Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia mengaku tengah memantau situasi politik tegang yang terjadi di Venezuela. Penjelasan itu datang setelah sejumlah negara dilaporkan hendak menutup kantor kedutaan dan konsulat diplomatik, menyusul aksi protes warga secara besar-besaran yang tak kunjung henti menuntut agar Presiden Nicolas Maduro mundur dari jabatannya.
Menurut laporan, Kedutaan Besar Amerika Serikat dikabarkan memerintahkan para anggota keluarga petugas kedutaan di Caracas untuk segera kembali ke AS. Washington, DC juga mengizinkan para petugas kedutaan yang ingin kembali ke tanah air.
Diprediksi, situasi di Ibu Kota Venezuela akan memanas jelang pemilihan majelis yang akan dilaksanakan pada akhir pekan ini.
Advertisement
Baca Juga
Terkait hal tersebut, Kemlu RI menjelaskan bahwa pihak KBRI di Caracas juga tengah memantau situasi, serta menyiapkan rencana kemungkinan evakuasi jika hal buruk terjadi. Pihak kedutaan juga memantau para warga negara Indonesia yang berada di Venezuela, yang diperkirakan Kemlu berjumlah sekitar 63 orang.
"Kemlu terus melakukan pemantauan dan perkembangan dari hari ke hari. Kami juga terus bertukar laporan secara intensif antara Kemlu, KBRI di Caracas, dan direktorat yang bertanggung jawab," ujar Juru Bicara Kemlu RI Arrmanatha Nasir di Jakarta, Jumat (28/7/2017).
"Hari ini kami juga mengadakan rapat khusus membicarakan situasi di sana, serta menyiapkan contingency plan, jika situasi memburuk dan potensi evakuasi semakin besar. Namun, secara keseluruhan, KBRI di Caracas masih beroperasi," tambahnya.
Tensi Politik Tinggi di Venezuela
Venezuela telah dilanda demonstrasi berujung kekerasan dan berada dalam krisis ekonomi selama beberapa bulan terakhir. Tak hanya itu, Presiden Venezuela Nicolas Maduro turut dicurigai berkomplot dengan sejumlah anggota majelis kongres dan badan yudikatif negara demi melanggengkan kekuasaannya.
Demonstran anti-Maduro melakukan aksi di jalan melawan pemerintah selama tiga bulan terakhir. Perlawanan itu mengakibatkan bentrokan keras antara demonstran dan pasukan keamanan.
Sedikitnya 90 orang tewas dalam pertumpahan darah dengan kedua faksi politik yang saling menyalahkan.
Akhir minggu ini, Venezuela akan melaksanakan pemilihan umum untuk memilih anggota baru majelis konstitusi Venezuela.
Pasca-pemilu, majelis konstitusi akan memiliki agenda untuk merevisi konstitusi Venezuela. Dan proses pemilu itu telah banyak dikritik oleh sejumlah anggota partai oposisi.
Kelompok oposisi menuduh bahwa Presiden Nicolas Maduro berkomplot bersama pendukungnya untuk mempengaruhi jalannya pemilu.
Jika pemilihan umum itu berhasil dipengaruhi sesuai kehendak Maduro, maka posisi politik pria kelahiran Caracas itu akan semakin kuat. Tak hanya itu, sejumlah pengamat politik setempat juga berkeyakinan bahwa Maduro akan menanamkan pengaruhnya ke kongres, guna menguatkan posisi politiknya.
Selain itu, pekan lalu, sekitar 7,5 juta warga Venezuela berpartisipasi dalam pemungutan suara referendum secara seremonial. Hampir seluruh partisipan menyatakan tidak mendukung majelis konstituen yang pro-Maduro.
Saksikan juga video berikut ini