Liputan6.com, Bukit Jalil - Sedikitnya dua puluh empat pengungsi Rohingya ditemukan meninggal dunia di Pusat Penahanan Imigrasi Malaysia sejak tahun 2015. Tinggal di sel yang lembab dan penuh sesak, pengungsi mengaku kekurangan kebutuhan dasar seperti makanan, air dan perawatan medis.
Dikutip dari The Guardian Selasa (16/5/2017), komisi Hak Asasi Manusia Nasional Malaysia menggambarkan kondisi yang tidak manusiawi terjadi di tempat penahanan tersebut.
Belasan pengungsi yang baru saja dilepaskan dari tahanan sempat diwawancarai oleh The Guardian. Mereka mengaku beberapa tahanan meninggal karena penyakit namun beberapa kasus juga akibat penganiayaan fisik.
Advertisement
"Mereka hanya memberi kami satu cangkir air dan sepiring makanan, kalau merasa kekurangan kami harus minum air toilet," ujar Mouyura Begum pengungsi Rohingya yang berusia 18 tahun.
"Petugas hanya akan datang ketika ada salah satu dari kami yang meninggal dunia, Tapi jika kami mengeluh dan meminta ke rumah sakit, mereka akan memukuli kami," tambah Begum.
Dari total 24 orang yang meninggal dunia, 22 diantaranya adalah warga negara Myanmar.
Baca Juga
Mantan pengungsi yang ditahan mengatakan, mereka sudah menghabiskan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk mengajukan petisi kepada badan PBB yang melindungi dan memberikan bantuan kepada pengungsi (UNHCR).
Dalam petisi tersebut para mantan pengungsi memberitahukan keberadaan dan kondisi beberapa tahanan yang mengalami tindakan tidak manusiawi.
"Tingkat kematian ini dapat dicegah," ujar Amy Smith Direktur Eksekutif Fortify Rights.
"Tindakannya sangat mudah, Malaysia harus berhenti memperlakukan pengungsi seperti penjahat," tambah Smith.
Kementerian Dalam Negeri Malaysia mengatakan, ada 161 pengungsi yang meninggal karena penyakit selama masa penahanan dari tahun 2014 hingga 2016. Dari data tersebut menunjukkan hampir setengahnya adalah pengungsi yang berasal dari Myanmar.
Malaysia yang merupakan negara makmur telah lama menjadi tujuan utama bagi orang yang menderita akibat konflik dan kemiskinan di dunia, termasuk pengungsi Rohingya yang tidak memiliki kewarganegaraan. Sampai akhir April, ada 150.662 pengungsi dan pencari suaka yang terdaftar di UNHCR. Sementara puluhan ribu lainnya masih belum di ketahui.
Hukum di Malaysia memberlakukan hukuman bagi orang asing yang masuk ke negara tersebut secara ilegal. Mereka dapat ditahan dalam periode yang ditentukan. Bahkan masa penahanan dapat di perpanjang hingga lima tahun.
Salah satu Komisi Hak Asasi Manusia di Malaysia yakni SUHAKAM mengatakan, kudis adalah penyakit yang paling sering dilaporkan. Sementara pneumonia, tuberkulosis dan leptospirosis juga menjadi penyakit yang mematikan bagi tahanan.
"Kami harus tidur di lantai dengan posisi kaki ditekuk di dada," ujar Mon seorang pengungsi berusia 19 tahun.
Mon merupakan pengungsi Myanmar yang dibebaskan dari tahanan remaja pada bulan April lau. Seperti halnya dengan pengungsi lain, Mon berbicara dengan beberapa syarat karena ia takut akan mendapat teror karena berbicara secara gamblang kepada media.
Pengungsi lain dari kota Kachi Myanmar yang ditahan selama 8 bulan di Bukit Jalil mengatakan bahwa ia melihat seorang pengungsi dari Sri Langka yang dipukuli hingga tewas.
"Namun mereka bilang ia meninggal karena sakit," ujar pengungsi tersebut.
Karena sulitnya proses verifikasi kematian dalam tahanan, SUHAMKA telah meminta otopsi untuk 161 orang yang ditemukan tewas di dalam tahanan.