Kisah Pak Polisi yang Memutuskan untuk Jadi Transgender

Analia Pasantino menjadi polisi transgender pertama di Argentina. Sebelumnya, ia pernah dipaksa keluar.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 13 Mei 2017, 09:12 WIB
Diterbitkan 13 Mei 2017, 09:12 WIB
Analia Pasantino (AP)
Analia Pasantino (AP)

Liputan6.com, Buenos Aires - Analia Pasantino telah bertugas di kepolisian federal Argentina selama 20 tahun, sebelum akhirnya ia memutuskan untuk menjadi seorang transgender.

Namun, keputusannya harus dibayar mahal. Ia dipaksa untuk mengundurkan diri pada 2008 lalu.

 

Kini, hampir satu dekade kemudian, wajahnya kembali dihias senyum dan rasa bangga. Ia kembali ditugaskan sebagai polisi, meski telah mengubah jenis kelamin. 

Tak tanggung-tanggung, sekembalinya Pasantino ke satuan kepolisian ia menyandang status 'chief'.

Pasantino kini menjabat sebagai Deputi Komisioner Departemen Komunikasi kepolisian federal Argentina.

"Ini sebuah tonggak pembaruan. Aku jadi transgender pertama di Amerika Latin yang berstatus sebagai chief polisi. Ini menjadi langkah penting bagi Amerika Latin dan dunia bahwa kepolisian merupakan institusi yang terbuka bagi semua orang," jelas Analia Pasantino seperti yang dikutip Associated Press, Jumat, (12/5/2017).

Pada 2012, Argentina menjadi negara pertama yang mengakui kebebasan bagi warga negaranya untuk melakukan operasi transgender tanpa harus melalui prosedur hukum, psikiater, dan medis. Dua tahun sebelumnya, Negeri Tango juga melegalisasi pernikahan sesama jenis.

"Dunia telah berubah. Anda bisa hidup sesuai dengan identitas gender apapun. Kini tak perlu lagi bagi setiap warga negara untuk menjalani kehidupan ganda," tambah Pasantino.

Sebelum Argentina hukum tentang operasi transgender, Pasantino mengaku merasa gundah-gulana dengan identitas gendernya.

Sejak tahun 1988, Pasantino merupakan anggota kepolisian yang dihias berbagai tanda jasa dengan menjadi pemimpin satuan tugas anti-narkotika dan juru bicara untuk kepolisian.

Namun di rumah dan di luar kesibukannya sebagai aparat penegak hukum, Pasantino hidup sebagai seorang perempuan.

Saat proses transisi menjadi perempuan, pria yang telah menjadi polisi selama 20 tahun itu selalu didukung oleh istrinya, Silvia Mauro. Sang istri bahkan mendampingi sang suami kala Pasantino mengalami krisis kepercayaan diri setelah berdandan layaknya perempuan.

"Komentar istriku menjadi momen krusial, ia bilang, 'lebih baik kau keluar rumah dengan kondisi seperti ini atau tidak sama sekali.' Ia telah mendukungku untuk semua hal dan jadi pilar hidupku," jelas Pasantino.

Bersama istrinya, Pasantino berjuang untuk mendapatkan pengakuan legal untuk mengubah sertifikasi mengubah nama serta gelar sarjana hukum. Mereka juga turut dibantu oleh Mara Perez, seorang aktivis pembela hak transgeder.

"Usaha Mara sangat berharga. Ia tetap bersikukuh hingga perjuangannya disetujui oleh pemerintah," katanya.

Pada 2008, dipaksa untuk mengundurkan diri setelah mengaku sebagai perempuan transgender.

Sejak itu, setiap 3 bulan sekali, Pasantino selalu mengikuti evaluasi psikologis untuk membuktikan bahwa tidak ada yang salah dengan kondisi psikisnya yang mampu menghalangi tugasnya sebagai aparat penegak hukum.

"Pada waktu itu, menjadi transgender selalu dianggap sebagai sebuah penyakit. Hasil evaluasi pada waktu itu selalu mengatakan bahwa aku seorang yang mengalami gangguan identitas gender dan dianggap tidak mampu melaksanakan tugas sebagai penegak hukum," tambah perempuan yang kini menjabat sebagai Deputi Departemen Komunikasi Kepolisian Federal Argentina itu.

Sejak kepemimpinan kepolisian berubah, Pasantino mendapatkan kesempatan untuk kembali menjadi aparat penegak hukum, kali ini sebagai seorang perempuan.

"Kini, aku tak pernah merasa sebangga ini pada diriku sendiri," tutup Pasantino.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya