Presiden Maduro Klaim Kemenangan di Pemilu Legislatif Venezuela

Sejumlah negara termasuk Amerika Serikat mengecam pemilu legislatif Venezuela yang bertujuan membentuk Majelis Konstituante.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 31 Jul 2017, 17:05 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2017, 17:05 WIB
Krisis politik di Venezuela
Krisis politik di Venezuela (AP Photo/Ariana Cubillos)

Liputan6.com, Caracas - Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengklaim kemenangan dalam pemilu legislatif yang diselenggarakan untuk membentuk Majelis Konstituante.

Pemilu akan memungkinkan Maduro menggantikan Majelis Nasional yang ada dengan Majelis Konstituante. Lembaga baru tersebut nantinya memiliki kekuatan untuk menulis ulang konstitusi negara, yang memungkinkan sang presiden berkuasa lebih lama.

Majelis Konstituante akan terdiri dari 545 anggota di mana semuanya dicalonkan oleh rezim Maduro. Demikian seperti dikutip dari CNN pada Senin (31/7/2017).

Bentrokan mematikan antara pengunjuk rasa anti-pemerintah dan polisi pun mewarnai pemilu yang berlangsung pada Minggu waktu setempat. Sejumlah orang terluka dan teranyar, kekerasan dilaporkan menelan sembilan korban jiwa dalam 24 jam terakhir.

Menurut Dewan Pemilihan Nasional Venezuela, lebih dari 8.089.000 jiwa atau sekitar 41,53 persen pemilih Venezuela memberikan suaranya dalam pemilu.

Pada Minggu malam, Maduro mengucapkan terima kasih atas 'keberanian' rakyat Venezuela. "Dengan lebih dari 8 juta, ini merupakan jumlah pemilih terbesar yang dimiliki Revolusi Bolivarian dalam sejarah 18 tahun terakhir".

Presiden Dewan Pemilihan Nasional Venezuela Tibisay Lucena mengatakan, terdapat partisipasi besar-besaran. Dan ia membaca nama-nama kandidat pertama yang mendapat cukup suara untuk menjadi anggota Majelis Konstituante, termasuk di antaranya mantan Ibu Negara Cilia Flores dan mantan menteri luar negeri pro-Maduro, Delcy Rodriguez.

Seorang tokoh oposisi utama Henrique Capriles yang juga gubernur negara bagian Miranda menyebut pemilu tersebut palsu dan menyerukan demonstrasi untuk menentangnya.

Ketika menyampaikan pidato singkatnya di Caracas, Capriles mengatakan bahwa partisipasi pemilih dalam pemilu kurang dari 15 persen. Ia mengklaim rakyat lebih banyak berpartisipasi dalam referendum yang dilaksanakan oposisi untuk melawan usulan pembentukan Majelis Konstituante yang digagas Maduro.

Referendum itu sendiri dilaksanakan pada 16 Juli dan lebih dari 7 juta orang dikabarkan memberikan suara mereka untuk menentang pemerintahan Maduro. Namun, Maduro mengabaikan hasil referendum tersebut.

Adapun Presiden Majelis Nasional Julio Borges di akun media sosial Twitter mengatakan bahwa pengumuman Lucena tentang jumlah pemilih yang melampaui angka 8 juta merupakan tiga kali lipat dari yang sebenarnya. Ia juga menyebut itu sebagai "kecurangan pemilu terbesar dalam sejarah negara itu".

Ricuh

Tempat pemungutan suara dibuka pada pukul 06.00 Minggu dengan nyaris 300.000 tentara melakukan penjagaan.

Di jalanan Caracas, Garda Nasional dilaporkan terlibat bentrok dengan pengunjuk rasa dari kalangan oposisi di mana polisi menembakkan gas air mata. Saat puluhan petugas polisi dengan mengendarai sepeda motor melintasi kawasan Altamira, terjadi sebuah ledakan besar.

Video milik Agence France-Presse yang beredar menunjukkan dua petugas, masing-masing dengan kaki terbakar tengah ditandu rekan-rekan mereka.

Jumlah korban tewas akibat kerusuhan yang terjadi sejak awal April adalah 125 orang. Jumlah itu tidak termasuk setidaknya dua kematian yang terjadi sepanjang akhir pekan, di mana alasan pembunuhan tersebut tengah diselidiki.

Salah seorang korban tewas pada akhir pekan kemarin adalah seorang kandidat dalam pemilu sekaligus pengacara bernama Jose Felix Pineda. Ia ditembak mati di rumahnya pada hari Sabtu.

Sementara itu seorang lainnya adalah pemimpin oposisi Ricardo Campos. Yang bersangkutan terbunuh pada Minggu pagi.

Selama berbulan-bulan pemuda Venezuela telah turun ke jalan-jalan memprotes pemungutan suara. Nyaris setiap harinya mereka bentrok dengan pasukan Garda Nasional.

Pihak oposisi sendiri tidak mengajukan calon dalam pemilu, mengingat mereka tidak mengakui legitimasi pesta demokrasi tersebut.

Majelis Nasional, lembaga yang coba dibubarkan Maduro, berisikan orang-orang yang menentang presiden. Mereka menguasai 112 kursi dari 167 kursi yang tersedia dan telah berupaya mendepaknya sejak Desember 2015.

Sebelum para anggota Majelis Nasional terpilih, Maduro telah mengangkat seorang loyalisnya untuk memimpin Mahkamah Agung demi mencegahnya dari upaya pemakzulan.

Maduro yang merupakan pengganti Hugo Chavez berpendapat bahwa Majelis Konstituen akan membantu membawa perdamaian ke negara yang tengah terpolarisasi tersebut. Sebaliknya, kritikus menilai itu justru akan mengikis demokrasi.

Di ranah internasional, pemilu legislatif Venezuela menjadi sorotan dengan banyak negara, termasuk Amerika Serikat mengecamnya. Washington bahkan sudah lebih dulu menjatuhkan sanksi terhadap Venezuela dan menyebut pemilu "cacat".

Hal senada juga disampaikan Meksiko, Kolombia, Panama, Argentina, juga Kanada. Sementara, Spanyol mengatakan akan mempelajarinya, bersama dengan mitranya di Uni Eropa dan sejumlah negara di kawasan untuk memastikan langkah-langkah efektif dalam mempromosikan sebuah restorasi.

Di lain sisi, Nikaragua memuji langkah Maduro dengan menyebutnya sebagai "hari bersejarah bagi orang-orang yang berani..."

 

Simak video menarik berikut:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya