Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara (Korut) adalah negara paling menutup diri di muka Bumi. Kehidupan warga di sana jadi teka-teki bagi penduduk di belahan dunia lain.
Sejauh ini ada banyak berita tak menyenangkan yang berembus dari Pyongyang dan sekitarnya. Misalnya, soal kelaparan yang melanda, kekejaman para penguasa, kamp-kamp kerja paksa bagi para tahanan politik, atau terkait senjata nuklir dan rudal balistik rezim Kim Jong-un yang bikin dunia ketar-ketir.
Baca Juga
Meski demikian, laporan terbaru dari Korut menunjukkan sebuah hal menarik dan berbeda: soal bagaimana warga di sana mengisi waktu luangnya.
Advertisement
Dilansir dari situs Independent pada Jumat (24/11/2017), kaum mapan di Korut banyak mengisi waktu senggang mereka dengan mengunjungi gym atau bersenang-senang di bar bersama lawan jenisnya.
Kesenangan lain yang bisa didapat adalah menonton di bioskop, meski hanya satu film yang diputar selama berpekan-pekan.
Jika hendak mencari hiburan lain semisal gim, di sana pun hanya ada konsol gim "jadul" era 1980-an seperti Mario Kart.
Segalanya masih sangat terbatas di sana. Kehidupan warga dihantui ketakutan terhadap rezim yang tengah berkuasa.
Anna Fifield, seorang reporter Washington Post yang telah sering meliput ke Korut, memberikan gambaran soal kehidupan warga Korea Utara melalui forum Reddit.
Ia mengatakan, tidak banyak yang dapat dilakukan di sana sejak negara berada di bawah kendali Dinasti Kim.
"Setelah Kim Jong-un menjadi penguasa, awalnya banyak yang berpikir bahwa kehidupan di sana akan berubah. Tapi setelah berkuasa selama enam tahun, ia telah sama brutalnya dengan yang terdahulu," kata Fifield.
Kim Jong-un sendiri merupakan pemimpin tertinggi ketiga dalam Dinasti Kim, yang dibangun oleh kakeknya, Kim il-Sung.
Dia mulai berkuasa sejak kematian sang ayah, Kim Jong-il, yang meninggal akibat serangan jantung pada Desember 2011. Sejak saat itu, Kim Junior terus berupaya untuk mempersenjatai Korut dengan nuklir.
Pengakuan Pembelot Akan Kehidupan di Korut
Seorang perempuan Korea Utara yang menjadi pembelot menyebut, rezim totaliter Kim Jong-un sangat buruk. Bahkan, keburukan rezim itu jauh melampaui dari apa yang digambarkan oleh media.
Sebut saja namanya Joy, perempuan itu menjadi pembelot saat berusia 18 tahun. Tak jelas pada tahun berapa ia meninggalkan tanah airnya untuk menuju China.
Nahas bagi Joy. Niat hati ingin terbebas dari belenggu totaliter Korut, ia justru menjadi korban, terperosok masuk ke dalam jerat sindikat perdagangan manusia Negeri Tirai Bambu.
Ia kemudian dijual untuk menjadi pengantin untuk dinikahi seorang pria Korea Selatan. Dari pernikahan yang "dipaksakan" itu, Joy memiliki seorang anak perempuan.
Masih merasa terbelenggu, Joy pun kembali melarikan diri dari Korsel, meninggalkan anak perempuan dan suaminya.
Perempuan yang kini berusia 25 tahun itu menceritakan kisah hidupnya di Korea Utara melalui laman elektronik forum Reddit dalam kanal "ask me anything".
"Saya tidak menghabiskan banyak waktu di sekolah mengingat betapa sulitnya hidup kami," jelas Joy.
Joy juga menambahkan, ketika dunia hanya berfokus pada krisis rudal, nuklir, dan militer Korut, ada satu masalah besar lain yang luput dari perhatian, yaitu krisis kemanusiaan yang melanda di Korea Utara.
"Kondisinya sangat buruk, lebih dari yang diberitakan oleh media. Hampir rata-rata penduduk Korut hidup terseok-seok," jelas perempuan yang sempat hidup 18 tahun di Korut.
"The Great Famine di Korut (1994 - 1998) atau kelaparan besar membuat kami hidup tanpa makanan. Untuk mengatasi hal itu, maka kami memilih bekerja di ladang ketimbang sekolah."
Ia juga menjelaskan, hanya orang-orang terpilih yang dapat tinggal di Ibu Kota Pyongyang, yakni mereka yang setia terhadap rezim. Sementara itu, bagi yang tak setia terhadap rezim, penjara adalah hunian untuk mereka.
"Saya tahu beberapa orang yang menghilang dan rumor menyebut bahwa mereka dibawa ke kamp kerja paksa. Tidak ada cara untuk mengonfirmasi memang, karena mereka hilang begitu saja pada suatu hari."
Advertisement