Liputan6.com,Washington DC - Pasukan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) mengklaim telah menghabisi 150 orang anggota ISIS dalam serangan udara yang dilancarkan pada akhir pekan lalu.
Dilansir dari laman CNN pada Kamis (24/1/2018), juru bicara pasukan koalisi, Kolonel Ryan Dillon, mengatakan target serangan udara terkait adalah beberapa pusat kendali ISIS yang telah diamati secara berkelanjutan sejak beberapa bulan terakhir.
Advertisement
Baca Juga
Koalisi dengan beberapa pihak intelijen juga pasokan informasi dari Pasukan Demokrasi Suriah, disebut Dillon, turut memberi peranan penting dalam kesuksesan serangan udara terhadap basis ISIS itu.
Adapun wilayah yang diserang merupakan kantong-kantong kendali ISIS yang terletak di sekitar Kota Asaf Shahah di Suriah. Lokasi kota ini terletak di lembah Sungai Eufrat dengan kontur alam lengkung, sehingga membuatnya cukup tersembunyi dari tinjauan kilas di udara dan darat.
"Informasi intelijen menyebut kawasan tersebut sebagai salah satu basis terakhir di Suriah," jelas Kolonel Dillon.
Seorang pejabat militer AS mengatakan serangan tersebut dilakukan oleh jet Angkatan Laut F/A-18 dan sebuah pesawat pengebom tanpa awak. Kapal Induk USS Theodore Reoosevelt saat ini dikabarkan tengah berlayar di perairan Teluk guna mendukung serangan terhadap ISIS di Suriah.
AS Desak Turki Hentikan Operasi Militer di Utara Suriah
Serangan udara yang dimulai pada Sabtu, 20 Januari 2018, itu terjadi ketika AS berupaya mendesak Turki untuk menahan diri melawan pasukan Kurdi di sebelah utara Suriah, dan fokus memerangi ISIS.
Sebelumnya pada Selasa, 16 Januari 2018, Turki mengklaim telah membunuh sebanyak 260 orang, yang terdiri dari pasukan Kurdi dan militan ISIS, dalam serangan yang berlangsung selama empat hari.
AS sendiri telah memberi isyarat untuk menambah jumlah pasukan militer secara terbuka di Suriah. Hal ini dimaksudkan sebagai bagain strategi mencegah kebangkitan ISIS.
Selain itu, AS juga dilaporkan mendukung penuh pasukan Kurdi YPG, berupa pemberian senjata guna mendukung upaya pemberantasan ISIS di Suriah.
Akan tetapi, oleh Turki, kehadiran pasukan YPG justru dianggap mengancam keamanan negaranya. YPG dituding sebagai otak di balik serangan teror yang terjadi di Turki, akibat tuntutan pemberian otonomi khusus bagi penduduk etnis Kurdi, tapi selalu dimentahkan oleh pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Advertisement