Dubes Malaysia: Moratorium Bukan Solusi Atas Kasus TKI Adelina

Dubes Malaysia untuk Indonesia menyatakan moratorium pembatasan pengiriman dan penempatan pekerja migran Indonesia ke Negeri Jiran bukan solusi atas kasus tewasnya TKI Adelina

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 21 Feb 2018, 20:30 WIB
Diterbitkan 21 Feb 2018, 20:30 WIB
20170223-Duta Besar Malaysia Soal Siti Aisyah-Jakarta
Dubes Malaysia untuk Indonesia Dato Seri Zahrain Mohamed Hashim (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bertolak dari kasus TKI Adelina yang dianiaya hingga tewas oleh majikannya di Malaysia, wacana penerapan kembali moratorium pembatasan pengiriman dan penempatan pekerja migran Indonesia ke Malaysia kembali digulirkan.

Bahkan, rencana itu sempat dipertimbangkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M Hanif Dhakiri pada Selasa 20 Februari 2018 kemarin.

Kala itu, Hanif mengatakan, jika Malaysia tak kunjung memperbarui nota kesepahaman (MoU) dan perbaikan sistem perlindungan pekerja migran Indonesia di sana, Pemerintah RI akan mempertimbangkan menerapkan moratorium pengiriman pekerja migran ke negara tersebut.

Hal itu didukung oleh UU Nomor 18 tahun 2018 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang mengamanatkan, penempatan pekerja migran Indonesia hanya pada negara yang melakukan MoU.

Tanggapan Malaysia

Menanggapi komentar tersebut, Duta Besar Malaysia untuk RI Datuk Sri Zahrain Mohamed Hashim menyatakan, moratorium bukan merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi kasus pilu TKI Adelina.

Hashim berpendapat, penanganan kasus tersebut serta pencegahan atas peristiwa serupa di masa mendatang memerlukan diskusi matang antara pemerintah kedua negara.

"Oleh karenanya, menetapkan moratorium tidak akan berupaya menyelesaikan masalah itu. Justru yang dikhawatirkan adalah bahwa penetapan kebijakan moratorium akan menyebabkan maraknya praktik pemberangkatan pekerja migran Indonesia yang nonprosedural oleh pihak yang tak bertanggung jawab," kata Hashim dalam konferensi pers di Kedutaan Besar Malaysia Jakarta (21/2/2018).

Dubes Malaysia juga mengatakan, akan menyampaikan undangan dari Deputi Perdana Menteri Malaysia Ahmad Zahid Hamidi kepada Mennaker Hanif untuk membahas lebih lanjut mengenai prosedur operasional standar termasuk kelanjutan mengenai nota kesepahaman (MoU) RI-Malaysia terkait pekerja migran Indonesia.

Hashim juga menjelaskan Kementerian Sumber Daya Manusia Malaysia akan mengadakan pertemuan dengan Kementerian Ketenagakerjaan RI pada April 2018 di tataran teknis untuk membahas rangka mekanisme baru terkait pekerja migran Indonesia.

"Saya juga berencana untuk mengadakan kunjungan hormat kepada Bapak Hanif untuk membahas isu yang sama," tambah sang Dubes Malaysia.

Latar Belakang di Balik Moratorium

Hanif Dhakiri
Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri (Liputan6.com/Cahyu)

Sebagai latar belakang, Menaker Hanif dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI pada awal Februari 2018 lalu menjelaskan empat poin yang melatarbelakangi langkah pemerintah Indonesia untuk kembali menerapkan moratorium itu -- moratorium itu sempat diterapkan pada 2009 dan dicabut pada 2011.

Latar belakang moratorium adalah belum adanya undang-undang (UU) mengenai perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI) di negara penempatan, belum adanya mekanisme penyelesaian masalah PMI di negara penempatan, banyaknya kasus-kasus yang terjadi di negara penempatan, serta belum optimalnya tata kelola PMI di Indonesia.

Wacana itu semakin gencar setelah munculnya kasus Adelina, terlebih mengingat kondisi kematiannya yang tragis dan nahas.

Merespons kasus tersebut, "Kematian Adelina harus dijadikan momentum bagi Pemerintah Malaysia untuk memperbaiki perlindungan terhadap pekerja migran," ujar Hanif keterangan pers di Jakarta, Selasa 20 Februari 2018.

Sejauh ini, Pemerintah Malaysia sudah melakukan respons positif atas kematian Adelina. Hal itu ditunjukkan dengan segera melakukan penangkapan kepada para tersangka. Namun, menurut Hanif, hal itu saja tidak cukup. Pemerintah Malaysia harus menunjukkan komitmen melakukan perbaikan perlindungan terhadap pekerja migran secara menyeluruh.

Komitmen tersebut akan memperbaiki citra Malaysia di mata Internasional dalam melindungi pekerja migran, khususnya ASEAN. Mengingat pada November 2017, seluruh pemimpin negara ASEAN telah menandatangani Kesepakatan Perlindungan Buruh Migran atau ASEAN Consensus on the Protection and Promotion of the Rights of Migrant Workers.

Komitmen perlindungan yang harus ditunjukkan Pemerintah Malaysia, antara lain segera memperbarui MoU (nota kesepahaman) dengan Indonesia terkait penempatan pekerja migran.

"MoU Malaysia dengan Indonesia telah berakhir sejak pertengahan 2016. Pemerintah Indonesia sudah mengingatkan untuk memperbaruinya, namun Malaysia tak kunjung memperbarui. MoU itu akan mengatur soal perlindungan pekerja migran," ucap Hanif.

Sejauh ini, Pemerintah Malaysia sudah melakukan respons positif atas kematian Adelina, lanjut Hanif.

Hal itu ditunjukkan dengan segera melakukan penangkapan kepada para tersangka.

Namun, menurut Hanif, hal itu saja tidak cukup. Pemerintah Malaysia harus menunjukkan komitmen melakukan perbaikan perlindungan terhadap pekerja migran secara menyeluruh.

(Cahyu, Reporter Liputan6.com berkontribusi pada porsi artikel ini)

Dua Pelaku Terkait Kasus Adelina Telah Dikenai Tuntutan

Dipalsukan, Data TKI Malaysia yang Tewas di Kandang Anjing
TKI Adelina (sumber: Kepolisian Diraja Malaysia)

Saat ini, Dubes Hashim mengonfirmasi bahwa tiga pelaku yang terlibat dalam kasus tersebut telah ditahan oleh Kepolisian Malaysia untuk menjalani proses hukum.

Tiga orang itu meliputi dua majikan kakak-beradik, dan satu orang lagi merupakan anggota keluarga sedarah, yang kemudian diketahui sebagai ibu kandung kedua pelaku.

Dua di antaranya telah dikenai tuntutan.

"Pelaku yang berstatus ibu kandung majikan dikenai tuntutan atas Pasal 302 KUHP Malaysia tentang pembunuhan berencana atau dengan sengaja (dengan hukuman maksimal pidana mati)," kata Dubes Hashim.

"Sementara yang satu lagi, yang diketahui sebagai majikan Adelina, dikenai tuntutan Pasal 55B UU Keimigrasian Malaysia, karena berdasarkan penyidikan, diketahui mempekerjakan imigran ilegal -- dengan hukuman maksimal penjara 5 tahun," lanjutnya.

Lebih lanjut, Hashim berjanji bahwa pemerintah Malaysia tidak akan berkompromi dengan kejahatan yang dilakukan para pelaku dan akan memastikan mereka bertanggungjawab atas kematian itu sesuai dengan hukum di Negeri Jiran.

"Pemerintah Malaysia akan memastikan semua pelaku dibawa ke pengadilan sesuai hukum Malaysia dan memastikan agar keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya demi Adelina dan keluarga."

"Saya memohon agar rakyat Indonesia memberi ruang kepada Kepolisian Malaysia untuk melaksanakan proses penyidikan dengan teliti untuk menemukan pelaku yang sebenarnya," tambah sang Dubes Malaysia mengomentari kasus TKI Adelina.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya