Liputan6.com, Naypyidaw - Dewan Hak Asasi Manusia PBB akan menyelidiki dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer Myanmar terhadap warga minoritas muslim Rohingya.
Seorang pejabat Myanmar mengatakan, langkah tersebut tidak dapat diterima mengingat Myanmar sudah melakukan penyelidikan sendiri. Sementara itu, China dan India telah memastikan tidak akan mendukung investigasi tersebut. Demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu, (26/3/2017).
Baca Juga
Sekitar 70.000 warga muslim Rohingya dikabarkan melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh dalam enam bulan terakhir. Dan PBB telah mendapat laporan soal kasus pemerkosaan dan pembunuhan massal.
Advertisement
Resolusi PBB, yang diusung oleh Uni Eropa dan diadopsi oleh konsesus memutuskan secara mendesak "untuk mengirimkan misi independen pencari fakta internasional" dengan tujuan untuk "menjamin akuntabilitas bagi pelaku dan keadilan bagi korban".
Selama ini, Rohingya mengatakan mereka menjadi target kekerasan di tengah operasi militer yang dilakukan pemerintah Myanmar untuk memburu pemberontak di negara bagian Rakhine.
Operasi militer sendiri diluncurkan setelah sembilan polisi perbatasan tewas dalam sebuah serangan yang dilakukan kelompok bersenjata pada Oktober 2016 lalu.
Bulan lalu, PBB menerbitkan laporan yang memberatkan pemerintah Myanmar setelah mereka melakukan wawancara dengan lebih dari 200 pengungsi Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh. Hampir setengahnya mengatakan, anggota keluarga mereka dibunuh.
Dari 101 perempuan yang diwawancara, 52 di antaranya mengatakan mereka telah diperkosa atau mengalami kekerasan seksual yang dilakukan aparat keamanan.
Seorang pelapor khusus PBB tentang hak-hak di Myanmar, Yanghee Lee bahkan berani menyebut bahwa militer Myanmar telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Tim penyelidik diharapkan akan memberikan laporan terbaru pada September mendatang, sementara laporan lengkapnya diharapkan akan dapat dipublikasikan dalam waktu satu tahun.
Aung San Suu Kyi, pemenang Nobel Perdamaian yang saat ini menjabat sebagai pemimpin de facto Myanmar kini harus memilih antara "menjengkelkan" militer Myanmar yang berkuasa dengan mendukung penyelidikan atau menentang keinginan masyarakat internasional yang berharap berbagai dugaan ini akan mencapai titik terang.
Seorang juru bicara partainya baru-baru ini mengatakan, tuduhan pelecehan terlalu "dilebih-lebihkan" dan sebuah isu "internal" bukan internasional.