Iran Gelar Pilpres, Posisi Capres Petahana Terancam?

Meski terdapat beberapa kandidat, sejatinya pertarungan sengit terjadi antara dua orang, yakni calon petahana Rouhani (68) dan Raisi (56).

oleh Khairisa Ferida diperbarui 19 Mei 2017, 14:25 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2017, 14:25 WIB
Para ulama mengantre untuk memberikan suara dalam pilpres Iran yang berlangsung serentak dengan pemilihan anggota parlemen dan dewan kota
Para ulama mengantre untuk memberikan suara dalam pilpres Iran yang berlangsung serentak dengan pemilihan anggota parlemen dan dewan kota (AP Photo/Ebrahim Noroozi)

Liputan6.com, Teheran - Rakyat Iran tengah melaksanakan "hajatan" besar: pemilu presiden. Meski terdapat beberapa kandidat, sejatinya pertarungan sengit hanya terjadi antara dua orang, yakni calon petahana Hassan Rouhani (68) dan Ebrahim Raisi (56), seorang ulama konservatif yang diyakini dekat dengan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Pilpres Iran 2017 tidak hanya akan memengaruhi masa depan Iran, namun juga pemilihan pemimpin tertinggi negara itu.

Rouhani dikenal sebagai sosok moderat. Di bawah kepemimpinannya, Iran membuka diri dan kontrol pemerintah atas masyarakat juga mengendur.

Empat tahun berkuasa, kebijakan utama Rouhani adalah kesepakatan nuklir Iran. Sebagian melihatnya kontroversial.

Sementara itu, Raisi merupakan seorang konservatif garis keras. Ia pernah berkarier dalam dunia peradilan.

Raisi memulai kampanyenya sebagai sosok yang dianggap tidak karismatik dan kurang populer, namun belakangan ia berhasil membangun koalisi yang terdiri dari kelompok populis, isolasionis, dan religius konservatif. Transformasi ini menjadi ancaman serius bagi Rouhani.

Nyaris dipastikan, "warisan" pemerintahan Rouhani tidak akan selamat jika kelak Raisi memenangkan pertarungan. Kemenangan Raisi juga akan membawa hubungan Iran dengan Barat "berhenti tiba-tiba" dan kesepakatan nuklir terancam dibatalkan.

Kelak, jika Raisi menjadi presiden maka hal tersebut akan memuluskan langkahnya menggantikan Ayatollah Ali Khamenei sebagai pemimpin tertinggi Iran. Khamenei yang berusia 70-an didera persoalan kesehatan dan Raisi masuk dalam daftar tidak resmi sebagai penggantinya.

"Setiap orang harus memberikan suaranya dalam pemilu penting ini...cobloslah secepat mungkin," ujar Khamenei usai memberikan suara di Ibu Kota Teheran seperti dilansir The Guardian, Jumat (19/5/2017).

"Nasib negara ditentukan oleh rakyat," imbuhnya.

Khamenei sendiri dikabarkan tidak melakukan intervensi langsung dalam pilpres, namun beredar kabar ia lebih mendukung Raisi.

Saat ini, Iran memiliki 56 juta pemilik suara dan tempat pemungutan suara masih tetap buka hingga lewat pukul 18.00. Segera setelahnya proses penghitungan suara.

Secara keseluruhan, hasil penghitungan sementara pertama akan diumumkan pada Sabtu dini hari. Sementara resminya belum dikabarkan.

Rouhani sendiri digambarkan telah menjalankan kampanye yang mencolok di mana ia menyerang kelompok garis keras. Di Iran, kandidat yang berpikiran reformis cenderung mendapat dukungan yang rendah, namun pada tahun 2013 Rouhani berhasil meraih lebih dari 70 persen suara.

Jika Rouhani bisa mengamankan periode keduanya -- empat pendahulunya menjabat dua periode -- ia disebut harus fokus untuk mewujudkan perbaikan pada janji ekonomi yang dibuatnya empat tahun lalu. Saat ini baru sebagian yang sudah tercapai.

Saat memerintah, Rouhani dinilai lebih berhasil menstabilkan ekonomi dibanding para pendahulunya. Ia juga sukses menekan inflasi yang merajalela.

Namun di lain sisi, kesepakatan nuklir Iran dianggap gagal mendatangkan investor asing, pertumbuhannya masih lemah, dan ada banyak orang kehilangan pekerjaan mereka.

Pilpres Iran digelar bersamaan dengan pemilihan anggota parlemen dan dewan kota.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya