Liputan6.com, Istanbul - Sejumlah besar tentara asing ISIS dan para simpatisan mulai meninggalkan beberapa lokasi bersarangnya organisasi teror itu di Suriah dan Irak. Para militan tersebut dilaporkan mulai masuk ke Turki.
Selama satu minggu terakhir, lusinan militan dan simpatisan ISIS telah meninggalkan sejumlah wilayah yang dikuasai kelompok itu. Sebagian besar dari lusinan orang yang meninggalkan wilayah ISIS ditangkap saat hendak melintas ke perbatasan negara lain di sekitar Suriah dan Irak.
Sementara itu, beberapa orang diduga kuat telah berhasil menghindari penangkapan dan masuk ke wilayah Turki.
Advertisement
Pada saat yang bersamaan, sejak lusinan anggotanya melarikan diri, sejumlah basis militan ISIS dikabarkan kolaps.
Kini basis tersebut tak lagi berada di bawah kendali kuat organisasi pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi itu.
Dari sejumlah besar tentara asing ISIS yang melarikan diri tersebut, tiga di antaranya berkewarganegaraan AS dan Inggris.
Stefan Aristidou beserta istrinya yang berasal dari Enfield, London, serta Kary Paul Kleman dari Florida, Amerika Serikat, menyerah kepada kepolisian di Kilis, perbatasan Turki-Suriah, setelah ketiganya tinggal selama dua tahun di wilayah yang dikuasai ISIS.
Aristidou, sang istri, Kleman asal Florida, dan sejumlah anggota rombongan pelarian tersebut menyerah di Kilis, selatan Turki, yang berbatasan dengan Suriah.
Rombongan yang ikut bersama Aristodou adalah istri Kleman yang berasal dari Suriah, dan dua perempuan asal Mesir. Kedua perempuan asal Mesir itu berstatus janda, dan para suami mereka telah terbunuh di Suriah atau Irak, ujar atase pemerintahan Turki.
Menurut pengakuan Aristidou, ia melancong ke Suriah dengan niat untuk menetap ketimbang menjadi anggota militan. Kepolisian Turki mengonfirmasi bahwa pria itu sempat tinggal di Raqqa dan al-Bab, dua wilayah yang sempat menjadi basis kuat ISIS.
Kini al-Bab telah berhasil direbut oleh pasukan oposisi Suriah yang didukung oleh Turki.
Pada April 2015, Aristidou sempat melarikan diri ke Larnaca, Siprus. Kini, WN Inggris itu berstatus sebagai tahanan aparat Turki.
"Kami sedang menjalin kontak dengan otoritas Turki mengenai penahanan warga negara Inggris yang ditahan di perbatasan Turki-Suriah," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Inggris seperti yang diwartakan oleh The Guardian, Kamis (27/4/2017).
Saat ini kejaksaan Turki tengah menyusun tuntutan pidana penjara 7,5 tahun bagi Aristidou dan 15 tahun bagi Kleman. Sementara itu, istri sang WN Inggris tersebut dibebaskan dari tuduhan.
Di Inggris, pria berusia 20 tahunan itu juga akan terancam mendapatkan hukuman penjara seumur hidup untuk keterlibatan dengan kelompok teror seperti yang diatur Terrorism Act atau UU Terorisme.
Terrorism Act juga mengatur tentang pengawasan dan pemeriksaan ketat bagi warga negara Inggris yang telah kembali melancong dari daerah rentan terorisme seperti Suriah dan Irak.
Sedangkan untuk Kleman, saat ini dirinya sedang mencoba untuk menghubungi pihak Kedutaan AS di Turki, seperti yang ditulis oleh The Guardian.
Menurut penjelasan ibunya, pria 40 tahun asal Florida itu berada di Suriah untuk urusan pekerjaan dan bantuan kemanusiaan.
Namun, pihak keluarga menjelaskan bahwa mereka disesatkan oleh sejumlah informasi yang menyatakan bahwa Kleman terlibat dengan ISIS atau terancam bahaya.
Sejumlah informan untuk The Guardian menyebutkan bahwa ISIS sedang mengalami penyusutan personel asing besar-besaran -- karena mereka telah kembali ke negara masing-masing.
"Namun, ancaman yang mereka bawa ke negara asalnya tak dapat diremehkan," ujar Masrour Barzani, penasihat keamanan untuk Kurdistan Regional Movement di utara Irak.
Pemerintah Amerika Serikat memperkirakan sekitar 30.000 militan asing turut terlibat dalam aktivitas ISIS di Suriah dan Irak. Hingga 2017, sekitar 25.000 telah tewas, 850 berpindah ke organisasi militan lain atau membantu kelompok oposisi di Suriah, dan sebagian besar sisanya telah kembali ke negara asalnya.
"Kini yang tersisa adalah individu (anggota ISIS) yang beraliran keras...Mereka akan melarikan diri ke wilayah terpencil untuk mempersiapkan fase dan rencana baru. Sejumlah besar para anggota asing mereka (ISIS), dari Eropa dan Barat, kembali ke negara asalnya atau menyerah," tutup Shiraz Maher, deputi direktur International Centre for the Study of Radicalisation dari King College.