Liputan6.com, London - Sejumlah warga Inggris yang tengah mengikuti workshop membatik di London, menaruh apresiasi tinggi terhadap nilai seni batik Madura.
"Semuanya bahan alami?" tanya seorang warga London yang menjadi peserta, ketika instruktor Siti Maimona dan Adita Ningsih memulai penjelasan tentang proses membatik.
Menurut peserta asal London itu, baru kali ini ia diperkenalkan dengan bahan-bahan alami khas Indonesia yang menjadi sumber pewarnaan batik Madura.
Advertisement
"Saya pernah mewarnai tekstil, tapi semuanya menggunakan bahan kimia," ujarnya sambil tekun mendengarkan penjelasan proses membatik lebih lanjut.
Siti Maimona dan Adita Ningsih atau yang akrab disapai Mai dan Dita merupakan perajin batik asal Madura.
Mereka memperkenalkan bahan-bahan alami seperti jelaweh, manggis, munduh kulit mengkudu, secang, dan tunjung untuk menciptakan warna merah, biru, kuning, dan indigo.
Sedangkan bahan alami lainnya seperti gula aren, tawas, dan kapur digunakan untuk mengikat warna, melekatkan warna, serta membuat warna tampak lebih pekat.
Biasanya, kain putih yang digunakan untuk membatik harus dicelup dulu ke dalam cairan campuran minyak camplong dan abu tomang (abu sisa kayu bakar).
Proses ini berfungsi untuk melembutkan dan mengharumkan kain sehingga memudahkan proses membatik, terutama pada saat pengikatan warna.
"Tapi saya sudah siapkan kok kainnya, bahkan gambarnya juga," kata Mai seperti dikutip dari rilis KBRI London yang dimuat Liputan6.com pada Minggu, 22 April 2018.
Selama dua hari di London, bertempat di KBRI London, sebanyak lebih dari 50 warga Inggris mendaftar untuk ikut dalam workshop batik yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Nusawastra Silang Budaya: Indonesian textiles at the Crossroad of Culture pada tanggal 20-21 April 2018.
Batik Madura Jadi Subjek Workshop
Batik Madura khususnya dibuat melalui proses yang cukup panjang. Tidak heran jika harga batik tidaklah murah.
"Saya jadi tahu kalau untuk menghasilkan satu kain batik multiwarna perlu waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun," komentar salah satu peserta asal London yang mendapat penjelasan tentang batik gentongan asal Madura dari Mai.
Peserta sepakat bahwa batik merupakan sebuah karya seni. Seperti pelukis yang menggunakan cat dan kanvas, pebatik menggunakan malam dan kain sebagai medianya.
"Ada ikatan emosional yang pasti tercipta setiap kali membatik," tambah Quoriena Ginting yang merupakan kolektor wastra Indonesia dan penulis buku Nusawastra Silang Budaya.
"Harus senang, harus berpikiran bersih dan jernih, karena nanti terlihat hasilnya di kain kalau secara emosi tidak pas," tambahnya.
Advertisement