Liputan6.com, Seoul - Pasukan Korea Utara yang dikirim untuk berperang bersama Rusia melawan Ukraina dilaporkan sudah lama tidak terlihat di medan pertempuran.
Badan Intelijen Nasional Korea Selatan minggu ini mengonfirmasi laporan media yang menyatakan bahwa pasukan Korea Utara telah ditarik dari garis depan sekitar pertengahan Januari.
Baca Juga
Korea Utara mulai mengirim sekitar 11.000 pasukan ke wilayah Kursk, Rusia, pada akhir 2024, tidak lama setelah pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat membuat pakta pertahanan bersama yang dirancang untuk memperkuat aliansi melawan apa yang mereka sebut sebagai hegemoni Barat yang dipimpin oleh AS.
Advertisement
Keterlibatan Korea Utara datang dengan harga yang mahal. Pejabat intelijen Korea Selatan mengatakan sekitar 300 tentara Korea Utara tewas dan sekitar 2.700 terluka.
Pada Januari, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, mengunggah sebuah cuplikan yang menunjukkan dua tentara Korea Utara yang tertangkap. Salah satunya mengatakan bahwa komandan mereka memberitahukan mereka bahwa mereka sedang dikirim untuk latihan militer.
Tentara Korea Utara, yang belum pernah terlibat dalam pertempuran sebelumnya, disebutkan tidak siap menghadapi kenyataan perang di medan yang asing dan sangat rentan terhadap serangan drone Ukraina.
Pejabat intelijen di Korea Selatan mengklaim catatan ditemukan pada tentara Korea Utara yang tewas, yang menunjukkan bahwa rezim Korea Utara mengharapkan mereka untuk bunuh diri daripada ditangkap sebagai tahanan perang.
Kedatangan pasukan Korea Utara menimbulkan kekhawatiran bahwa perang ini bisa berbalik lebih berbahaya bagi Ukraina, di tengah klaim pejabat militer di Korea Selatan yang mengatakan bahwa rezim Korea Utara sedang mempersiapkan untuk mengirim lebih banyak pasukan.
Sebagai imbalan atas pengiriman personel, senjata, dan amunisi, Korea Utara berharap mendapatkan akses ke teknologi satelit Rusia yang canggih dan memperoleh mata uang asing untuk membiayai program nuklir dan rudal balistiknya.
Sangat Signifikan
Badan intelijen Korea Selatan menyebutkan bahwa tingginya jumlah korban menjadi salah satu faktor yang mendorong keputusan untuk menarik pasukan Korea Utara dari Kursk, tempat pasukan Ukraina melancarkan ofensif mendadak pada Agustus 2024.
Seth Jones dari Center for Strategic and International Studies di Washington memperkirakan minggu ini bahwa sebanyak setengah dari pasukan Korea Utara yang dikirim ke Ukraina tewas atau terluka.
"Tingkat korban sangat signifikan," kata Jones dalam sebuah podcast, menurut kantor berita Yonhap. "Menurut sebagian besar laporan yang kami terima, kami dapat melihat bahwa sekitar sepertiga dan mungkin di kisaran tertinggi, mungkin 50 persen korban di antara pasukan Korea Utara."
"Sekali lagi, (ini) sulit untuk dipastikan karena ada sekitar 1.000 yang tewas. Itu adalah jumlah korban yang cukup mencengangkan untuk pasukan yang jumlahnya antara 11.000 hingga 12.000."
Korea Utara belum secara terbuka mengakui peranannya dalam perang ini, namun pada Oktober Putin tidak membantah bahwa pasukan Korea Utara telah tiba di Rusia. Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara Kim Jong Gyu mengatakan bahwa setiap pengiriman pasukan semacam ini sesuai dengan hukum internasional.
Advertisement
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)