Presiden Venezuela Nicolas Maduro Kembali Berlaga di Pilpres 2018

Presiden Nicolas Maduro akan mencalonkan diri pada pilpres, April 2018 mendatang.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Jan 2018, 08:42 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2018, 08:42 WIB
Presiden Nicola Maduro di hadapan rakyat Venezuela - AFP
Presiden Nicola Maduro di hadapan rakyat Venezuela (AFP)

Liputan6.com, Caracas - Presiden Venezuela Nicolas Maduro berencana maju dalam pemilihan presiden untuk masa jabatan kedua, pada pilpres yang akan dilaksanakan pada 30 April 2018 nanti.

Keputusan itu juga bertepatan dengan upaya Partai Sosialis Venezuela -- yang berkuasa -- untuk mengonsolidasikan kekuatan. Demikian seperti dikutip dari VOA News (25/1/2018).

Sebelumnya, Pilpres Venezuela tahun ini dijadwalkan akan dilaksanakan pada akhir 2018.

Namun, beberapa analis memperkirakan bahwa Maduro akan mendorong agar pilpres dilakukan lebih dini, sembari memanfaatkan perpecahan di kelompok oposisi Venezuela.

Tidak lama setelah dewan melakukan pemungutan suara, Maduro mengatakan dia akan maju kembali dalam pemilihan presiden.

"Saya adalah pekerja sederhana," kata Maduro kepada wartawan, seperti dikutip Associated Press di sebuah pawai.

"Saya akan menerima pencalonan presiden, bila kekuatan sosial dan politik revolusi Bolivia menghendaki."

Kemungkinan Maduro terpilih kembali, akan menghina "sanksi dan persekusi finansial" yang diterapkan oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, kata Wakil Presiden Venezuela Tareck El Aissami di hadapan peserta pawai, yang disusul dengan sorak sorai dan tepuk tangan.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Heather Nauert, merespons rencana Maduro untuk mencalonkan diri pada Pilpres Venezuela 2018.

Ketika ditanya apakah Venezuela akan diuntungkan dengan masa jabatan kedua Maduro, Nauert mengatakan, "Saya pikir tidak."

"Saya pikir itu bukan ide yang bagus. Tetapi memang warga yang harus menentukan," ucap Nauert mengomentari Pilpres Venezuela 2018.

Makanan Langka, Warga Venezuela Jarah Toko Kelontong

Kelangkaan pangan di Venezuela, menyusul krisis ekonomi dan politik yang terjadi di negara tersebut (AFP Photo)
Kelangkaan pangan di Venezuela, menyusul krisis ekonomi dan politik yang terjadi di negara tersebut (AFP Photo)

Di tengah krisis ekonomi yang melanda, warga Venezuela di beberapa kota dilaporkan menjarah sejumlah toko kelontong demi bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.

Pada 9 Januari malam misalnya, kerumunan warga yang kelaparan dikabarkan menjarah sebuah toko kelontong di Kota Puerto Ordaz hingga ludes tandas. Demikian seperti dikutip dari The Guardian 22 Januari 2018.

Tak ada yang tersisa, semua diambil para penjarah, mulai dari daging beku, kecap, hingga uang di mesin kasir.

"Ingin menangis rasanya. Kami tengah mengarah ke situasi yang kacau," kata si pemilik toko, Luis Felipe Anatael, mengonfirmasi kejadian itu kepada The Guardian.

Tak hanya toko kelontong dan supermarket, gudang stok dan truk distributor bahan pangan juga menjadi sasaran para penjarah yang kelaparan di sejumlah kota lain di Venezuela, menurut laporan media serta LSM lokal.

Kelompok aktivisme HAM setempat, Venezuelan Observatory for Social Conflict, yang berbasis di Caracas melaporkan, terjadi 107 peristiwa penjarahan yang disusul sejumlah korban tewas di 19 dari total 23 negara bagian di Venezuela.

Beberapa tajuk surat kabar setempat menulis laporan tentang penjarahan di penjuru daerah.

Di Pulau Margarita, belasan orang mengarungi lautan dan membajak kapal nelayan lokal demi menjarah hasil tangkapan ikan sarden.

Di Kota Maracay, barat Caracas, sekelompok orang mencuri dan menjagal dua ekor kuda ras yang hamil untuk diambil dagingnya.

Sebuah video yang viral merekam kejadian di Negara Bagian Merida barat, di mana sekelompok orang mencuri dan menjagal sejumlah sapi peternakan lokal, seraya meneriakkan, "Warga kelaparan!"

Penjarahan memang bukan kejadian baru di Venezuela yang tengah dilanda krisis ekonomi terparahnya sejak negara itu merdeka, di mana harga barang membumbung tinggi, stok makanan ludes habis terjual atau dijarah, serta kapabilitas finansial warga yang lesu akibat anjloknya harga minyak nasional.

Akan tetapi, rangkaian kejadian penjarahan teranyar yang terjadi sepanjang Januari 2018 itu dianggap menambah kekhawatiran baru, bahwasanya, krisis ekonomi yang melanda Venezuela akan berkepanjangan.

Presiden Nicolas Maduro Memperparah Keadaan?

Warga Venezuela memulung di Sungai (AP)
Warga Venezuela memulung di Sungai (AP)

Merespons kekacauan yang terjadi di negaranya, hanya keluhan dan retorika amarah yang keluar dari mulut Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

Seperti dikutip dari The Guardian, krisis yang terjadi di Venezuela merupakan kontribusi kepentingan asing dan kelompok oposisi pemerintah yang menyulut "perang ekonomi" terhadap rezim, menurut klaim Maduro.

Akan tetapi, sejumlah pengamat menilai, krisis ekonomi di Venezuela disebabkan oleh miskalkulasi Caracas yang memaksakan diri untuk menasionalisasikan industri produksi pangan dalam negeri.

Kebijakan kontrol harga pangan murah yang ditetapkan oleh Caracas juga tak dikalkulasikan dengan baik. Pemerintah menetapkan harga beli pangan yang murah, tapi tidak memikirkan tingginya biaya produksi dan perawatan aset pabrik. Ketidakseimbangan neraca produksi-penjualan itu akhirnya mengakibatkan sejumlah industri produksi pangan di Venezuela gulung tikar.

Opsi untuk mengimpor pangan dari luar negeri pun hanya semakin menebalkan masalah finansial negara.

Caracas tak mampu membeli produk pangan dari luar negeri karena kas negara yang tak berkecukupan.

Penyebabnya? Produksi minyak Venezuela yang dikabarkan turun hingga ke level terendahnya selama 29 tahun terakhir.

Karena mengalami penurunan produksi, aktivitas ekspor minyak negara -- yang menjadi penyumbang pundi-pundi uang terbanyak bagi kas Venezuela -- pun menjadi lesu.

Semua itu disebabkan mismanajemen perusahaan migas nasional oleh pemerintah pusat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya