'Neraka' Gelombang Panas Ancam Bunuh 3/4 Populasi Bumi

Makalah ilmiah menemukan bahwa ada banyak kematian manusia akibat cuaca panas dan lembab di lebih dari 1.900 tempat di planet ini sejak 1980

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 21 Jun 2017, 07:21 WIB
Diterbitkan 21 Jun 2017, 07:21 WIB
Ilustrasi perubahan iklim
Ilustrasi perubahan iklim (AFP)

Liputan6.com, London - Para ilmuwan perubahan iklim mengeluarkan peringatan serius bahwa serangan gelombang panas berpotensi mematikan bagi tiga perempat populasi manusia. Hal itu dimungkinkan terjadi jika jumlah gas dari rumah kaca terus bertambah memenuhi atmosfer.

Sebuah laporan ilmiah menemukan bahwa ada banyak kematian manusia akibat cuaca panas dan lembap di lebih dari 1.900 tempat di planet ini sejak 1980. Contoh paling mengerikan terjadi pada 2010 di Moskow, di mana lebih dari 10.800 orang tewas karena gelombang panas.

Diikuti Paris, Prancis, pada 2003, kala itu 4.900 orang tewas. Sementara di Chicago, Amerika Serikat, hal yang sama merenggut 740 nyawa manusia.

Dikutip dari The Independent, Rabu (21/6/2017), para ilmuwan sempat mengestimasi, sekitar sepertiga dari populasi dunia yang terekspos cuaca panas selama atau lebih dari 20 hari, berpotensi tewas pada 2000.

Namun, mereka mewanti-wanti angka itu akan meningkat drastis hingga 74 persen pada akhir abad jika emisi karbon terus berada di level tinggi.

Bahkan, para peneliti memperkirakan, dengan program pengurangan gas rumah kaca yang paling agresif sekalipun, lebih dari 47 persen populasi manusia berpotensi tewas akibat terkena gelombang panas mematikan pada tahun 2100.

Para peneliti menambahkan, iklim berubah dengan cepat sehingga tidak mungkin manusia bisa mengembangkan daya tahan yang lebih baik terhadap suhu tinggi.

Tingkat pemanasan yang cepat -- satu studi menemukan bahwa aktivitas manusia telah mengubah iklim 170 kali lebih cepat daripada kekuatan alam -- telah menyebabkan masalah bagi banyak spesies tumbuhan dan hewan.

Sebuah makalah tentang studi di jurnal Nature Climate Change mengatakan bahwa penelitian tersebut "menggarisbawahi ancaman terkini yang meningkat terhadap kehidupan manusia" yang disebabkan oleh pemanasan global.

Penulis utama makalah tersebut, Profesor Camilo Mora, dari Universitas Hawaii di Manoa, mengatakan, "Kita kehabisan pilihan untuk masa depan."

"Untuk gelombang panas, pilihan kita sekarang adalah antara buruk atau mengerikan. Banyak orang di seluruh dunia sudah membayar harga mahal akibat gelombang panas. Sementara, model menunjukkan bahwa kemungkinan itu akan berlanjut. Akan jauh lebih buruk jika emisi tidak berkurang secara signifikan.

"Tubuh manusia hanya bisa berfungsi dalam kisaran sempit -- suhu tubuh inti sekitar 37 derajat Celcius. Gelombang panas menimbulkan risiko yang cukup besar bagi kehidupan manusia karena cuaca panas, diperparah dengan kelembapan tinggi, dapat menaikkan suhu tubuh, yang menyebabkan kondisi yang mengancam nyawa, lanjutnya.

Makalah tersebut mengatakan bahwa gelombang panas di Moskow, Paris, dan Chicago menjadi bukti betapa berbahayanya gelombang panas.

Makalah itu juga menekankan, "Peristiwa panas ekstrem yang mematikan dewasa ini banyak terjadi di lebih banyak kota di seluruh dunia daripada tiga contoh kota yang disebutkan itu".

Manusia dapat bertahan pada suhu yang lebih tinggi dari 37C (98,6F) jika mereka mampu kehilangan panas, terutama karena berkeringat. Tapi selama masa kelembapan tinggi, saat udara menjadi jenuh dengan uap air, proses ini menjadi "tidak efektif" karena keringat berhenti menguap dari kulit.

Gelombang panas selama kondisi lembap bahkan dapat menyebabkan kematian pada suhu di bawah 37C karena tubuh menghasilkan panas yang cukup -- sekitar 100 Watt.

"Konsekuensi terpapar kondisi iklim yang mematikan dapat diperparah lagi oleh populasi yang menua -- golongan populasi yang sangat rentan terhadap panas - dan meningkatnya urbanisasi, memperburuk efek gelombang panas," tulis para peneliti di jurnal tersebut.

"Makalah kami menekankan pentingnya mitigasi yang agresif untuk meminimalkan paparan terhadap iklim yang mematikan dan menyoroti area di mana adaptasi akan sangat dibutuhkan."

Gareth Redmond-Kind, kepala kebijakan iklim dan energi di WWF Inggris, mengatakan, "makalah tersebut adalah pengingat mengejutkan tentang dampak perubahan iklim terhadap kita -- dan ini akan menjadi lebih buruk lagi".

"Sama seperti hewan dan habitatnya terkena dampak perubahan iklim, jadi kita semakin menyadari bahwa dampak yang kita lakukan terhadap planet ini juga membuat manusia lebih sulit," katanya.

Redmond-Kind menekankan bahwa butuh aksi global untuk melindungi umat manusia dari efek buruk perubahan iklim.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya