terlihat genit tapi gaya. Saya tidak sungkan memakai seperti itu sekarang ini dalam iklim dingin. Jahitannya bermutu tinggi, strip merah dan hitam, panjangnya. Saya beli segera kalau ada sekarang."
Advertisement
Baca Juga
Namun demikian bukan hanya sepatu boots jahitan cantik itu saja yang menarik, di dalam makamnya ada tas jepit yang sekarang ini bisa saja menjadi aksesori dambaan kaum perempuan masa kini.
Para ahli arkeologi juga menemukan benda-benda dalam simpanan alat kecantikan, yaitu cermin, sisir, dan pisau.
Ia juga menuju alam baka berbekal pelana kuda dengan hiasan logam yang ditemukan dalam keadaan sempurna sehingga sebenarnya masih bisa dipakai sekarang ini.
Galbadrakh Enkhbat, direktur di Pusat Warisan Budaya Mongolia, mengatakan, "Boots itu setinggi lutut, solnya terbuat dari kulit, dan pelindung depannya memiliki jahitan strip berwarna merah menyala."
"Dengan adanya strip-strip itu, ketika temuannya diumumkan muncullah pendapat adanya kemiripan dengan sepatu Adidas dengan 3 strip. Dalam pengertian itu, benda tersebut menjadi obyek menarik bagi penelitian para ahli etnografi, terutama karena gayanya sangat modern."
Para ilmuwan juga menduga bahwa mumi itu mengalami cedera berat di kepala, tapi belum jelas apakah itu menjadi penyebab sesungguhnya kematian wanita tersebut, pada suatu masa sekitar Abad ke-10 di pegunungan Altai, Mongolia.
Pemeriksaan awal mendapati bahwa "cukup mungkin bekas pukulan pada tulang wajah mumi itu menjadi penyebab kematiannya," ujarnya. Wanita itu diduga berusia antara 30 hingga 40 tahun.
Galbadrakh Enkhbat melanjutkan, "Menilai dari apa yang ditemukan dalam makamnya, kami menduga ia berasal dari lapisan masyarakat biasa."
Pandangan itu dikemukan walaupun tampilan benda-benda yang sepertinya berkelas, sehingga orang awam bisa menduga statusnya lebih tinggi.
"Ada beberapa peralatan jahit ditemukan bersamanya. Ini masih dugaan kami, tapi mungkin dia dulunya seorang penjahit."
Dalam makam yang ditemukan 2.803 meter di atas permukaan laut, para ahli arkeologi mengeluarkan 51 benda, termasuk "tas bordiran cantik", empat kostum, vas, pelana, perangkat menjahit, dan tengkorak kambing.”
"Tasnya dibuat dari bulu halus, di dalamnya ada perangkat menjahit. Karena bordirnya ada di tas dan sepatu, kita bisa memastikan bahwa bordirnya dibuat oleh warga setempat."
Wanita itu diduga keturunan Turk. Kuburannya merupakan salah satu yang terlengkap yang pernah ditemukan.
Berdasarkan 18 sampel dari mumi itu, para pakar sekarang berpandangan bahwa mumi itu bukan berasal dari Abad ke-6 seperti diduga sebelumnya, tapi berasal dari Abad ke-10 walaupun hasil uji radiokarbon dan DNA masih belum tuntas.
"Itu adalah makam Turk lengkap pertama, setidaknya di Mongolia, dan mungkin di Asia Tengah," demikian menurut peneliti B. Sukhbaatar dari Museum Khovd.
"Ini adalah fenomena yang sangat langka. Temuan ini menunjukkan kepada kita kepercayaan dan ritual warga Turk. Kita bisa jelas melihat adanya seekor kuda yang sengaja dijadikan kurban. Masih anakan yang berusia antara 4 dan 8 tahun."
"Ketika pertama kali ditemukan pada 2015, temuan itu secara relatif masih utuh, tapi pada 2016 ada beberapa bagian kuburan yang digali, ternak pun mulai memakannya sedikit-sedikit sehingga tim gabungan menggalinya dan membawanya ke museum Khovd."
Pemakaman dilakukan sedemikian rupa seakan penanggungjawabnya memang sengaja agar jasad itu tetap utuh. Ketinggian tempat dan suhu yang dingin membantu pengawetan, tapi jasad itu juga dilapisi dengan zar mirip getah yang dikenal dengan Shilajit. Warna zat itu putih hingga coklat gelap.
Jasad dan bangkai kuda sama-sama dibungkus dengan bahan berbulu. Kata Galbadrakh Enkhbat, "Makam itu berada di lingkungan dingin, sehingga kain dan bulu tidak mengalami reaksi biologis. Seakan baru dipakai kemarin. Seandainya ditanam dalam tanah, tidak ada lagi sisanya."
Mumi itu sekarang dipamerkan di Museum Nasional Mongolia.