Liputan6.com, Jakarta - Seorang warga Australia yang merupakan pemeluk Islam, Ashraf Naim, mengungkapkan pandangannya tentang Indonesia. Ia adalah satu di antara lima pemuda-pemudi muslim Australia yang merupakan peserta program pertukaran muslim (Muslim Exchange Program/MEP).
Selama dua minggu, yakni pada 7 hingga 20 Mei 2017, kelima peserta melakukan perjalanan ke Jakarta, Yogyakarta, dan Makassar untuk bertemu dengan organisasi-organisasi lintas agama, tokoh masyarakat, akademisi, seniman dan tokoh masyarakat lainnya.
"Setelah berada di sini, saya belajar bahwa Indonesia bukan hanya muslim. Indonesia beragam seperti Australia. RI juga memiliki sejumlah permasalahan seperti di Australia. Jadi ketika saya membandingkan, kedua negara sangat mirip," ujar Ashraf di Kedutaan Besar Australia, Jakarta, pada pekan lalu.
Advertisement
"Di Australia saya bertemu dengan banyak orang Indonesia. Mereka baik, menyenangkan, lembut, ramah. Ketika saya berada di sini juga mendapatkan perlakuan yang sama seperti yang kita dapatkan di Australia," kata dia.
Ashraf mengaku, selama di Indonesia ia belajar bagaimana interaksi antar umat beragama dan juga kelompok berlangsung.
"Dengan program ini saya mengetahui sedikit lebih banyak tentang Indonesia. Saya mempelajari bahwa di sini orang-orang dengan agama dan kelompok yang berbeda bekerja sama... Mereka juga menerima satu sama lain, di mana hal itu sangat menyenangkan," ujar pria berdarah Lebanon itu.
Selain mengemukakan pandangannya tentang Indonesia, Ashraf juga mengungkapkan soal tantangan menjadi seorang muslim di Negeri Kanguru.
"Setiap negara memiliki tantangannya sendiri. Di Australia, tantangannya adalah sama seperti di banyak negara lain, yakni pemahaman yang salah soal Islam," kata dia.
Namun, sebagai General Manager Islamic Museum of Australia, Ashraf mengaku mendapatkan kesempatan yang lebih baik untuk menjelaskan soal Islam yang sebenarnya kepada para pengunjung museum. Apalagi sekitar 75 persen pengunjungnya adalah nonmuslim, di mana sekitar 25 pengunjungnya adalah muslim.
"Australia hanya memiliki 400 ribu muslim. Sekali lagi tantangannya berbeda. Jadi kami ingin terus mengedukasi mereka. Jadi ketika mereka meninggalkan museum, mereka akan mengetahui lebih baik," ujar Ashraf.
MEP adalah program yang dimulai sejak 2002 oleh Australia-Indonesia Institute (AII) di bawah Departemen Luar Negeri Australia. Hampir 200 pemuda muslim dari kedua negara telah berpartisipasi dalam program tersebut, di mana mereka bisa bertukar pengalaman tentang Islam dan keanekaragaman di negara masing-masing.
"Australia adalah negara multikultural dan banyak perbedaan, dan Indonesia juga demikian. Itu adalah salah satu persamaan dan bagaimana kita meningkatkan kesadaran masyarakat sendiri untuk menghargai hal itu," ujar Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia, Justin Lee.
"Kalau kita mau hubungan internasional yang sangat erat, kita harus lebih saling mengerti supaya bisa sayang, sehingga harus ada sisi emosinya, bukan hanya perdagangan. Program ini adalah salah satu program utama untuk meningkatkan prinsip-prinsip itu," imbuh Lee merujuk pada MEP.