Liputan6.com, Manila - Panelis Kongres Filipina yang terdiri dari sekelompok legislator menolak upaya pemakzulan terhadap Presiden Rodrigo Duterte yang diajukan oleh seorang perwakilan kelompok warga.
Penolakan Kongres Filipina terhadap aduan itu menjadi salah satu simbol kuatnya posisi Presiden Duterte di kalangan legislatif. Aduan itu disampaikan oleh seorang perwakilan kelompok minoritas Filipina yang bernama Gary Alejano.
Baca Juga
Anggota panelis kemudian akan merekomendasikan penolakan aduan kepada seluruh Dewan Kongres yang terdiri dari 292 kursi. Hampir seluruh kursi didominasi oleh legislator pendukung sang presiden.
Advertisement
Gary Alejano menuduh Presiden Duterte melakukan kejahatan luar biasa, menyalahgunakan kekuasaan dan kepercayaan publik, memanipulasi aset, dan dituding sebagai otak dalang pembunuhan ekstra-yudisial terhadap ribuan warga Filipina pada kebijakan 'War on Drugs' yang telah terlaksana sejak Juni 2016.
Alejano juga menuding Duterte bersikap lunak terhadap sikap agresif China pada isu Laut China Selatan.
Panelis Kongres menolak aduan Alejano karena dinilai tidak didukung oleh bukti konkret.
Mereka juga menyindir Alejano yang tidak melihat secara langsung proses 'pembunuhan ekstra-yudisial' yang dilakukan Duterte saat War on Drugs atau perang melawan narkoba, menuding bahwa Alejano tidak memiliki bukti substantif.
Sementara itu, sang pengadu berargumen bahwa bukti miliknya merupakan pernyataan dan kesaksian langsung orang-orang serta keluarga yang diduga menjadi korban praktik ekstra-yudisial tersebut. Alejano menuding bahwa penolakan Kongres didasari karena keberpihakan dewan legislatif terhadap Duterte.
"Jika aktivitas politik dan penyalahgunaan kekuasaan serta konstitusi itu terus dilakukan, (Filipina) akan mengarah pada kepemimpinan diktator," jelas Alejano seperti yang dikutip Asian Correspondent, Senin, (15/5/2017).
Sedangkan pihak Kongres beralasan bahwa aduan itu didasari atas fakta yang tidak faktual dan ditujukan untuk mencoreng reputasi sang presiden.
Aduan yang disampaikan Alejano merupakan sebagian kecil dari komplain kelompok oposisi terhadap presiden ke-16 Filipina itu.
Hingga kini, sang presiden memiliki tingkat persetujuan publik sebesar 82 persen dan dukungan masif dari para rakyat lewat sosial media.
Pengamat politik Filipina menilai bahwa tindakan Alejano memiliki kesinambungan dengan tuduhan Mahkamah Kriminal Internasional yang menuding bahwa Presiden Duterte melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan saat praktik ekstra-yudisial pada War on Drugs.