Ini 3 Tahapan 'Kiamat' di AS yang Bisa Dipicu Bom Nuklir Korut?

Korea Utara diduga sedang mengembangkan senjata mematikan yang bisa memicu malapetaka di Negeri Paman Sam.

oleh Citra Dewi diperbarui 25 Okt 2017, 21:05 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2017, 21:05 WIB
Ilustrasi kiamat
Ilustrasi kiamat (manataka.org)

Liputan6.com, Washington, DC - Kepada Kongres Amerika Serikat, sejumlah ahli menyampaikan sebuah informasi mengerikan: Korea Utara sedang mengembangkan senjata mematikan yang bisa memicu malapetaka di Negeri Paman Sam.

Bencana yang diakibatkan tak berlangsung semalam. Dalam beberapa bulan hingga itungan tahun, EMP (Electromagnetic Pulse) dari bom nuklir -- yang bisa memicu medan energi kuat -- diprediksi bisa membunuh 90 persen manusia di AS.

Jika itu sampai terjadi, seluruh lapangan kerja akan tutup, sendi-sendi kehidupan masyarakat kolaps, Amerika akan kembali ke era 'Wild Wild West' di mana bedil lebih berkuasa dari hukum.

"Ancaman terbesar Korea Utara adalah serangan EMP nuklir yang tidak diketahui AS," kata dua ahli, Dr William R. Graham dan Dr Peter Vincent Pry seperti dikutip dari situs Independent.

Kehancuran bisa terjadi sebagai efek dari ledakan hulu ledak nuklir di lapisan ionosfer, area di ketinggian atmosfer yang dipenuhi partikel yang mengandung medan magnet Bumi dan radiasi dari Matahari.

Berikut prediksi tiga tahapan kehancuran Amerika Serikat oleh bom atom Korea Utara, seperti yang diperingatkan para ilmuwan, seperti dikutip dari News.com.au, Rabu (25/10/2017):

Hari Pertama...

Analis senjata nuklir, Dr Peter Vincent Pry yang memberi kesaksian di depan Komite Keamanan Dalam Negeri AS awal bulan ini mengatakan, hasil kerjanya memvalidasi ancaman yang dikeluarkan pada masa lalu, bahwa serangan EMP bisa menciptakan malapetaka bagi AS.

Radiasi sinar gamma, yang timbul akibat ledakan nuklir (nuclear blast), memicu 'arus pendek' antara lapisan ionosfer dengan permukaan tanah. Seperti halnya jilatan api matahari (solar flare), kondisi itu bisa melumpuhkan ekonomi dalam beberapa ratus nanodetik.

Semakin maju perekonomian sebuah negara, makin dramatis efeknya.

Dan, meski efek ledakan nuklir di ketinggian mungkin tak akan membunuh siapapun di permukaan tanah, namun 500 ribu manusia terancam tewas seketika dalam itungan menit.

Jumlah itu adalah total manusia yang berada di dalam pesawat komersial di langit AS dalam suatu ketika.

Karena peralatan elektronik dalam kokpit terbakar dan mati sebagai efek ledakan nuklir, pesawat-pesawat yang sedang terbang akan berjatuhan dari langit.

Sementara itu di darat, kereta berkecepatan tinggi berhenti beroperasi, mobil-mobil mogok, aliran listrik putus, komputer tak bisa digunakan -- begitu juga dengan perangkat medis.

Kemudian, kebakaran merajalela. Jaringan pipa gas yang menyuplai kebutuhan warga kota dan industri bisa terbakar.

Berapa banyak yang akan tewas pada hari pertama, tak bisa diprediksi. Namun, itu baru permulaan...

Dr Pry, bersikukuh, gangguan EMP bisa mengirim AS ke zaman batu.

"Negara musuh atau teroris bisa memutuskan jaringan listrik dan infrastruktur penting lainnya, menggulingkan peradaban elektronik, dan membunuh jutaan orang, dengan satu ledakan nuklir di ketinggian, menghasilkan medan EMP yang mencakup luas Amerika Utara," kata dia, dalam sebuah komentar yang diterbitkan oleh The Washington Times.

Cara itu sebenarnya lebih mudah daripada mengarahkan hulu ledak nuklir secara langsung ke jantung Washington DC.

Yang dibutuhkan hanyalah timer, penerima GPS, dan altimeter untuk dipasangkan ke hulu ledak nuklir pada rudal balistik.

Sekali hulu ledak mencapai ketinggian 300 kilometer, efek kejutnya bisa menghancurkan jaringan listrik di 48 negara bagian daratan AS.

"EMP yang merusak jaringan listrik selama setahun akan melumpuhkan infrastruktur penting yang diperlukan untuk mendukung populasi yang begitu besar."

Meski demikian, tak semua pakar senjata nuklir sepakat dengan kemungkinan itu. Sebab, untuk melakukannya, Korut harus memiliki kemampuan yang luar biasa.

Hulu ledak harus bisa dipasangi rudal, dibawa ketinggian yang tepat, agar efeknya sesuai yang diinginkan.

Korut pun belum menguji apapun yang hasilnya sesuai dengan kapabilitas itu. Juga belum ada bukti apakah Pyongyang sudah memiliki teknologi untuk mengoptimalisasikan output sinar gamma dari perangkat nuklirnya.

Tiga Hari Kemudian...

Amerika Serikat tetap lumpuh saat itu. Nyaris tak ada yang tahu apa yang kemudian akan terjadi. Warga mulai panik.

Pemerintahan tak lagi efektif. Aparat garda nasional (National Guard) dan milisi pribadi akan berkeliaran tanpa tujuan.

Mereka yang masih punya pasokan energi akan jadi satu-satunya yang bertahan. Sementara itu, pasokan air akan mengering di mana-mana, dari wilayah desa hingga di kota-kota besar.

Pasokan makanan, sayur dan buah-buahan -- jika belum dikonsumsi, akan mulai membusuk. Tak ada lagi pasokan baru yang mengisi rak-rak supermarket. Truk-truk distribusi tak bisa beroperasi, kalaupun masih bisa jalan, tak ada komputer dan sistem komunikasi yang mengatur juga membayar kerja mereka.

Dan, dalam beberapa hari, reaktor nuklir -- yang sistem kontrol dan keselamatannya sudah mati duluan -- mulai meluruh.

EMP bisa melumpuhkan ratusan ribu ton transformer tegangan ekstra tinggi. Peralatan pengatur energi tersebut sangat rumit, tak mudah untuk dirakit, dan bahkan lebih sulit untuk dipasang.

Menggantinya, bahkan hanya untuk sebagian perlengkapan, butuh waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

Setahun Kemudian...

Dr Peter Vincent Pry mengatakan, bencana pada skala tersebut juga akan memperlambat respons dunia.

Akibatnya, dalam setahun, 90 persen dari 300 juta orang yang tinggal di 48 negara bagian AS yang berdekatan akan meninggal.

Mereka yang berhasil selamat akan menyebar ke seluruh negeri. Kemudian, wabah penyakit akan merajalela. Manusia yang hidup tak akan mampu mengubur mereka yang tewas.

Pasokan air akan terkontaminasi. Kebanyakan hewan ternak akan mati, baik karena perawatan yang kurang, juga perburuan yang marak.

Tanaman pangan yang bisa tumbuh jadi barang buruan. Bahan bakar langka, komunikasi putus total. Harapan yang tersisa adalah dari bantuan internasional.

Dr Pry menegaskan, ada bukti tak terbantahkan bahwa skenario malapetaka tersebut bisa terwujud.

Pemimpin Korut, Kim Jong-un berbincang dengan para peneliti mengenai program senjata nuklir saat meninjau pembuatan bom hidrogen yang dapat dimasukkan ke dalam rudal balistik antarbenua pada 3 September 2017. (AFP Photo/Kcna Via Kns/Str)

Kim Jong-un diduga tahu persis soal efek tersebut. Itu mengapa, kantor berita Korut berulang kali merujuk EMP dalam ancamannya untuk Amerika Serikat.

Sebelumnya, itu adalah ancaman yang lama dikaitkan dengan persenjataan nuklir Rusia dan China.

"Ada dasar empiris bahwa ancaman EMP terhadap jaringan listrik dan peradaban, jauh lebih besar dan luas daripada serangan siber atau sabotase," kata Dr Pry.

"Kami tahu pasti, EMP akan merusak perangkat elektronik dan menyebabkan pemadaman listrik dan infrastruktur kritis lainnya secara berkepanjangan," kata dia.

Sebagai ilustrasi, putusnya jaringan listrik secara massal (blackout) pada 30-31 Juli 2012 adalah yang terbesar sepanjang sejarah, berdampak pada 670 juta orang atau 9 persen dari populasi dunia -- yang hanya disebabkan oleh sebuah sistem listrik yang kelebihan muatan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya